Friday, December 30, 2005

"Gue Banget" ??? Yakin Lo ???


Doa Nabi Yunus Assalamualaikum Kalau berita 'lain' mudah di forward , harap yang di bawah ini pun bisa di forward ke rekan - rekan lain juga JGN DELETE !!! walaupun sebelum ini udah pernah terima semacam ini dan juga udah pernah fwd pada kawan-kawan . Kerja baik buat selalu .. Doa Nabi Yunus saat terperangkap di dalam perut Ikan Nun... "LAA ILA HA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINAZ ZHALIMIIN" Kirimkan kepada 10 orang, insyaallah Allah akan memecahkan segala kesulitan dan kebuntuanmu!”

“FRIENDS DAY : Katanya Hr ini adl hr persahabatan s'dunia, krm pesan ini ke smua sahabat2 kamu, jika aku salah satunyanya, kirim blik pesan ini! Liat brp banyak kamu dpt pesan blik.Klo lbh dr7 mk km adl org kesayangan.”


Anda pernah mendapat pesan-pesan seperti di atas ???
Untuk teman teman yang cukup aktif menggunakan fasilitas Yahoo Messenger, saya rasa pernah menerima pesan semacam ini.

Tak bisa disangkal, yahoo messenger dan e-mail saat ini terbukti bisa menjadi salah satu media penyampaian pesan sekaligus pengopinian massa yang cukup dominan. Bayangkan, dalam hitungan detik (yang tidak mencapai 60) setelah saya menerima pesan-pesan semacam itu, rata-rata bisa 4 kali kemudian saya menerima pesan yang sama, dari orang yang berbeda. Tentu teman2 tidak asing dengan fenomena ini.

Berarti yang terjadi adalah :
seseorang menulis sebuah pesan, memiliki list teman yang lumayan banyak, lalu mengirim pesan tersebut ke semua temannya. Teman2nya yang mendapat kiriman tersebut, mungkin sekitar 20%nya, memforward pesan tadi ke semua teman2nya yang ada di listnya masing-masing. Begitu seterusnya sehingga sampai ke saya. Nah, kalau saya juga memforward pesan itu ke “all in group”, tentu termasuk orang yang tadi mengirimkannya pada saya. Nah, artinya, kalau saya menerima kembali pesan tersebut sebanyak... sebutlah 5 kali... berarti ada 5 orang dalam list YM saya yang meneruskan pesan itu ke semua orang dalam list YM-nya, yang didalamnya termasuk alamat saya.

Nah, kalau pesan itu bisa sampai kembali ke saya dalam hitungan detik. Artinya, setelah saya melakukan proses forward, hampir tidak ada waktu yang digunakan oleh orang yang kemudian memforward pesan itu untuk melakukan satu proses filterisasi atau perenungan mendalam mengenai isi pesan tersebut, sebelum ia memforwardnya kembali.

Begitu seterusnya...

Lalu kenapa??

Lalu... anda yakin dengan apa yang disampaikan dalam pesan2 itu??

YM dan e-mail ternyata telah berkembang menjadi satu fasilitas pewartaan massal yang terbukti efektif dalam hitungan waktu yang tergolong sangat singkat. Hitungan detik! Walaupun tentu saja, ia hanya efektif pada kalangan urban atau mereka yang akrab dengan internet. Kalau anda ingin melakukan pengopinian massa, media seperti koran, majalah, tivi, atau bahkan radio, saya rasa masih kalah efektif dibanding YM (untuk kasus masyarakat urban).

Masih ingat bagaimana dulu jumlah konsumen Hoka-hoka Bento bisa langsung drop setelah berkembang e-mail yang mempertanyakan kehalalannya? Atau bagaimana jumlah konsumen teh celup sariwangi berkurang cukup signifikan setelah beredar e-mail mengenai bahaya chlorox pada kertas pembungkus teh celup? (yang lucunya dalam selang beberapa hari diikuti dengan kemunculan satu produk teh bernama NutriTea yang berupa serbuk, dan tentu saja terlepas dari bahaya chlorox).

Tapi, kenapa ya para pengguna internet bisa sedemikian percaya pada internet?? (ya Allah, dimana sabdaMu ditempatkan dalam urutan kebenaran yang dipercaya oleh manusia saat ini??? à teringat pada tulisan Kendi mengenai ”baso tikus”) Padahal, berita di internet sangat sulit dikonfirmasi atau dicek kebenarannya...

Menurut saya, kelebihan YM dan e-mail justru terletak pada kesulitan untuk mengkonfirmasi itu!!! Kalau misalnya saya bilang bahwa produk X itu haram melalui TV, tentu produsen produk X akan segera menghubungi saya, kemudian mengklarifikasi hal itu melalui TV juga. Tapi internet?? tidak... orang biasanya tidak terlalu peduli mengenai benar/tidaknya... pengguna internet cenderung mengambil kesimpulan sendiri, atau cukup berhenti pada pertanyaan ”bener nggak ya???”. Nah, pertanyaan ”bener nggak ya?” inilah yang menjadi kekuatan utama e-mail dan YM, karena ia tidak memunculkan keputusan, tapi menimbulkan keraguan. Dan keraguan adalah pintu yang terbuka lebar bagi pengopinian massa... Maksud saya, misalnya untuk kasus Hokben, bukanlah kepastian mengenai halal/haram yang membuat orang sempat berhenti mengkonsumsinya, tapi justru keraguan yang tidak berusaha dipecahkan.

Para pelaku pasar nampaknya sudah mempelajari celah ini, dan memanfaatkannya. Saya cukup yakin, dalam tahun2 kedepan, kemunculan sebuah produk sebelumnya akan diawali dengan satu bentuk pengopinian yang bisa menimbulkan keraguan terhadap produk serupa yang sudah lebih dulu mapan...

Ini untuk konteks ekonomi...

Siapa yang bilang bahwa hal ini tidak bisa dimanfaatkan dalam konteks lain?? Politik jelas bisa memanfaatkan hal ini. Dan kalau politik sudah bisa masuk, artinya semua aspek juga bisa masuk disini...

Sekarang coba perhatikan contoh pesan ”doa nabi Yunus” diatas...
Ada yang tau itu referensinya dari mana??
Yang ilmu tafsirnya hebat, ada yang tau doa itu artinya apa??

Kalau tidak ada yang mempertanyakan, artinya, dengan sidikit bungkus dan bumbu ”agama”, saya bisa memainkan pemahaman orang kapan saja bukan?? Maksud saya begini, kalau misalnya saya menuliskan satu doa yang isinya jelek, misalnya sebutlah saya mendoakan supaya setan merajalela di dunia (ini contoh loh!), lalu saya bahasakan dalam bahasa arab, lalu saya bilang bahwa ini adalah doa yang baik untuk diucapkan pada pagi atau sore hari, lalu saya bilang kalau anda menyampaikan ini ke orang lain, maka anda sudah berdakwah... bagaimana ya hasilnya???

Tentu ada yang bisa menafsirkan do’a itu.
Tapi tentu ada yang tidak bisa toh?
Nah, kalau yang tidak bisa itu (dan tidak memfilternya/berusaha mencari tau dulu) kemudian memforwardnya, dan prosesnya terus berantai kemana2 dalam hitungan detik... bukankah saya telah berhasil membuat semua orang mendoakan kejayaan setan??

Satu hal yang sepertinya menjadi fenomena umum, budaya klarifikasi dan filterisasi nampaknya telah dilupakan dalam dunia YM dan e-mail....

Pertanyaannya sekarang adalah... Kenapa para pengguna YM begitu ringan tangan untuk melakukan proses forward tadi?

Memang, kalau e-mail2 atau pesan2 dalam YM yang berisi permohonan bantuan (misalnya, butuh darah, atau butuh dana untuk operasi, dsb), atau berita duka cita (ada yang meninggal, dsb), biasanya cepat disebar, tanpa filter (ini jelas lebih efektif dibanding sms). Ini wajar saja.

Tapi kalau yang lucu2 seperti ... contoh ”hari persahabatan sedunia” diatas (plis dong), atau e-mail2 yang bernada mengancam seperti... ”kalau ga dikirim ke 10 orang, anda akan bernasib buruk”, atau e-mail2 yang bernada memberi pepesan kosong seperti... ”kirim ini ke 10 orang sekarang, 7 hari lagi bakal dapet duit” atau ”kirim ini ke 25 orang, besok dapat kejutan atau dapat keberuntungan”, atau yang bernada memberi perasaan ga enak seperti... ”kalau anda menghapus ini, anda ga punya hati!” atau yang memberi perasaan enak seperti... ”kalau ngeforward ini dan orangnya ngeforward balik ke anda, berarti anda sangat berarti bagi teman2 anda...”... Kalo yang beginian, kenapa ya orang ngeforward???

Dari survey kecil2an yang saya lakukan, didapat beberapa kesimpulan...
Pendapat terbanyak, tentu saja alasan ”iseng”. Iseng dalam pengertian, ”yaaah, apa susahnya sih, tinggal klik kanan, pilih send to all in group, copy paste, selesai!” ato... ”yaaah, daripada ga ada yang dikirim, milis sepi gini...” ato... ”pusing mikirin ah, bodo! Tinggal forward aja kok repot”...
Nah, inilah yang biasanya mengemuka. Mungkin inilah satu-satunya alasan yang ”aman” untuk diucapkan, tapi justru ”berbahaya” untuk dipraktekkan. Alasan iseng inilah yang bisa menumbuhsuburkan penyimpangan2 dalam pengopinian massa seperti yang saya tulis diatas. Bener ga???

Yang kedua... ini dia... itung2 bantu orang, atau... yaah, itung2 dakwah, atau... yaaah, itung2 nunjukin perhatian ke temen.

Dari beberapa diskusi bersama beberapa kawan, alasan2 inilah yang kemudian membuat kami membuat beberapa turunan mengenai alternatif alasan2 lain yang bisa muncul. Misalnya untuk e-mail2 yang bernada mengancam (”kalo ga ngeforward, anda akan sial!”), nah, dia ngeforward ini bisa karena setuju dengan content, atau simply karena takut sial. Untuk e-mail2 yang bernada memberi pepesan kosong (”kalo forward ini, anda akan beruntung dalam 7 hari kedepan”), nah, seseorang bisa ngeforward ini karena setuju dengan content, atau simply karena pengen beruntung, pengen duit, dsb2. Dan alternatif terakhir yang masuk dalam diskusi kami (thanks to: Ipin) adalah : ”PENCITRAAN”.

Lho? Maksudnya pencitraan?? Maksud saya adalah, misalnya untuk e-mail2 yang bernada persahabatan (”kalo lu ngeforward ini, lu best friend bangat dah”) misalnya, kemungkinannya ada 2. Pertama, dia setuju dengan content dan ingin menyampaikan salam pada sahabatnya, atau simply karena ”saya ingin dicitrakan/dilihat sebagai orang yang bisa bersahabat dengan siapa saja”. Untuk e-mail2 yang bernada bikin ga enak (”kalo lu ga forward ini, lu ga punya hati!”), bisa karena memang dia baik hati, bisa juga karena tidak ingin dicitrakan sebagai orang jahat...

Dan untuk e-mail2 atau pesan2 YM yang bernada ”relijius”, terlepas dari seseorang paham substansinya atau tidak, seseorang bisa memforward karena ia memang relijius atau memang senang berdakwah, sedang belajar untuk menjadi relijius dan ingin belajar menapaki jalan dakwah, atau simply karena... ia ingin dicitrakan sebagai seorang yang relijius...

Urusan ”pencitraan” ini nampaknya adalah alasan yang paling terselubung. Bahkan bisa jadi seseorang tidak tau atau tidak menyadari bahwa jauh di lubuh pikirannya, ia sedang berusaha melakukan hal ini. Inilah yang sebenarnya justru paling berbahaya, karena mungkin inilah yang paling berpotensi untuk menggerus sesuatu yang biasa kita sebut...keikhlasan.

Hmmmm.... YM dan e-mail... dalam hitungan detik, anda sudah bisa menjangkau seluruh dunia (yang memiliki akses internet tentunya =P )

Bagaimana dengan blog?? Bukankah blog pun adalah sebuah sarana pencitraan diri??

Seandainya di blog ini saya tidak pernah menceritakan bahwa saya merokok, dan isi tulisan saya misalnya mengutuk orang2 yang merokok... tentu anda tidak akan tau kalau saya seorang perokok bukan??? Dan pencitraan saya berhasil...

Dalam dunia maya, perkaranya seringkali bukanlah ”siapa saya”, melainkan ”siapa saya di mata orang lain..”


Bagi saya, hidup itu ......

Bagi saya, hidup itu .....

mmm....

eeeuuuu....

Bagi saya... HIDUP itu .... mmm.... APA YA ???

Monday, December 19, 2005

Kumis = Siksa Kubur ???

Oke, ini sebenernya postingan lama yang sy simpan di SideBlog... tapi, dengan beberapa modifikasi dan pembaharuan, sepertinya udah cukup buat naik pangkat ke halaman blog utama...

Pernah ke Jalan Kendal di Jakarta?
Jalan Kendal ini, letaknya di depan stasiun Sudirman dan berdekatan dengan Kawasan Menteng. Ada sesuatu yang lucu di jalan ini... Ada sekitar 20 kios kaki lima yang menjajakan makanan di tempat ini, dan percaya atau tidak, 12 diantaranya menjajakan jenis masakan yang sama dengan nama yang serupa. Menu favorit disini ternyata adalah masakan khas betawi, yaitu sate kambing, gulai, tongseng, dkk. Nama warungnya pun lucu-lucu. Ada warung H.Soleh Kumis 499, warung H.Tadjudin Kumis 469, H.Saleh Kumis, H.Anduy Kumis, H. Soleh Kumis 299 (mungkin anaknya Soleh Kumis yang pertama), Acang Kumis, Enday Kumis dan lain2 yang tak kalah berkumis... tampilan warung dibuat sama (miriiip bgt) dengan menu yang persis sama.

Kabarnya, dari tukang ojeg setempat, dulu juga pernah ada warung Hj. Siti Kumis, dengan menu serupa, tapi kemudian tutup karena tidak laku (mungkin karena pengunjungnya kecewa lantaran si pemilik warung, Hj Siti Kumis, ternyata tidak benar-benar berkumis...).

Melihat kejanggalan ini, jadi teringat dengan sinetron-sinetron jaman sekarang... Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Insyaf, Taubat, Hidayah, dan kawan-kawan sesama penyaji siksa kubur yang lain...

Pola seperti sate kumis tadi sepertinya berlaku juga untuk dunia persinetronan kita...
Menyusul kesuksesan sesaat Hidayah dan Rahasia Ilahi, kemudian muncullah sinetron-sinetron lain yang secara generik mengambil pola sama. Ada orang yang soleh, dan ada orang yang jahat yang kemudian mati dan dikerubungi belatung (dalam film, sebenernya yang ditampilin itu ulat keket, bukan belatung, mungkin karena dilihat lebih menjijikkan, tapi toh tetap disebut belatung...), mayatnya bedarah-darah, atau apapun yang bisa menggambarkan siksa kubur.
Dari segi alur cerita pun tak kalah generiknya... Hampir di tiap episode (di semua sinetron2 itu), pasti ada adegan dimana si orang jahat menolak Sholat, menghina orang Sholat, lalu ada adegan dimana ada seorang pengemis atau orang miskin yang datang meminta sedekah, lalu ditendang oleh si orang jahat. Yaaa, semacam-semacam itulah, kejahatan yang generik...

Dan semakin kesini, sama seperti rasa sate peniru yang makin lama makin jauh dari rasa sate kumis asli, kualitas per episode pun makin tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sinetron Insyaf di T***s T* misalnya, yang mengusung profil "diilhami oleh kisah-kisah nyata", dalam salah satu episodenya menayangkan judul "Si Manis Jembatan Ancol"... Lho?? kok?? berarti secara kasar si pihak produser telah mengambil asumsi bahwa legenda hantu cantik di jembatan ancol itu memang ada, dan kisahnya juga nyata... ini... eeeuuu... gimana ya??? Dan sinetron-sinetron lain pun tak kalah kurang kreatifnya. Cerita APAPUN mereka masukkan, dengan harapan sudah cukup untuk bisa disebut sebagai "sinetron religius" (orang mana yang ngasih ini istilah??) kalau diakhiri dengan pengerubutan mayat si orang jahat oleh belatung...

MUNGKIN, awalnya kemunculan sinetron2 ini adalah seperti yang sempat diutarakan oleh salah seorang teman saya... "dunia sinetron lagi pada insyaf", katanya... Benarkah? Buat saya, fenomena ini tak lebih dari menunjukkan kalau rating masih dianggap sebagai dewa, dan sifat mengekor kesuksesan tayangan yang sudah ada itu adalah sebuah cara pemujaan terhadap rating.
Apa yang dulunya MUNGKIN ingin digunakan sebagai sarana "dakwah" lewat media, sekarang tidak lebih sebagai sebuah lelucon yang biasa terdengar di gerbong-gerbong kereta (baca salah satu postingan saya : "cerita-cerita dari kereta, episode 4").

Ini tambah memuakkan lagi, ketika pada hampir selama prime time (jam 7-10), hampir semua stasiun TV menayangkan sinetron-sinetron semacam ini, yang membuat kita SETIAP memindahkan channel akan berkata... "buset dah, beginian lagi, kagak ada yang laen apa??? lama-lama muak juga nih..."

iya kan??




IYA KAN ???!!!???




NGAKU!!!


Kecenderungannya sepertinya sama saja di bangsa Indonesia ini. Kalau ada satu yang dianggap sukses, yang lain berlomba mengikuti. kalau bisa persis sama selama tidak ada yang protes. Baru-baru ini di Bandung, sepertinya sedang ada trend wiraswasta jualan burger ya? Tapi kalo diperhatikan, trend ini muncul setelah publikasi besar-besaran mengenai suksesnya seorang entrepreneur, yaitu pemilik "Burger EDAM". Betul?
Padahal syarat utama seorang entrepreneur, konon adalah kreatifitas dan berani mencoba sesuatu yang baru... Seiring dengan banyaknya pelatihan kewirausahaan di Bandung belakangan ini, para pesertanya ternyata masih hanya bisa meniru, dan berharap usahanya bisa sesukses burger edam, dengan cara menjual produk yang sama...
(hellllooooo, CRE-A-TI-VI-TY, where are you????)


Dan ternyata juga, kultur ini dimiliki semua kalangan, mulai dari para tukang sate yang mengira bahwa kesuksesan datang dari kumis, sampai kalangan agak elit, para produser sinetron yang mendewakan rating, dan (saat ini) mengira bahwa kesuksesan datang dari eksploitasi jin, tuyul, peri, bidadari, setan, hantu, gendoruwo, dan tentu saja... siksa kubur...
Jadi... bisa kita simpulkan bahwa dalam konteks ini, kumis dan siksa kubur diperlakukan sama, yaitu (diharapkan) menjadi pembawa rezeki...

Thursday, December 15, 2005

Wahai Sahabat...

Oke, ini untuk SEMUA orang yang pernah mengeluh, bertanya, curhat, dsb2 ke saya tentang kelakuan teman/sahabat mereka... atau yang mengeluh karena dikecewakan oleh teman2 mereka...

Nah, mungkin ini bisa menjadi referensi... berhubung di sekitar saya ga ada KBBI, jadi dari thefreedictionary.com aja ya =P

Friend (N) :
1. A person whom one knows, likes, and trusts.
2. A person whom one knows; an acquaintance.
3. A person with whom one is allied in a struggle or cause; a comrade.
4. One who supports, sympathizes with, or patronizes a group, cause, or movement: friends of the clean air movement.
5. Friend A member of the Society of Friends; a Quaker.
tr.v. friend�ed, friend�ing, friends Archaic
To befriend.

friendless adj.
friendless�ness n.
Word History: A friend is a lover, literally. The relationship between Latin amcus "friend" and am "I love" is clear, as is the relationship between Greek philos "friend" and phile "I love." In English, though, we have to go back a millennium before we see the verb related to friend. At that time, frond, the Old English word for "friend," was simply the present participle of the verb fron, "to love." The Germanic root behind this verb is *fr-, which meant "to like, love, be friendly to." Closely linked to these concepts is that of "peace," and in fact Germanic made a noun from this root, *frithu-, meaning exactly that. Ultimately descended from this noun are the personal names Frederick, "peaceful ruler," and Siegfried, "victory peace." The root also shows up in the name of the Germanic deity Frigg, the goddess of love, who lives on today in the word Friday, "day of Frigg," from an ancient translation of Latin Veneris dis, "day of Venus."

Thesaurus :
Noun 1. friend - a person you know well and regard with affection and trust; "he was my best friend at the university"
2. friend - an associate who provides assistance; "he's a good ally in fight"; "they were friends of the workers"
3. friend - a person with whom you are acquainted; "I have trouble remembering the names of all my acquaintances"; "we are friends of the family"
4. friend - a person who backs a politician or a team etc.; "all their supporters came out for the game"; "they are friends of the library"

Yah... kira2 begitu versi inggrisnya...
kalo versi Indonesia, friend=teman, best friend=sahabat.
nah... SEHARUSNYA... dia yang bisa disebut teman itu adalah yang memenuhi pengertian2 di atas... kalo anda merasa dikecewakan oleh teman, maka berkacalah, apa anda sendiri sudah bisa memenuhi pengertian2 di atas... dengan kata lain, apakah anda sendiri sudah pantas untuk disebut sebagai seorang "teman"?

Anyway...
mau tidak mau, untuk berteman adalah untuk siap merasa bahagia dan bersedih sekaligus...
hadapi saja nak, saat ini kita hidup di zaman munafik! zaman dimana ketulusan dan keikhlasan tidak pernah jadi ukuran, apalagi kejujuran. kalau anda bisa mendapat satu orang teman yang memang ikhlas berteman dengan anda, selamat, anda sangat beruntung! Kalau tidak, maka bersabarlah, karena itu wajar! Kalau anda sendiri termasuk orang-orang yang berteman tanpa keikhlasan... semoga anda mendapat apa yang anda cari.

yaaa... orang2 jaman sekarang, cari teman karena gengsi kalo dibilang kuper, atau ingin memperluas jaringan MLMnya, atau karena malas jalan2 sendiri, atau karena mau bikin usaha tapi kurang modal, atau supaya dapet jaringan buat nyari proyek, atau sekalian nyari jodoh, atau... ya... apapun lah...

tenang... kondisi tidak separah itu kok...
pasti ada yang namanya teman... buktinya, berkali2 anda dikecewakan teman, anda tetap mencari teman kan? teman baik/sahabat itu pasti ada... bisa jadi belum saatnya ketemu, bisa jadi sudah ketemu tapi andanya sendiri yang belum menganggap dia sebagai sahabat... Dan ini juga bukan berarti kita tidak boleh mendapat keuntungan dari persahabatan itu... contoh2nya seperti yang saya tulis di atas tadi (jodoh, proyek, atau apapun)... yang kacrut adalah kalau permulaan anda berteman atau tujuan utama anda berteman adalah untuk itu... Keuntungan hendaknya ditempatkan sebagai sebuah eksternalitas, bukan maksud dan tujuan.

tapi ya itu, seperti kata saya dulu (dan belum berubah),hari gini, pertemanan atau persahabatan adalah sesuatu yang naif. Dan kalau anda bisa percaya pada seorang teman, maka anda luar biasa naif... silakan bersiap untuk kecewa. Kekecewaan yang wajar kita rasakan kalau kita berharap dan percaya pada apapun selain Sang Pemberi Harapan itu sendiri...

Sepakat?

Monday, December 12, 2005

TIMUN !!!

oke, ini sudah keterlaluan !!!!

Seperti biasa, sabtu dan minggu lalu saya berada di Bandung... biasa... refreshing...
Yang tidak biasa adalah, tidak tanggung-tanggung saudara2, hampir SEMUA orang yang saya temui mengatakan :

-"wah, wan, tambah gendut lu!! enak ya duit hasil korupsi?" --> SETAN ALAS!! SIALAN!! Eh, salah... semoga bisa menjadi pengingat bagi saya di dunia birokrasi yang penuh kebobrokan ini, bahwa yang haram itu biasanya enak, tapi tetap haram!

-"eeeh, kang awan... agak gemukan ya??" --> set dah, dah lama ga ketemu, nanya kabar kek apa, maen langsung tembak perut aje nih...

-"eh, awan, assalamualaikum... wah, badannya jadi... (sambil memeragakan kedua tangan melebar, mirip kingkong, maksudnya, badan saya tambah lebar) --> ckckck, ni anak ketemu gw sebulan sekali aja jarang kali... bisa-bisanya dia tau saya tambah ndut...

-"Nah, mun posisi kitu, katingali pisan maneh nambah gendutna!! (nah, kalo posisi gitu, kelitan banget lu tambah gendut!)" (posisi saya sedang duduk malas, punggung bungkuk, diatas sepeda motor teman) --> mungkin karena duduknya tidak tegak, buncitnya perut jadi jelas kentara...

-"gapapa kok, biar tambah gendut juga ****(sensor nama) tetep *****(sensor satu kata sifat) kok..." ---> ya, tetep ***** sih bagus, tapi ga usah nyinggung perut dong...

-"tuh, si mas awan mah, badannya dari dulu gituuu aja, paling berubah dikit juga di perut." --> okey, okey, gw gendut! PUAS?

-"Buset dah lu wan! kalo pake baju sih masih ketutupan... lu jangan ganti baju di depan gw lagi dah! bisa mimpi buruk gw! keliatan banget gendutnya lu!!!" (seorang teman kos) --> semoga mimpi indah....

-"huahahahaha, ntu kan bajunya si **** (sensor nama, seorang teman kos yang sudah lebih dulu gendut dibanding saya) yang lu pake... pas wan, berarti badan lu udah sama ama si **** (orang yang sama)" --> tau gini gw ga minjem baju ini dah...

-dll dll...

MEMALUKAN !!! GUA HARUS DIEEEEEEETTTTT !!!!!!!

heh??
awan??
diet??

Sampai sejauh ini, hal-hal yang paling efektif membuat saya kurus adalah : OS, jadi panitia OS, studio, kabinet dan kongres KM ITB. sialnya, hal-hal itu sudah ga ada lagi dalam hidup saya... Olahraga? JANGAN TANYA!! selama di jakarta, mungkin yang paling membuat saya mengeluarkan keringat cuma kereta, tapi kata si ipin, mengeluarkan keringat ga efektif buat bikin orang jadi kurus...

Sebenarnya proses sehingga saya menjadi seperti sekarang ini... seingat saya... dimulai ketika saya ke papua selama 2 minggu pada bulan maret 2005 lalu. Tepatnya ke Kabupaten Yahukimo yang sekarang lagi bencana kelaparan. Waktu itu, hampir semua orang yang kami temui mengingatkan kami (tim surveyor) tentang bahaya malaria. dan cara termudah mencegah malaria (selain ngemil kina tentunya) adalah dengan JANGAN PERNAH membiarkan perut kosong. "Kalau perut kosong, malaria mudah masuk toh!!?? jadi bapak lapar sedikit, ah sudah, makan saja apa yang ada di depan bapak, jadi kuat toh??!!". Dan jadilah, perut kami di sana selalu diusahakan diisi, apalagi saya ga perlu memikirkan soal uang makan, segalanya ditanggung pimpro... hahahahaha!! mana makanannya?? sini saya makan toh??!!

Dan sepulang dari Papua... ya begitulah... pipi agak gendut, perut agak tembem... sangat berbeda dengan 3 minggu sebelumnya, dimana perjuangan hidup seorang mahasiswa kos-kosan masih melekat...

Dan kemarin, ketembeman perut bertambah... hanya karena 2 minggu terakhir pola hidup saya agak berubah...
29 November-1 Desember lalu, nginep di Hotel Bidakara, jadi panitia seminar... yap, makanan tersedia tanpa batas, dan enak2 pula... segala macam protein hewani dan nabati tersedia... tidak perlu saya sebutkan menunya, karena saya juga tidak tau... tapi pola itu berlangsung selama 3 hari. Yap, 3 hari di hotel, 3 hari tidak naik kereta. Setelah itu, ada selametan mbah saya karena akan pergi naik haji (doa dari saya mengiringi mbah...). Namanya selametan... yah, buat mantan anak kos, artinya tentu... MAKANAN!!!

minggu depannya, selama 3 hari 3 malam kemudian saya menginap di sebuah hotel di puncak, diminta jadi fasilitator sebuah diklat untuk kelompok2 masyarakat peduli tata ruang di bodetabek (bogor,depok, tangerang, bekasi)... itung-itung bantu teman, dan tambah pengalaman bagaimana memimpin sidang yang pesertanya bapak2 tua2 semua... jauh berbeda dengan memimpin mahasiswa ternyata... Dan, walaupun makanannya tidak seenak di bidakara, tapi konsumsi snack dan kopi tersedia tanpa batas, ditambah udara dingin yang membuat kami selalu lapar :p Seminggu itu, saya sama sekali tidak naik KRL ekonomi... Lalu sabtu minggunya ke bandung.

dan akhirnya... beginilah...

Pipi agak buncit... perut jadi semakin tembem...


Bagaimana cara diet yang baik??
Mungkin saya harus mengikuti metode teman SMA saya...

Mulai sekarang saya hanya akan makan TIMUN!!
satu timun untuk sarapan... 2 timun untuk makan siang... mungkin 2 timun juga untuk makan malam...

Haditsnya... katanya kita adalah apa yang kita makan...
Apa artinya, badan saya bakal mirip timun ya??

Yah.... mungkin penyikapan terhadap hal ini yang paling bijak adalah...
Kalau saya gendut... alhamdulillah, berarti rizki saya sedang dilancarkan...

awan?
diet?
plis deh...

Saturday, December 03, 2005

Ketika Sholat Maghrib pun Menjadi Sebuah Kemewahan (Cerita-cerita dari Kereta, episode 3)

Stasiun Manggarai Jakarta, jam 5 sore.

Para calon penumpang KRL ekonomi Jakarta Bogor sudah mulai gundah gulana gelisah tak karuan menunggu kereta yang nampaknya datang terlambat...
KRL sore memang sering terlambat, berhubung kereta-kereta ekspres sudah mulai banyak, baik yang ke bogor, ke bandung, ke jawa, kemana-mana. Akibatnya, begitu KRL datang, semua orang bergegas berebut masuk. Yap, berebut, dorong mendorong tak kenal ampun. Kadang, penumpang didalam KRL yang mau turun di Manggarai malah terdesak kembali masuk, ga bisa keluar...

"Noh, kereta noh!! (Tuh, kereta tuh!!)"
"Mana? ekspres itu mah..."
"Bukan. Kaleng! Beneran, tu kaleng yang dateng" (KRL Ekonomi memang sering disebut "kaleng" oleh para penumpang, berhubung logam material KRL yang sudah tak terawat dan banyak coret-coretan mirip kaleng kerupuk di warung-warung sekitar stasiun)

Kedatangan KRL ekonomi memang bisa dirasakan oleh para calon penumpang. Kalau ada kereta yang sudah kelihatan kepalanya, berarti itu KRL ekonomi. "Kepala" disini maksudnya adalah kepala orang-orang yang duduk atau berdiri di atap-atap gerbong KRL, dan kepala orang-orang yang bergelantungan di pintu menantang bahaya keserempet dinding peron. Kepadatan orang-orang yang bergelantungan di pintu kereta ini mungkin setara dengan kepadatan orang-orang yang berada di dalam... sama-sama saling jepit.

KRL berhenti, penumpang yang mau turun langsung berhamburan keluar, saling dorong dengan calon penumpang yang memaksa masuk. Tidak bisa tunggu menunggu layaknya angkutan normal lain (biasanya kan didahulukan yang turun dulu, baru yang naik...) berhubung kereta tak berhenti lama. Tak jarang, karena saking semangatnya, orang-orang yang turun langsung jatuh terjerembab di lantai peron begitu keluar dari desak-desakan itu. Yang paling ribet, adalah kalo ada pedagang atau orang-orang yang membawa barang bawaan besar, baik itu keranjang besar penuh mangga, salak, kereta bayi, box tivi, atau apapun yang bisa membuat orang tertimpa dan berteriak : “Sialan!! Ati-ati dong kalo bawa barang!!”. Dan dengan tenaga yang melebihi badak bercula satu di ujung kulon, sebagian calon penumpang akhirnya masuk, dan sebagian lagi gigit jari harus menunggu kereta berikutnya….

Di Manggarai, setiap sekitar pukul 5.30 dan 7.00 biasanya memang ada kereta balik. Kereta balik ini adalah KRL ekonomi dari bogor yang mengakhiri perjalanan hanya sampai Manggarai, lalu kembali ke Bogor. Tapi, kereta balik biasanya akan ngetem di manggarai sampai setengah jam (memang ketentuannya begitu, untuk mendahulukan kereta yang dari Kota/Tanah Abang). Meski begitu, karena kereta balik start dari manggarai, tentu saja kereta kosong melompong, dan kesempatan untuk dapat tempat duduk jadi terbuka lebar. Akibatnya, dorong-mendorong, saling sikut, tendang, dan saling menjatuhkan tetap terjadi di kereta balik ini. Begitu ada kereta balik masuk, sebelum kereta berhenti total, orang-orang sudah mulai berloncatan masuk demi tempat duduk. Ketika kereta mulai berhenti total, para pedagang di stasiun akan berteriak : ”satu.... dua...SERBUUUUU!!!!!!”. Dan benar saja, para calon penumpang, secara denotatif, benar-benar menyerbu pintu masuk, saling desak, saling tendang (dikit), sikut sana-sini agar dapat tempat duduk. So pasti, setiap hari ada saja orang yang terpaksa mencium lantai gerbong kereta balik... Disinilah bisa kita lihat kesetaraan gender dan emansipasi wanita secara ekstrim. Tidak ada perbedaan antara pria-wanita, sama-sama saling sikut, dan ga ada istilahnya pria mengalah pada wanita dalam hal tempat duduk ! (kecuali si wanita itu cantik luar biasa atau ibu-ibu tua atau ibu-ibu yang membawa anak kecil digendong). Yaaah, tapi ada saja orang baik yang gantian duduknya setelah sampai Pasar Minggu atau Depok Baru.

Saya sendiri, mau naik kereta balik atau kereta sarden dari Jakarta, tetap GA PERNAH dapet kursi, karena malas berdesakan dengan kaum wanita (walaupun sebenarnya cukup mengasyikkan, hehe). Dan lagi, biasanya saya beserta segolongan penumpang lain tetap memilih kereta sarden dari Jakarta dibanding menunggu kereta balik berangkat jam 6 sore, berhubung sudah kebelet ingin pulang cepat-cepat...

Singkat cerita (SEGINI SINGKAT???!!), di dalam gerbong, hhhhmmmm, gimana mendeskripsikannya ya?? Gini deh, suka lari pagi atau olah raga? Nah, bayangkan anda lari pagi jam 11 siang di Lapangan Bola Sabuga selama 1 jam atau 1 jam setengah. Setelah itu, buka baju anda yang masih basah oleh keringat, dan bekapkan di muka anda! Nah, kira-kira seperti itulah baunya! Kalau anda bisa menahan pose itu selama kurang lebih 1 jam, baru anda boleh naik kereta sore. Karena kalau anda tidak tahan, bisa dijamin anda akan muntah, atau minimal ga tahan dan turun di stasiun Cawang atau Pasar Minggu. Yap, setiap hari pasti ada saja yang muntah di semua KRL ekonomi jakarta bogor. Yang tidak pasti cuma di gerbong mananya, siapa orangnya, dan siapa orang apes di sebelahnya yang terpaksa kena muntahan... Biasanya, orang-orang yang muntah ini adalah : orang yang baru/tidak biasa naik kereta, atau orang yang belum makan siang sehingga perutnya kosong, atau orang yang terlalu banyak makan sejam sebelumnya, atau orang yang terlalu capek, atau orang yang memang sedang masuk angin.

Kepadatan di dalam gerbong? Yaaah, tau lah saya bakal bilang apa... Kalau di kereta pagi, kepadatan 12 jiwa/meter persegi adalah kepadatan puncak, maka di kereta sore, itu adalah kepadatan MINIMAL. Kepadatan puncak mungkin bisa mencapai 15-16 orang per meter persegi... Loh, masa sih? Segitu sih buat kaki aja ga cukup! Ya siapa bilang anda akan bisa berdiri dengan dua kaki secara normal? Beruntunglah kalau anda cukup tinggi, karena kepala anda bisa menghirup udara lebih bebas. Tapi kalau anda seorang wanita atau berukuran kurang dari atau sama dengan 160 cm, bersiap-siaplah berada dalam kondisi dimana kepala anda menempel dengan punggung orang di depan dan ketiak orang di belakang... Bau? Tahan!

Soal keringat, tak perlu diragukan lagi... Seringkali, ketika saya sampai di Bojong, baru saya perhatikan kalau baju saya yang coklat muda tiba-tiba sudah berganti warna total menjadi coklat tua seperti kalau saya sedang berjalan tanpa payung dalam kondisi hujan badai. Keringat itu bukan milik saya semata. Lebih banyak keringat orang-orang yang menempel dengan tubuh saya... Tapi alhamdulillah, mungkin kereta sore adalah tempat dimana anda akan sangat banyak mendengar asma Allah disebut, dan istighfar bersahutan... ”Masya Allah, panasnya...”, ”astaghfirullah”, ”Ya Allah ya rabbi, banyak amat sih orang?”, dsb-dsb... Masyarakat kereta memang cukup religius ternyata...

Seorang pria kereta pernah berkata... ”yaaah, terima aja pak, sesama saudara... kita semua udah besodara disini...”. ”Sodara bagemana maksudnya?” ”sodara satu keringet, bukan satu darah lagi... satu keringet...”. Benar... kami semua bersaudara... dan mungkin persaudaraan senasib sependeritaan itu adalah ikatan terkuat kedua setelah persaudaraan sedarah.
Orang kereta saling memperhatikan satu sama lain. Kalau ada satu orang kecopetan dan copetnya ketangkep, maka sebagai saudara, satu gerbong akan turut menggebuki si copet (kecuali kalo ga ketauan). Kalau ada saudara perempuan yang terlihat pegal, seorang saudara laki-laki biasanya akan memberikan tempat duduknya...dan tanpa perlu meminta maaf, orang-orang kereta akan secara otomatis memaafkan (memaklumi) saudaranya yang mendorong atau menyikutnya untuk mendapat udara lebih atau sekedar ingin masuk/keluar kereta... kami memang bersaudara. Titik.

Berbuka puasa kemudian juga adalah suasana yang penuh kehangatan persaudaraan. Pada bulan Ramadhan lalu misalnya... mungkin kereta adalah tempat terhangat kedua setelah rumah saya sendiri dimana saya merasakan kehangatan kekeluargaan saat berbuka puasa... Berbagai cerita dan legenda terlintas saat bulan puasa ini. Mulai dari seorang bapak yang membawa sekantung besar aqua gelas untuk dibagikan ke penumpang lain, atau seorang bapak yang membawa banyak kue untuk dibagikan sebagai hidangan berbuka, sampai seorang tukang jeruk yang mengikhlaskan sekitar 25 buah jeruknya yang masih tersisa untuk orang-orang berbuka secara gratis... Seorang pedagang yang bersedekah pada penumpang lain, karena mereka tau, di kereta, tidak ada yang lebih kaya atau lebih miskin... semua bersaudara.

Dan saya pun beberapa kali menerima kehangatan keikhlasan itu saat berbuka di kereta. Pernah saat saya sedang puasa sunnah, orang di sebelah saya bertanya apakah saya puasa dan merasa kasihan karena tidak ada tukang aqua yang lewat sehingga saya belum bisa berbuka (mungkin orang itu curiga karena muka saya mulai pucat karena lelah berdiri)... ia lalu memberikan aquanya pada saya. Terima kasih pak... Tidak ada liputan televisi, tidak ada gembar-gembor amal sedekah ke panti-panti, tidak ada khotbah mengenai pentingnya beramal atau bahwa perbuatannya itu adalah atas nama kesalehan... di kereta tidak ada basa-basi. Hanya memberi dengan ikhlas, lalu kembali diam setelah berterima kasih... Amal adalah sesuatu yang wajar, tidak perlu ditambah-tambah dengan omongan, khotbah, atau ucapan terima kasih yang berlebihan yang malah bisa menjadi riya’ bagi orang yang beramal. Meski begitu, bersiap-siaplah menunda saat berbuka sampai stasiun UI atau Depok baru... karena mungkin baru di stasiun itulah anda bisa bergerak agak bebas, atau sekedar menurunkan tangan dari pegangan...

”Aqua pak... aquanya yang belum.... udah maghrib nih... yang udah juga siapa tau mau tambah... aquanya pak”
di ujung lain... ”aquanya pak, aqua prutang aqua”
di tengah gerbong... ”aquanya pak, prutang-prutang aqua”
di dekat pintu... ”aquanya pak...”
pedagang aqua lain... ”buset, kalo bulan puasa kok tukang aqua semua ya???”
penumpang... ”tukang tahu mana sih? Lapar gw”
pedagang lain, baru masuk dari gerbong sebelah... ”aqua pak...”
penumpang... ”udah banyak! noh ada 5 di tengah gerbong kagak bisa lewat, padet, aqua semua! Panggilin tukang tahu tong!”

Anyway, berlalu dari bulan Ramadhan, suasana kembali ”normal” dari invasi tukang aqua dan prutang (frutang, red.).

Stasiun Cawang dan Tebet mungkin adalah 2 stasiun kecil yang abnormal, karena jumlah calon penumpangnya hampir sama banyaknya dengan Manggarai. Dorong mendorong yang kuat akan terjadi di 2 stasiun ini... Siap-siap berpegangan kuat !!!!!

”buset dah, yang turun 3 yang naek 30”
”astaghfirullah, pada makan apa ya? Dorongnya kuat amat??”
”set dah bu, pelan2 aja dorongnya! Kejepet nih!”
”Masya Allah, dorong teruuuss!!!”
adalah ucapan2 yang kerap terdengar di 2 stasiun ini. Kepadatan puncak akan terjadi selepas stasiun Cawang sampai kira-kira Lenteng Agung atau UI. Kalau selepas Cawang anda masih bisa berdiri normal, berarti kereta sedang ”kosong”.

Stasiun Depok Baru... seperti biasa, akan terdengar suara dari penjaga stasiun untuk berhati-hati terhadap ”tangan-tangan jahil, copet dan jambret yang berdesakan di pintu”. Penumpang yang turun di stasiun Depok Baru ini memang sangat banyak, mungkin bisa sebanyak penumpang Bogor, atau mencapai 1/3 dari jumlah penumpang KRL. Orang-orang biasanya sudah mulai bersiap turun mulai dari Univ.Pancasila, UI dan Pondok Cina, dan berbaris sampai tengah gerbong. Ketika sampai Depok Baru, anda akan mendengar ucapan dari para penumpang yang tidak turun di Depok Baru : ”yak, yang punya Depok, yang punya Depok, siap-siap!” atau sekali lagi... ”satu.... dua... SERBUUUUU!!!!” karena memang penumpang akan menyerbu keluar (kereta tak berhenti lama lagi). Arus dorong-mendorong keluar ini mirip dengan gerak peristaltik di kerongkongan untuk mendorong makanan masuk ke lambung, dan getaran atau pengaruhnya akan dirasakan di seluruh gerbong, tak terkecuali di tengah gerbong pun, penumpang yang berdiri pasti akan terdorong dengan kuat.

Kesulitan untuk keluar ini biasanya disebabkan oleh para penumpang yang bergelantungan di pintu sehingga menghalangi mereka yang mau keluar. Biasanya orang-orang yang marah akan berteriak... ”udeh, dorong aja tuh yang di pintu!!!” atau ”woy, yang di pintu!!! Minggir!!!” dan sebagainya yang memaki-maki orang-orang di pintu.

Selepas Depok Baru... KRL lebih manusiawi...dan arus penumpang keluar yang cukup besar kemudian akan terjadi lagi di Bojonggede. Karena jumlah penduduk Bojong yang banyak menggunakan KRL inilah, maka beberapa tahun belakangan muncul Bojes (Bojong Ekspres) yang jumlah penumpangnya ternyata memang hampir bisa menyaingi Boges (Bogor Ekspres). Boges dan Bojes adalah 2 istilah yang baru muncul setelah booming AFI 2005 di I**o***r.

Para petugas pemeriksa karcis mulai beraksi, karena tubuh mereka sekarang sudah bisa melewati kepadatan penumpang... Orang-orang mulai memberi karcis yang diminta untuk dibolongi petugas. Beberapa yang pura-pura tidur terpaksa dibangunkan oleh petugas tersebut. Beberapa penumpang yang tidak punya karcis terlihat menyelipkan selembar atau 2 lembar uang seribu rupiahan pada tangan pak petugas. Uang masuk saku, lalu petugas berlalu... sebuah kewajaran dan kemakluman akan terjadi... yah, berapa sih uang yang dimiliki penumpang KRL untuk bisa bayar denda? Atau berapa sih gaji seorang petugas pemeriksa karcis sehingga kita bisa berteriak bahwa hal itu adalah sebuah pungli? Pemakluman yang menyakitkan...bila mengingat banyaknya koruptor milyaran rupiah yang melangkah bebas di bumi republik ini.

”Abu pak!” jawab seorang penumpang, dan si petugas berlalu. ”Abu” adalah singkatan untuk abudemen, karcis terusan kereta seharga 60 ribu rupiah untuk trayek Jakarta Bogor selama 1 bulan. Biasanya para petugas sudah mengenali orang-orang ber-abu ini. ”Abu pak!” jawab seorang penumpang ragu2... ”Mana abu?”, ”mmm, ada pak di tas, susah ngambilnya.”, ”Mana coba liat?”..... si penumpang mengalah, karena dia memang tidak punya abudemen, dan menyelipkan 2 ribu rupiah ke tangan si petugas... ada-ada aja orang nih...

Yaah...bernafas lega... Selepas Citayam sampai Bogor, para penumpang yang merokok akan meninggalkan tempat duduk mereka dan berdiri di dekat pintu... menyalakan rokok dan mulai menghisapnya dalam-dalam... sedalam lautan. Merokok di tengah guyuran keringat di tubuh dipadukan dengan angin dingin Kabupaten Bogor adalah kenikmatan yang teramat sangat bagi seorang perokok... Rokok kretek sekualitas Djarum Coklat 76 bahkan terasa nikmat disini. Tidak ada yang protes, toh mereka juga biasanya urung merokok kalau di sebelah mereka ada wanita atau anak kecil. Kami (para perokok) juga punya hati...dan sedikit otak. Tidak ada yang protes, karena semua memahami bahwa kepenatan yang dirasakan adalah luar biasa... sebagian menghilangkannya dengan tidur, sebagian dengan aqua, sebagian dengan tahu sumedang, dan sebagian dengan rokok... semuanya saling menghormati satu sama lain.

Ketika sampai Citayam ternyata hujan turun... maka lengkaplah sudah cobaan para penumpang kereta... setelah basah berpanas-panas dengan keringat, sekarang basah berdingin-dingin dengan air hujan yang menyerbu gerbong melalui pintu-pintu dan jendela yang biasanya menjadi sahabat penumpang karena menjadi tempat masuknya angin. Semua bergeser ke tengah gerbong sambil berdiri... kursi-kursi kosong, dan hanya diisi oleh orang-orang yang saking lelahnya, tidak peduli lagi dengan air hujan yang mulai membasahi kursi-kursi sekaligus tubuhnya.

Setelah semua itu... ternyata semua masih bisa berucap ”alhamdulillah” ketika kami menjejakkan kaki di peron stasiun Bogor... semua bersyukur karena walaupun dengan perjuangan, semua bisa pulang, semua bisa memparipurnakan jihadnya hari itu... berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah, yang menjadi alasan mereka berjuang setiap hari.

Pukul 7 kurang 15. Masih sempat untuk Sholat Maghrib... Puluhan penumpang, baik pria maupun wanita, berlari-lari kecil menuju mushola stasiun Bogor. Cepat-cepat karena takut adzan isya keburu datang.

Sholat maghrib adalah sesuatu yang langka bagi para penumpang kereta sore ini. Penumpang kereta balik, atau penumpang kereta pukul setengah 6 yang turun di Bogor biasanya tidak akan sempat untuk sholat Maghrib tepat waktu. Menjama’ sholat adalah sesuatu yang lumrah bagi kami.

Seorang teman saya, Dani MM, pernah berkata pada saya ketika saya menanyakan perihal jama’ menjama’ sholat ini. Kira-kira ia menjawab begini... ”wan, kalo lu ada tamu ke rumah lu, lu suguhin, lu lebih seneng kalo suguhan lu itu diterima ato ga diterima?”. ”diterima”. ”Nah, katanya sih, Allah senang dengan orang2 yang melakukan perjalanan. Para musafir itu adalah tamu Allah, dan menjama’ Sholat itu adalah jamuan Allah untuk tamu-tamu itu”.

Yaah...mungkin benar (berhubung saya tidak tahu dalilnya atau apakah hadits itu shahih atau tidak). Tapi, kalaupun benar... Bagi kami, para penumpang kereta, kerinduan itu selalu ada. Kerinduan untuk bisa menyapa Sang Kekasih dalam forum wajib minimal 5 kali sehari. Kerinduan untuk mengambil air wudhu dalam rangka Sholat Wajib 5 kali sehari. Kerinduan untuk melapor dan berdo’a... ”Ya Allah, demikian jihadku hari ini, semoga Engkau merahmati, dan bisa menjadi barokah bagiku dan keluargaku...”. Kerinduan untuk bisa Sholat Sunnah 2 rakaat setelah Maghrib, kerinduan untuk tilawah sambil menunggu datangnya adzan isya... Kerinduan yang mendorong setiap penumpang untuk berusaha menaiki kereta jam 5 atau 5.20... hanya supaya, setidaknya 1 atau 2 kali dalam seminggu, bisa bersholat Maghrib pada waktunya secara berjamaah...

Dan mushola stasiun adalah salah satu tempat dimana saya bisa merasakan getaran ketika sholat maghrib... lebih dari ketika bersholat di Masjid Salman atau Istiqlal sekalipun... tidak, getaran ini lain... Aura orang-orang yang ikhlas menunda waktu pulangnya sekitar 15 menit di stasiun untuk sholat. Bau keringat yang tiba-tiba menjadi wangi ketika berbaur dengan kesejukan air wudhu...Kekhusyukan para jama’ah...dan senyum ikhlas yang memancar dari wajah-wajah penuh cahaya ketika kami berjabatan tangan sebelum meninggalkan tempat sholat... Beda, semuanya terasa berbeda... Kepenatan seketika hilang, panas keringat tak lagi kami rasakan... dan hanya kesejukan yang mengisi hati kami... Alhamdulillah, hari ini kami bisa sholat Maghrib... maafkan kami ya Allah, karena tidak mengambil jamuanMu karena rindu yang tak tertahan...

Setelah sholat, meskipun sebagian jama’ah masih belum puas, ingin memanjatkan doa dan berdzikir, ingin rawatib, tapi semuanya dengan ikhlas bergegas meninggalkan tempat sholat ketika orang-orang di belakang kami mulai melantunkan iqamah untuk memulai shalat berjamaah berikutnya. Semua ikhlas, semua sadar, bahwa kerinduan bukan milik kami saja, dan mempercepat perpaduan kasih kami dengan Sang Khalik adalah sebuah amal, agar orang-orang di belakang kami juga bisa segera memadu kasih dengan Allah. Sebuah sholat Maghrib yang singkat, tanpa surat-surat atau cara baca yang dipanjang-panjangkan atau difasih-fasihkan. Tidak ada basa-basi, dan tidak diperlukan adanya pengakuan atau pencitraan kesalehan. Biarlah Allah, Rasulullah, dan orang-orang saleh yang menilai...

Kami pulang... dan besok pagi, kami akan kembali, insya Allah...

Monday, November 28, 2005

Pilih mana? ngomong "alhamdulillah..." atau "kacrut !" ???

yap, sebuah pagi yang biasa di Kota Bandung...

Sejak setengah tahun terakhir pada tahun pertama kuliah, saat masih gundul baru selesai di-OS, ritual pagi di Bandung buat saya masih belum berubah, dan tidak pernah kehilangan kenikmatannya...

Sebatang Dji Sam Soe, satu mug kopi kental racikan sendiri (kadang tambah susu kalau sedang lapar), dan sepotong roti seharga 500 perak dari warung di sebelah kosan (isi roti disesuaikan dengan yang tersedia di warung, kadang-kadang kalau roti habis bisa diganti dengan bakpia isi keju yang harganya sama, 500 perak). Semua itu dinikmati dalam waktu kurang lebih setengah jam setelah sholat subuh dan olah raga pagi (jalan kaki ke warung di sebelah kosan), sambil menonton acara-acara ga jelas di tipi atau duduk di luar menikmati hawa dingin yang mulai merayap naik (ini kalo bangunnya pagi, sebelum jam setengah 6. Kalo bangunnya siang, menikmati pemandangan keluarnya anak2 kosan sebelah yang khusus perempuan untuk pergi kuliah, sebelum menyadari kalo ternyata saya sendiri udah telat buat kuliah pagi, sekali lagi, dan lagi-lagi...telat...). Kadang memeluk gitar sambil memetik senar-senarnya dengan lembut juga jadi pelengkap. Menyanyi agak kurang bisa dinikmati, berhubung pita suara dan tenggorokan masih mengkerut sisa dinginnya udara malam... yap, itulah sarapan saya setiap pagi waktu masih kuliah di Bandung... Ini sebabnya saya paling merasa aneh kalo ada orang yang sarapannya nasi atau makan berat lainnya...

Aaahh... pagi yang indah... salah satu sebab kenapa saya selalu merindukan bandung, dan biasanya setiap akhir pekan masih bulak balik jakarta-bandung, adalah ingin merasakan lagi pagi seperti itu, walaupun hanya 2 hari (sabtu dan minggu)... salah satu suasana yang pas untuk dapat inspirasi, dan cara yang efektif untuk mendorong perut supaya cepat mulas (perpaduan antara kehangatan kopi, kentalnya asap rokok, dan dinginnya angin pagi di bandung yang masuk ke pusar...).

Tapi pagi ini... masih di Bandung... semuanya berubah dalam sekejap....

Semua hanya karena... INI HARI SENIN !!!!

Pulang malam dari ujung berung ke Dago, baru sampai ke rumah jam setengah 11, hati ini ga kuasa menahan keinginan main NBA Live di komputernya si fahmi, padahal besok subuh harus ke Jakarta, kalau bisa naek kereta parahyangan jam 4, paling lambat jam 5, dan kereta parahyangan jam 6 adalah bencana, karena terlalu ngepas! Pasalnya, hari ini saya harus presentasi didepan direktur POD (pak Dedy), jajaran kasubdit di direktorat POD (mami, papi, dan oom), dan kawan-kawannya... Mitra kerja menyusun bahan presentasi di tempat lain, sehingga harus ada koordinasi dulu sebelum presentasi! Yang lebih parah adalah, presentasinya belum jelas jam berapa!!! (disesuaikan dengan jadwal bapak2 dan ibu hari ini...).

Mestinya tadi malam saya bertindak cepat, sesuai rencana yang telah saya buat, nyalakan komputer fahmi, burn file2 bahan presentasi yang sudah diketik 2 hari sebelumnya, JANGAN MELIRIK ICON NBA-Live, dan segera pergi tidur supaya bisa tidur dengan nyaman, bangun jam setengah 3, sarapan (sesuai ritual, dan sambil manasin air), mandi air hangat, pergi ke stasiun jam 3.15 subuh, pesan kereta, kereta berangkat jam 4 pas, sholat subuh di kursi kereta, sampai jakarta jam 7 (paling lambat jam setengah 8 lah), sampai kantor cek e-mail dulu, siapkan bahan2 yang belum selesai diketik sampai jam 9an, lalu koordinasi dengan mitra kerja saya, dan jam 11 semestinya kami sudah siap untuk presentasi pukul berapapun!!! Ya, namanya juga alumnus planologi ITB, sejak dulu saya sadari, saya seorang PERENCANA YANG HEBAT !!!!!!

Tapi ternyata...
Manusia seperti saya bisa berencana kapan saja... dan bisa melanggar rencana saya sendiri itu kapan saja... hiks...

KESALAHAN PERTAMA adalah ketika tadi malam baru sampai rumah, jam setengah 11, menyalakan komputer fahmi, ICON PERTAMA yang menggantung di mata saya adalah... NBA-Live... dan saya tergoda, oleh godaan syaitan yang terkutuk, untuk main NBA-Live, sampai lupa waktu. Begitu saya melihat HP saya, ternyata sudah jam... SATU !! "Kampring!!"

Keputusan langsung saya ambil (yang ternyata menjadi KESALAHAN KEDUA saya). "Burn CD-nya besok subuh aja, sambil sarapan (soalnya agak lama nih), sekarang langsung tidur!!!"

Alarm di HP langsung saya stel, jam setengah 3! langsung naik tempat tidur, dan letakkan HP di sebelah kepala. lalu tidur... nyenyak... nyenyak sekali...

tiba-tiba, kepala saya bergetar... bergetar hebat... saya terbangun dengan malas... ternyata HP yang bergetar-getar, ada yang menelpon... "jam segini?", pikir saya.

"Assalamualaikum..."
"wa'alaikum salam... Wan, udah nyampe mana? udah di kereta kan?"
"Ha???"

saya masih belum sadar apa yang terjadi, sampai saya menyadari ada seberkas cahaya yang masuk ke kamar saya melalui jendela... CAHAYA MATAHARI !!!! ini jam 6.15 !!!

"......" (tidak mampu bereaksi... terbayang sudah presentasi yang hancur siang ini...)

KESALAHAN KETIGA saya ternyata adalah... sehebat apapun HP saya menggetarkan kepala saya jam setengah 3 tadi, SAYA TIDAK BANGUN! atau... saya bangun, mematikan alarmnya, lalu tidur lagi tanpa sadar (wallahualam).

Suara di telpon berusaha memberi harapan...

"Ha? Baru bangun? tenang yah, tenang !!! Ntar di-sms-in jadwal kereta!"

SMS masuk, ada kereta jam setengah 9, parahyangan... ada alternatif lain, ArgoGede jam setengah 8. Selisih 35 ribu... untuk presentasi, menyelesaikan pekerjaan, dan menyelamatkan integritas (kalau masih ada) !! SAYA HARUS NAIK ARGOGEDE ITU !!!!

kopi dan rokok tinggal angan-angan... selamat tinggal ritual pagi... =((

Sholat subuh (dengan ditemani matahari pagi) selesai! Langsung mandi!!!

ternyata... si teteh lagi nyuci baju di kamar mandi... TIDAAAAKKKK!!!

"teh, punten, harus mandi sekarang nih"
"eeeh, mas awan, teu didamel? di Bandung keneh ? (eeeh, mas awan, ga kerja? masih di Bandung?)"
"Justru itu teh! saya harus mandi sekarang... punten pisan..."

Seluruh proses yang tidak perlu saya ceritakan disini selesai pada pukul 07.00, dan saya siap berangkat pukul 07.05 WIB.

Sebuah pikiran bodoh terlintas... "Sekarang saya tau apa yang ada di dalam pikirannya Nicolas Saputra saat memerankan Joni dalam Janji Joni"
dan kebodohan itu terwujud...

LARI PERTAMA dimulai dari depan pintu ke perempatan terdekat yang ada ojegnya. Naik ojeg 2000 rupiah sampai depan jalan Bangbayang. "Angkot tercepat yang bisa mencapai Stasiun dari sini adalah angkot Dago-Stasiun", pikir saya. Ternyata, mungkin berhubung hari senin, kemacetan terjadi mulai dari simpang sampai depan Bangbayang, dan tidak ada satupun angkot Dago-Stasiun, yang ada Kelapa-Dago.

LARI KEDUA kemudian dimulai dari bibir jalan Bangbayang sampai ke pasar Simpang, cukup dekat, tapi cukup ngos-ngosan karena tidak sempat sarapan.

Dengan sigap saya melompat ke dalam Angkot Caringin Sedang Serang yang baru saja mau pindah ke gigi 2 setelah menurunkan penumpang di pasar Simpang...
"Saya tidak akan sempat..." pikir saya... entah berapa kali saya beristigfar dalam angkot itu, sambil mengutuk NBA Live di komputer Fahmi...

Subhanallah, jalan tidak macet, dan si supir ngebut!! (sepertinya dia juga lagi terburu-buru, mungkin ingin buang air kecil, atau mungkin juga dia bisa telepati, karena didalam otak saya beberapa kali terlintas sebuah pikiran... "kalo ni supir ngebut dan gw selamat sampe stasiun sebelom setengah 8, ni supir gw bayar 5 rebu deh, kalo perlu 10 rebu"). Satu-satunya halangan adalah anak2 mahasiswa yang turun di kampus tercinta untuk kuliah pagi, sehingga menghambat laju angkot.

Dan ternyata benar, 7.18 WIB, angkot berbelok ke arah RS Mata Cicendo. Sangat cepat !!! Tapi ternyata, tepat didepan RS Mata Cicendo, MACET!!! mungkin macetnya sampai stasiun...

"Sialan! tinggal 1 belokan lagi!!"

LARI KETIGA kemudian dimulai dari depan RS Cicendo sampai Stasiun Bandung.... Secepat apa saya tidak tahu, tapi mengingat kemeja dan celana saya sama2 berwarna hitam legam (ditambah jaket dan tas yang juga hitam), mungkin saya hanya terlihat seperti bayangan yang berkelebat di trotoar...

07.29 WIB! Gerbang Stasiun!
Lari lebih cepat!!!

07.31!! depan loket ArgoGede....
alhamdulillah.... sepertinya saya pembeli terakhir, terdengar panggilan TERAKHIR untuk penumpang Argogede jam 07.30... LARI KEEMPAT, menuju gerbong empat di kereta, kursi 8-B!

"Wah, gimana sih ni kereta, perginya terlambat 5 menit... ckckck... hehe, alhamdulillah, terima kasih Allah"

Jakarta, 10.30 WIB :
"ojeg mas?"
"....." (biar cepat lah!) "ke Taman Suropati berapa?"
"Taman Suropati ya? 15 deh!"
"HAH!!?! Emang bensin udah jadi 10 rebu??"
"yah, mas, 10 ribu deh?"
"...." (biar cepat lah!) "oke"

Ruang ILGR, Bappenas, 10.40 WIB, integritas saya terselamatkan... rekan kerja saya belum datang, dan para petinggi belum menelpon untuk mencari saya... cepat ! segera masukkan CDnya, lalu perbaiki yang belum selesai, lalu bikin presentasi, lalu... blablabla, lalu...

"CD??? GW LUPA NGE-BURN CD!!!!"

lemas... sia-sia sudah ketikan 2 hari...

TIDAK!!! SAYA HARUS BERJUANG!!!

SMS masuk, dari rekan kerja, "wan, kita presentasi jam 2! bahan2 saya kirim via e-mail ya, saya datang jam setengah 2!"
Wah, berarti tidak bisa koordinasi, tapi gapapa, berarti ada waktu untuk mengetik ulang sebisanya.

saya ketik ulang semuanya, harus bisa... dan jari ini tidak berhenti menari sampai jam setengah 2, sampai tiba2 ada telpon untuk saya... seorang petinggi mencari saya... "mampus gw, belom beres, teman belom datang pula"

"halo pak?"
"halo, wan? gimana persiapan presentasinya?"
(glek) "siap pak" (tangan menggeplak jidat... "mati gw")
"blablabla"
"blablabla"
"iya nih wan, lagi pada di daerah, cuma ada saya doang, presentasinya diundur ajalah, minggu depan kayanya baru pada ada lagi... kamu benerin aja lagi ya.."
"..."
blablablabla
blablabla

Berhubung sebelum menulis postingan ini, saya baca postingan si Kendi (www.maryandi.blogspot.com) tentang sepak bola dan kehidupan... saya sepakat sama kendi, hidup ini kadang-kadang sama dengan sepakbola. sekarang ini mungkin analoginya, saya sedang mencoba menembak bola ke gawang, ketika hampir gol, ternyata gawangnya dipindah orang!! tapi alhamdulillah juga, karena sebenarnya, bola yang mau saya tendang itu sebenarnya masih kempes, belum sempat dipompa, paling-paling kalo saya tendang juga bakal ketangkep sama kiper...

Pilih mana? ngomong "alhamdulillah..." atau "kacrut!!" ???

Senin, 28 November 2005!!!

Friday, November 25, 2005

Seorang Wanita Yang Luar Biasa, Sungguh Luar Biasa... (salah satu tulisan yang agak ngelantur kemana-mana)


Aaah... seorang wanita yang luar biasa...
sungguh luar biasa...

ketika SMA dulu, pada masa jahiliyah pribadi... Saya agak bingung juga, untuk apa punya agama, karena toh surga dan neraka juga belum tentu ada... lagi pula, orang sabar memang disayang Tuhan, tapi diinjak orang... Jadi, ketimbang mengikuti agama yang mengajarkan untuk sabar, lebih baik tidak ambil pusing...

Sampai suatu ketika saya ke Gramedia Bogor, dan (seperti biasa) membaca-baca tanpa membeli, sampai tiba-tiba saya membaca baris-baris kalimat ini...

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu,
karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalam neraka.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
campakkanlah aku dari dalam surga.
Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau,
janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu,
yang Abadi kepadaku.


Rabi'ah al Adawiyah... wanita yang luar biasa, sungguh luar biasa... Ketika ia membawa sebuah obor dan berkata akan membakar surga, serta ingin membekukan neraka... karena memang, orang-orang seperti saya, mungkin lebih mencintai surga ketimbang Allah, lebih menakuti neraka dibanding mencintai Allah, dan lebih sombong untuk berkata-kata bijak ketimbang mengakui bahwa hanya Allah yang Mahatahu... Kebijakan yang dipaksakan.

Seingat saya, ketika membaca bait2 itu... reaksi saya adalah... tidak, seingat saya, saya tidak bisa bereaksi apa-apa... hanya kaki saja yang bergetar-getar, ga jelas karena kalimat-kalimat itu atau AC-nya yang terlalu dingin...
Tapi yang jelas, memang kata-kata itulah yang membuat saya tidak bisa tidur malam itu, dan, untuk pertama kalinya dalam hidup, ingin belajar Sholat.

Dan tokoh ini pulalah yang kemudian mengantarkan ketertarikan saya pada Rumi dan Al-Ghazali. Jalaluddin Rumi mungkin lebih dekat pada Rabi'ah, dalam hal aliran pemikiran mahabbatullahnya (cinta/mahabbah ilahi). Tapi Al-Ghazali, secara inovatif, telah selangkah lebih maju dengan usahanya mengembalikan ajaran-ajaran sufistik pada rel dan koridor syariat. Usaha yang tidak sia-sia, karena Al-Ghazali kemudian menjadi salah satu rujukan yang mampu tampil secara umum di hampir semua aliran. Baik yang kagum dengan tassawuf maupun yang secara text-book menjalankan syariat berdasarkan tulisan dan bukan konteks (frase yang muncul dari perbincangan beberapa hari yang lalu dengan seorang sahabat saya yang kampring, Adi Nugroho Onggoboyo, dengan tajuk perbincangan : "Kebimbangan-kebimbangan Spiritual"), Al-Ghazali tetap mampu tampil sebagai salah satu referensi.

Membaca buku-buku ketiga orang tokoh besar ini pada minggu-minggu setelah syair-syair Rabi'ah tadi terngiang di telinga, adalah masa-masa yang mungkin paling indah dalam hidup saya. Ya, setidaknya saat itulah saat pertama AKHIRNYA saya membeli buku di Gramed diluar buku pelajaran yang disuruh guru. Masnawi dan Diwan Syams-i Tabriz dari Rumi menjadi pilihan pertama saya ketika itu. Dan memang, getaran yang terasa dari dunia sufistik, berbeda dari getaran lain yang pernah saya rasakan sebelumnya. Membaca keekstriman, konsistensi, dan kecintaan mereka yang besar terhadap Allahnya, adalah sebuah pengalaman yang mengguncangkan.

Anda pernah merasa tiba-tiba ada hawa dingin yang muncul di perut? hawa itu kemudian seperti menyebar, menjalar ke seluruh tubuh, dan sampai di ubun-ubun kepala bersamaan dengan sampainya hawa itu di ujung jari kaki... berulang kali. Seluruh bulu kuduk kemudian terasa berdiri, rambut di kepala anda terasa kaku, dan anda merasakan kedinginan yang amat sangat di dalam tubuh anda hingga tanpa kuasa anda tahan, seluruh tubuh anda akan bergetar dengan hebat... Seiring setelah getaran itu berakhir, ada sebuah tekanan luar biasa pada sebuah titik diantara kedua mata anda, dan tiba-tiba anda hanya akan merasa... nyaman... begitu nyaman dan tenang dalam hati anda, sehingga satu-satunya kata yang akan keluar dari mulut anda adalah... Subhanallah...

Kejadian semacam itu sebenarnya seringkali saya rasakan ketika dulu pernah belajar beberapa metoda meditasi dan hipnotis diri, yang pada dasarnya juga berusaha mengejar tahap trance itu. Tapi ini lain... ini terjadi bukan dalam alam meditasi/bawah sadar. Ini terjadi justru ketika anda sedang sadar, dan anda tiba-tiba akan merasa sedang berlari mengejar sebuah titik eksistensi, titik kesadaran tertinggi sebagai seorang manusia. Kesadaran bahwa sebenarnya eksistensi kita itu hanyalah semu, dan kesejatian hanya datang dari Allah.

Itulah yang akan anda rasakan... ketika anda terguncang.
Dan guncangan itu, secara sejati akan anda rasakan pada momen-momen tertentu, dan dipicu oleh impuls yang tepat. Ayat-ayat suci Al-Qur'an adalah impuls yang paling efektif. Dan impuls kedua yang paling efektif setelah itu, adalah mengingat tentang mati. Tapi tetap, yang perlu anda cari lebih dulu adalah momentumnya. kalau tidak ketemu, ciptakan!

Dan memang, setelah membaca buku-buku ketiga orang itu, seolah buku-buku "cinta" lain terasa hambar... sehambar sayur tanpa diberi garam dan terlalu banyak kentang (karena kentang menyerap garam). Pada saat itulah kemudian saya mulai mencampakkan buku Kahlil Gibran yang sebelumnya begitu populer sehingga saya pun tertarik untuk membelinya. TIDAK! Gibran tidak mengajarkan cinta yang sejati. Ia lebih banyak mengajak pembacanya untuk menjadi melankolik tragis dan menangisi cinta-cinta pada makhluk yang tidak kesampaian. Dan karenanya, justru lebih berbahaya dalam menciptakan berhala-berhala yang tidak kelihatan dalam jiwa. Tapi wajar, Gibran memang lebih dikenal sebagai seorang penyair, bukan sebagai pecinta sejati. Dan membandingkan cinta yang diusung Gibran dalam syair-syairnya, dengan cinta yang diusung Rabi'ah dan Rumi dalam kisah-kisah mereka, adalah seperti membandingkan berenang di sebuah mangkuk, dengan berenang di sebuah danau... dengan kata lain, memang tidak bisa dibandingkan. Tapi toh dua-duanya sama-sama dianggap "indah", setidaknya dari segi sastra dan tata bahasa. Selain itu, keduanya sama-sama dijiplak oleh Ahmad Dhani dari Dewa dalam album-albumnya. Kalau "Sayap-sayap Patah" milik Gibran dijiplak Dewa dalam album "Pandawa Lima", maka "Kisah Keajaiban Cinta" dan "Masnawi" Rumi kemudian disadur dalam album "Laskar Cinta" baru-baru ini... Aiiiiihhh...

Syekh Siti Jenar, kemudian adalah seorang yang mencoba memperkenalkan aliran sufistik ini di bumi nusantara dengan "doktrin kematian"nya. Kematian disini adalah sebuah kondisi dimana kita berusaha "mematikan" kecintaan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi, agar perasaan cinta kita hanya terfokus pada Allah saja. Tapi memang, keekstriman paham yang dibawa Syekh Siti Jenar ini, alih-alih mendapat pengakuan yang sama seperti Rumi dan Rabi'ah, justru mendapat tentangan dan label "aliran sesat". Ia bahkan dianggap sebagai salah seorang dari "wali songo" yang "salah jalan". Begitukah? atau memang ummatnya saja yang belum siap untuk menerima doktrin itu?

Lho... kok jadi ngelantur begini ya....
Katanya sekarang pengennya nulis yang ringan-ringan aja wan???
Jawab Awan : Ya ini kan masih cukup ringan toh???

Tapi memang, do'a Rabi'ah itu, tak pernah kehilangan pengaruhnya... mulai dari pertama saya membacanya saat SMA, sampai kemarin siang, setelah berulang kali... hawa dingin yang bergetar menjalar mulai dari perut sampai ke sekujur tubuh itu masih saja terasa...

Aaaah... wanita yang luar biasa, sungguh luar biasa...

Wallahualam...

Friday, November 18, 2005

Cakap punya Cakap (cerita-cerita dari Kereta, episode 4)

Inilah beberapa percakapan yang sempat terekam dari KRL ekonomi Jakarta-Bogor, baik kereta pagi maupun sore. Sebagian ada hikmahnya, sebagian kosong melompong. Disetiap akhir percakapan ada keterangan mengenai inisial-inisial yang dipakai dalam menulis percakapan tersebut... Selamat banyak cakap...

---
RAHASIA ILAHI

Percakapan terjadi di kereta pagi, jauh lama sebelum guyonan ini mulai tenar di televisi oleh komedian-komedian papan atas Indonesia, tepatnya ketika Ustadz Jefri al Buchori sedang booming, dan sinetron "rahasia ilahi" masih meraih salah satu rating tertinggi.

(Suasana kereta penuh sesak, panas berkeringat. yang berdiri mulai gelisah, yang duduk mulai pura-pura tidur... sebagian yang duduk laki-laki, dan sebagian yang berdiri ibu-ibu)
BB1 : "Man, kemaren nonton Rahasia Ilahi kagak?"
BB2 : (sepertinya namanya Maman) "kagak, kenapa emang?"
BB1 : "Ntu ("itu", dengan logat betawi, red.), episode yang di kereta diulang lagi"
BB2 : "Nyang mana? ("yang", logat betawi juga, red.)"
BB1 : "Ntu, yang ceritanya ada orang di KRL, lagi penuh, duduk kagak gantian-gantian, pura-pura tidur lagi!"
BB2 : "kenapa tu orang?"
BB1 : "Matinya dibelatungin! (dikerubuti belatung, red.)"
PL : (cekakak, cekikik, maksa nahan ketawa, senyum-senyum, ato pura-pura batuk biar ga ketauan kalo ketawa...)
BB2 : "ah, masa ?"
BB1 : "Iye, kata Ustadz Jefri (al Buchori, red.), kalo duduk di kereta, mesti gantian ! kebangetan kan kalo didepannya ibu2 dia malah pura2 tidur! Kalo kagak, matinya bisa dibelatungin..."
(Adegan ditutup dengan seorang pemuda yang pura-pura bangun dari tidurnya, pura-pura ga denger apa-apa, lalu berdiri dan memberi duduk pada ibu-ibu di depannya... dan PL senyum-senyum lagi...)

Keterangan :
BB1=Bapak-bapak 1; BB2=Bapak-bapak 2; PL=Penumpang Lain

----
WA'ALAIKUM SALAM MAAAK...

(Kereta Pagi, memasuki stasiun Cawang, penumpang sudah mulai lengang dan memberi kesempatan pada pedagang-pedagang yang mau lewat, termasuk pengemis)

PWTKDN : (masuk dari gerbong sebelumnya, muka memelas dan berjalan gontai sambil menengadahkan tangan) "Salamulekum... pak... bu..."
PWTKDN : (mengulangi) "Salamulekum... pak... bu..."
P1 : (nyeletuk) "wa'alaikum salam maaak..."
PL : (menoleh dengan heran ke P1, lalu ke PWTKDN)
PWTKDN : (agak terkejut sambil dongkol karena ga dikasi uang oleh P1) "Salamulekum..." (dengan suara lirih)
P2 : (dengan suara lirih juga) "wa'alaikum salam maaakk..."
PWTKDN : (suara semakin lirih, sambil berjalan terus tanpa menghiraukan P1) "salamulekum pak... bu..."
P1 : (suara ikut-ikutan semakin lirih) "wa'alaikum salam maaakk..."
PWTKDN : (hampir sampai di ujung gerbong!) "salamulekum..."
P1 : (suara agak dikeraskan supaya kedengaran oleh PWTKDN) "Wa'alaikum salam maaaakkkk!!! "
P2 : "buset dah XXX (sensor nama), kasian ibu-ibu lu becandain!"
P1 : (tersinggung dikit) "lah, sape (siapa, logat jawa, red.) yang becandain? Nah katenye kan kalo ada yang assalamualaikum mesti kita jawab wa'alaikum salam... daripada ni segerbong bedosa (berdosa,red.) semua! lagian gw kagak ada duit, jadi gw bales salam aje..."
SS : (dalam hati : iye juga ye...)

Keterangan :
PWTKDN=Pengemis Wanita Tua, Kasian Deh Ngeliatnya; P1=Pemuda 1; P2=Pemuda 2, SS=Saya Sendiri

----
PERGI PAGI PULANG PETANG, PERAS KERINGAT BANTING TULANG !

(Kereta pagi pada bulan Ramadhan lalu, seperti biasa, PADAT! seorang bapak2 bersama serombongan teman-temannya yang setiap hari selalu naik di gerbong 3 dari belakang, naik dari stasiun Bojonggede. Seorang temannya ada yang naik dari Bogor, sehingga dapat tempat duduk)

BBGPIKKOB : (nada asal, khas orang Betawi) "Wah, si pak Mamat udah enak bener nih, udah ngantuk ye pa mamat? Enak bener kayanya duduk?"
PM : "hehe, iye dong"
T-BBGPIKKOB-1 : "wah, gantian dong pa mamat, nih si mbak Nuning masih bediri aje, kagak kasian ama cewek cantik?"
WCBDBMN : (senyum-senyum ke-GR-an, walaupun... sebenernya...emang cantik sih :p duuh, kalo senyum gitu tambah manis deh, red.)
PM : ”iye, ntar!”
BBGPIKKOB : ”udeh biarin aja, kasian tuh, pak Amat kan udah tua? Iye ga Pak Amat” (sambil menoleh ke Pak Mamat tanpa mengharapkan jawaban) ”Die juga dapet duduk usaha, dateng pagi ke stasiun bogor. Paling pagi ya Pak Amat? Sahur juga di Stasiun kan?”
T-BBGPIKKOB-1 : ”Buset! Saur di stasiun pak Amat?”
BBGPIKKOB : ”iye tuh. Mangkanya kasian, biarin duduk aje tidur... Kasian tu kaya Pak Amat, pergi subuh, pulang malem, ketemu anaknya aje udah jarang ye?” (bertanya iseng ke Pak Amat)
PM : ”Set dah, ribut amat lu!”
BBGPIKKOB : ”eee, ini dibilangin ke orang-orang biar Pak Amat bisa tetep duduk. Kan kasian ye, pergi subuh anaknya belom bangun, pulang malem anaknya udah tidur. Saking jarangnya, anaknya Pak Amat aja sekarang kalo ketemu Pak Amat manggilnya ”Oom”. Ye pak Amat ye?”
PL : (cekakak cekikik nahan ketawa, sebagian pura-pura batuk biar ga ketauan ketawa, sebagian nunduk)
TT-BBGPIKKOB-YL : Tertawa terbahak-bahak
PM : Ketawa juga
SS : Pura-pura batuk
T-BBGPIKKOB-2 : ”iye tuh, sekalinya Pak Amat pulang sore, ketemu anaknya di depan rumah, anaknye lari ke dapur nyari ibunye, katanya : ”Bu, ada tamu tuh bu di depan...””
Semua orang : ketawa ketiwi lagi...
BBGPIKKOB : ”Jadi gimana Pak Amat, Mba Nuning dikasi duduk kagak nih?”
WCBDBMN : ”udah pak, gapapa, ntar saya dimarahin istrinya Pak Amat lagih...”
PM : ”iye, ntar...” (berkata sambil bersandar bersiap tidur lagi...)

Keterangan :
BBGPIKKOB=Bapak-bapak Gendut, Pendek, Item, Kumisan, Kayanya Orang Betawi; PM=Pak Mamat; T-BBGPIKKOB-1=Temennya BBGPIKKOB 1; WCBDBMN=Wanita Cantik yang Belakangan Diketahui Bernama Mbak Nuning; PL=Penumpang Lain; SS=Saya Sendiri; TT-BBGPIKKOB-YL=Temen-temen BBGPIKKOB Yang Lain; T-BBGPIKKOB-2=Temennya BBGPIKKOB-2

----
COPET !!!!

(Kereta Sore, Suasana hening sunyi senyap, semua orang nampaknya tenggelam dalam kelelahan dan bau keringat manusia yang saling menempel satu sama lain... Kepadatan yang diluar kewajaran. Meskipun begitu, semua nampaknya bersyukur masih dikaruniai untuk bisa sedikit bernafas... Lampu di gerbong ini sebagian besar mati, menghasilkan sebuah kegelapan yang alih-alih romantis malah justru menimbulkan kerawanan... Kereta mulai menjauhi stasiun Tanjung Barat ketika keheningan yang mencekam itu dipecahkan oleh sebuah suara menggelegar yang terdengar sampai setengah gerbong...)

BB1 : (Nada Marah) "WOY!!! Copet lu yah???!!!???"
PBM : (Nada terkejut) "hah?? kagak bang... Apaan???"
BB1 : "Na ntu ngapain tangan lu di kantong gw??"
PBM : (Tiba-tiba pucat) "eh, nggak bang, ini abis pegangan mau turun tangannya..."
BB1 : "SETAN lu! gw jg tau dari tadi lu kagak pegangan... tangan lu gerayangan didepan kantong gw!"
PBM : (bersikukuh) "kagak bang, namanya juga kereta lagi penuh"
SSPL : (nyeletuk dengan agak keras) "boong tu bang! yang pake topi merah ya?? minggu lalu juga dia ketangkep basah nyopet!"
SSPLL : (menanggapi celetukan sebelumnya) "bener bang, minggu lalu saya yang dicopet ama dia, ini juga saya belom puas pengen bikin tu orang bonyok!!)
PBM : (muka semakin PUCAT PASI, PIAS seperti orang sakit thypus, tapi dalam keremangan kereta, jadi lebih mirip seperti bulan purnama yang sinarnya redup di tengah gelapnya malam...) "...... kagak bang..." (suara lirih yang lebih terdengar seperti keputus-asaan karena tertangkap basah dalam aksi copetnya)
PL : "udeh turunin aja di stasiun berikutnya!! Woy turun lu XXX (sensor karena bisa dianggap kasar, nama sejenis binatang yang sering dijumpai di mana-mana)"
SSPLL : "iye bang, turunin aja di Lenteng Agung (stasiun setelah Tanjung Barat, red.), saya juga turun disitu, ntar saya bawa ke pulisi!!"

(Sang copet kemudian diturunkan (didorong keluar secara paksa) di stasiun Lenteng Agung, penumpang lain yang juga turun di Lenteng Agung terlihat mendorong dan menarik si copet tadi sambil sesekali mendaratkan pukulan ke arah muka dan perut, serta tendangan ke arah kaki dan pantatnya. Orang-orang lain yang sedang menunggu kereta di stasiun itu, beserta para pedagang asongan, turut bergabung dalam aksi pengadilan jalanan itu...)

ODSS : (terbangun dari tidurnya karena ribut-ribut, nampaknya orang ini cukup berpengalaman di kereta, karena bisa tidur sambil berdiri) "ada apaan sih bang? ribut amat?"
SS : "Copet, ketangkep, digebugin di Lenteng Agung"
ODSS : "yang pake topi merah ya? saya juga udah curiga tuh... bego juga tu copet, sering amat ketangkep..."
SSPLL : (celetukan iseng, disambut penumpang-penumpang lain sambil senyum) "ayo...ayo... tangannya ke atas semua ya... ayo pada keatas ayo..." (dengan nada seperti seorang guru TK memberi instruksi pada anak2 TK)

(Adegan ditutup dengan kesunyian gerbong yang kembali merayapi keremangan gerbong... beberapa orang masih mendiskusikan kejadian yang kembali terjadi... tapi toh itu selalu terjadi di kereta...)
Moral of the story : JANGAN JADI COPET !! Minimal, kalo nyopet jangan sampe ketangkep kalo ga mau bonyok... dan kalo jadi copet, jangan memakai aksesoris yang mudah dikenali orang!!

Keterangan :
BB1=Bapak-bapak 1; PBM=Pemuda Bertopi Merah; SSPL=Salah Satu Penumpang Lain; SSPLL=Salah Satu Penumpang Lain Lagi; PL=Penumpang Lain; ODSS=Orang Di Sebelah Saya; SS=Saya Sendiri

----
BANTING AJA ANAKNYA PAK !!

(Kereta Pagi, kereta sedang beranjak dari stasiun Citayam, seorang ibu-ibu sedang beradu badan dengan seorang bapak-bapak sambil berdesak-desakan dan secara bersamaan menggencet tubuh saya ke arah depan... maaakkk....)

II : "aduh! Ati-ati dong pak! Kaki saya jangan diinjek. Geser dikit pak!! Kegencet nih...”
BB : ”yah, bu, maap, ga sengaja, ini juga saya kegencet... kalo bisa sih sy juga ga mau gencet ibu.
SS : (Menahan untuk mengeluh karena digencet dua orang)
BB : ”yah... namanya juga naek kereta bu... ya begini...”
II : ”iya ya pak... duh...”
BB : ”sabar aja bu... lagian... ngapain juga ya kita kaya gini tiap pagi???”
II : ”tau tuh pak, apa sih yang dicari??”
BB : ”iya ya, apa sih yang dicari sampe kegencet-gencet gini?? Duit doang paling... Kalo udah gini sih saya inget anak saya bu, kemaren tawuran, udah gitu saya nasehatin malah bilang saya kolot. Kurang ajar bener... mana terus malah minta dibeliin motor... duh...” (kepala menggeleng seakan tidak percaya dengan kenyataan)
II : ”Wah, kalo anaknya gitu sih, banting aja pak!! Ga tau apa orang tuanya banting tulang buat ngidupin die, terus malah kurang ajar lagi.... Kalo anak saya kaya gitu, kagak saya kasih makan dah” (Nada emosi memuncak)
BB : ”iya ya bu, padahal kita begini2 buat dia juga...”

Keterangan:
II=Ibu-ibu; BB=Bapak-bapak; SS=Saya Sendiri
Moral of the story : hormatilah orang tua kita, apapun profesinya, bagaimanapun nasibnya...

-----
HIDAYAH DAN PANTAT YANG MENGEBUL

(Kereta pagi, sebenarnya ceritanya agak mirip dengan cerita "Rahasia Ilahi", tapi pemerannya adalah bapak-bapak yang jadi peran utama dalam cerita "Pergi Pagi Pulang Petang, Peras Keringat Banting Tulang")

BBGPIKKOB = (melirik ke arah seorang pemuda yang sedang duduk disebelah pacarnya sambil ngobrol, sementara didepannya ada 2 orang ibu-ibu yang berdiri tanpa berpegangan karena tangannya tidak cukup panjang untuk meraih pegangan) "Eh, lu udah baca majalah Hidayah yang baru belom?" (bertanya ke teman di sebelahnya)
T-BBGPIKKOB = (nada malas) "Kenape lagi? ada mayat dibelatungin lagi?"
SS = (yah, bakal ada yang disindir lagi dah, kasian amat yang pada duduk...)
BBGPIKKOB = "Bukan, dibelatungin mah udah standar... ini beda lagi, tu mayat pantatnya ngebul..."
T-BBGPIKKOB-YL = "ngebul bagemana?"
BBGPIKKOB = "ya ngebul, pantatnya berasep (berasap/mengeluarkan asap, red.)... kebakar kali pantatnya ya..."
T-BBGPIKKOB = "kenapa? duduk di kereta kagak gantian? Lu kagak boleh gitu 'tong (singkatan, entah singkatan dari Gentong, Lontong, atau Otong)... siapa tau tu orang duduk mulu gara-gara sakit ato kakinya pincang, ato belom sarapan... lu maen nyepet orang aje..."
BBGPIKKOB = "lah, abisnya tu orang duduknya TIAP HARI 'cing! (singkatan juga, entah singkatan dari Encing atau Kucing) Kalo sekali dua kali sih wajar... ini sih TIAP hari, kan gw apal. Masa didepannya ada ibu-ibu dua juga kagak bediri. kan kebangatan (kebangetan, red.). Tu orang seger buger kok (segar bugar, red.), masih muda lagi..." (nada membela diri)
SS = (dalam hati : "emang tu orang seger buger sih, dia ama pacarnya kan turun di Sudirman, bareng saya, seger-seger aja kayaknya... pacarnya jg keterlaluan, ga pernah berdiri juga...)

(Tak lama kemudian, si pemuda yang dilirik oleh BBGPIKKOB berdiri dan memberi tempat duduknya pada ibu-ibu didepannya. Selang beberapa menit, pacarnya juga berdiri, dan seorang ibu-ibu lain kemudian duduk...)

BBGPIKKOB = "noh, kan, udah gw kasi tau cerita Hidayah sih dia berdiri... hihihi" (berbisik pada teman-temannya, disambut senyum-senyum kecil oleh teman-temannya)

(Si Pemuda tetap ngobrol dengan pacarnya, pura-pura tidak mendengar sindiran yang jelas-jelas tadi diarahkan padanya...)
Moral of the story = kalo duduk di kereta gantian !!

Keterangan :
BBGPIKKOB=Bapak-bapak Gendut Pendek Item Kumisan, Kayanya Orang Betawi; T-BBGPIKKOB=Temannya BBGPIKKOB; T-BBGPIKKOB-YL=Temannya BBGPIKKOB Yang Lain; SS=Saya Sendiri

----
SINI ROKOKYA!! BIAR SAYA INJEK TERUS SAYA BUANG !!!

(Kereta sore, kereta baru saya beranjak dari stasiun Citayam ke arah Bojonggede... Suasana sudah agak lengang, orang-orang yang dari jakarta berdiri beberapa mulai mendapat tempat duduk... ALHAMDULILLAH, akhirnya saya juga merasakan duduk di kereta itu... seorang anak gerbong tiba-tiba masuk ke gerbong dan memulai aksi dengan sapu lidi di tangannya, membersihkan lantai gerbong kereta sambil meminta uang receh ke orang-orang... penampilan anak ini diatas standar anak gerbong kebanyakan, dia memakai pakaian dan tampak segar, mungkin baru mandi...Seorang tukan rokok lewat didepan saya, dan seorang pemuda di sebelah saya membeli sebatang rokok, menyalakannya, lalu menghisapnya dalam-dalam)

PDSS ="dapet duduk juga ya mas?"
SS ="iye, nyicipin sebelom nyampe Bogor"
PDSS = "haha, biar ntar kalo ditanya orang rumah, di kereta duduk apa nggak, bisa kita jawab duduk ye..."
T-PDSS = "iye, terus kalo ditanya, dari Jakarta ke Bogor jauh apa kagak, bisa kita jawab, deket banget, baru duduk udah nyampe..."
KS = hahahihihuhuhehehoho...

(tiba-tiba si anak gerbong yang baru masuk tadi mengganggu keasyikan kami mengobrol... dua tangannya memukul-mukul paha pemuda di sebelah saya)
AG = "bang, bagi duitnya bang"
PDSS = (merogoh-rogoh saku kemeja dan celananya, tapi tidak ada uang receh) "wah, maap 'tong (singkatan yang tadi), kagak ada..." (lalu meneruskan obrolan dengan temannya)
AG = (memukul-mukul lagi paha PDSS, lalu menengadahkan tangannya)
PDSS = "set dah, maap tong ! kagak ada duit receh"
AG = "seribuan juga gapapa bang!"
PDSS = (terkejut) "Hah??!! Serebuan, tinggal 2 rebu, buat ongkos... laen kali aja ya!"
AG = "Laen kali gimana bang? emang besok abang di sini lagi?"
PDSS = "ya kagak tau, ntar aje kalo kita ketemu lagi, lu gw kasih duit"
AG = "yah, bang, sekarang aje..."
PDSS = "buset dah ni anak..." (lalu tidak mau ambil pusing lagi, meneruskan merokok)
AG = (memukul-mukul lagi paha PDSS, lalu menengadahkan tangannya)
PDSS = (agak kesal) "Apaan sih?? lu minta yang laen napa? baru juga masuk lu, belom kerja nyapu lu udah minta-minta! noh minta yang laen noh! orang segerbong banyak, yang lu mintain gw doang..."
AG = "ntu buat beli rokok ada???"
PDSS = "ya tadi gw ada gopek (500, red.), terus gw beli rokok... lu datengnya telat sih, gw beli rokok duluan. mana gw tau lu bakal dateng?"
AG = "nah, berarti tu uang 500 mestinya buat saya dong bang?"
PDSS = "ya bukan! tu duit berarti rejekinya tukang rokok tadi! Kan duluan dia yang dateng!"
AG = (Keukeuh/bersikukuh) "ah, kagak, tu duit berarti jatah saya"
PDSS = "ya ampuuuunnn... kagak ada duit lagi gw tong!"
AG = "ya udah, biar adil, tu rokok saya minta, biar saya injek-injek (injak-injak) terus saya buang, jadi kan adil???"
PDSS = (terkejut pengen ketawa) "hah!!??! adil apaan? Lu kalo ngemis jangan maksa dong! kagak bakal ada yang ngasih kalo lu maksa gitu mah, pura-pura cacat kek! sedih kek! malah maksa?!"
AG = "ya adil, tu 500 kan mestinya buat saya, jadi tu rokok saya minta, saya buang, jadi adil!"
PDSS = "gimana lu lah..." (menyerah, lalu bersandar duduk, dan tidak lagi mempedulikan anak gerbong tadi yang masih saja memukul-mukul paha PDSS)

(anak itu kemudian akhirnya menyerah juga... AKHIRNYA, dia mulai meminta-minta ke penumpang lain yang banyak di gerbong itu...)

Keterangan :
PDSS=Pemuda di Sebelah Saya; SS=Saya Sendiri; T-PDSS=Temannya PDSS; KS=Kami Semua; AG=Anak Gerbong...

----
BALIKIN SAPU GUA !! GUA BUNUH LU !!!

(Kereta sore, stasiun Bojonggede, suasana lengang... seorang anak gerbong bertelanjang dada berambut botak bercelana pendek merayap di lantai gerbong sambil menyapu-nyapu lantai dengan sapu lidi kecil di tangannya. Badannya kotor oleh debu dan keringat... bau... dengan sesekali meminta uang dari semua orang... sapu lidinya sengaja disentuhkan ke kaki orang-orang untuk menarik perhatian... Tiba-tiba, seorang anak gerbong lain yang badannya lebih besar masuk, sama-sama bertelanjang dada... Sepertinya jauh lebih tua dari anak gerbong yang pertama.)

AG-2 : "heh!!, tu sapu gw ya?? Balikin !!! (nada marah memerintah)
AG-1 : (takut, pucat) "bukan, gw pinjem dari si Anto..."
AG-2 : "yang di si Anto itu punya gw, XXX (sensor, nama binatang)!!! Balikin!! Kalo kagak, GW BUNUH LU!!

(Seluruh penumpang yang melihat kejadian itu (ya iyalah, orang kejadiannya di tenah gerbong) kontan terkejut. Dan kami lebih terkejut lagi ketika si AG-2 yang badannya besar itu tiba-tiba merebut sapu lidi dari tangan AG-1, kemudian memukul kepala AG-1... Beberapa penumpang pria kemudian melerai dua orang anak itu)

SSP : "set dah, temen lu mau lu bunuh gara-gara sapu doang??!??"
(kedua anak diam)

(tiba-tiba seorang anak gerbong lain masuk membawa 2 sapu, lalu memberikan salah satunya pada AG-1... ternyata anak yang ketiga itulah yang bernama Anto... AG-2 yang telah memperoleh sapunya secara paksa kemudian pergi... Anto juga pergi... Dan si AG-1 kembali memasang tampang memelas, kembali menyapu lantai gerbong dan meminta-minta, seolah tidak terjadi apa-apa... Para penumpang hanya bisa diam sambil menggelengkan kepala...)

Keterangan :
AG=Anak Gerbong; SSP=Salah Seorang Penumpang

----

Tuesday, November 15, 2005

SAYA GAK MAU MAKAN ES KRIM LAGI...


Manggarai, 15 November 2005...
Jam 5.45 sore. KRL ekonomi Jakarta-Bogor tak kunjung lewat.
Para penumpang, yang sudah menumpuk sejak pukul 5 mulai resah...
Untunglah masuk kereta balik. Kereta balik ini adalah KRL ekonomi dari Bogor menuju Jakarta yang menghentikan perjalanannya di Manggarai untuk kemudian kembali ke Bogor.
Kedatangan kereta ini selalu ditunggu oleh para commuter dari jakarta ke bogor, karena ada kesempatan untuk dapat tempat duduk. Masalahnya adalah, kereta balik ini tidak akan berangkat sampai pukul 6 nanti. Dan karena saya beserta puluhan calon penumpang lainnya nampaknya sudah kebelet ingin pulang, kami masih setia menunggu kedatangan KRL dari Jakarta, karena kereta dari Jakarta ini akan berangkat lebih dulu dari Manggarai.. Meskipun kondisinya dari Jakarta tentu akan luar biasa padat (mengingat keretanya terlambat), tapi toh sama saja, kami laki-laki tidak akan dapat duduk di kereta balik sekalipun. Dan setelah mencapai Pasar Minggu, kereta balik akan nyaris sama padatnya.

Tapi untuk jaga-jaga, kami duduk menunggu di dekat kereta balik. Jadi kalau kereta dari Jakarta ga datang-datang sampai jam 6, ya kami naik kereta balik.

Saya duduk bersama seorang pria dan pacarnya didepan pintu sebuah gerbong. Seorang anak gerbong, mungkin usianya belum lebih dari 7 tahun, duduk di lantai peron, tepat didepan kaki saya. Penampilannya standar anak gerbong. kulit hitam kotor, debu menempel di sekujur tubuh, celana hitam pendek yang sudah bolong dengan tingkat kelusuhan yang sudah diluar batas wajar, baju lusuh luar biasa dan kotor, compang-camping di sana-sini, dan rambut dipotong cepak dengan beberapa borok dan luka di kepala... Sebuah penampilan standar anak gerbong... "standar", karena kita akan menganggap fenomena apapun, betapapun diluar kewajarannya, sebagai sesuatu yang "biasa", kalau kita sudah sering melihat dan mengalaminya.

Dan fenomena anak gerbong adalah sesuatu yang saya lihat setiap hari, setiap pagi dan sore, dengan kondisi yang kadang bahkan lebih buruk dari anak didepan kaki saya itu. Maka, itu menjadi "biasa" bagi saya.

Saya tidak lagi memusatkan perhatian pada anak itu. Toh anak itupun tidak menarik-narik celana saya atau celana pria sebelah saya sebagai tanda ia minta uang sedekah. Ia hanya duduk lesu, setengah berbaring lemas sambil memperhatikan kereta balik yang tegak didepannya... melongok-longok dengan pandangan kosong, melihat kedalam gerbong melalui pintu didepannya. Mungkin mencari temannya...

Agak lapar... koreksi... lapar bgt, perut melilit. Makan siang tadi agak sedikit... mau beli tahu sumedang, uang ribuan tinggal 4 di kantong, pas buat ongkos. Ah, daripada harus mecah duit 20 ribuan di dompet, repot, mending nahan lapar makan di rumah kayanya...

Bunyi klakson kereta tiba-tiba terdengar... Kereta ekspres, Parahyangan dari Jakarta menuju ke Bandung. Mata saya melihat pada jam besar di stasiun. Pukul 6 kurang 15 menit dengan jarum detik tepat menunjuk angka 12. "Parahyangan terlambat setengah jam", pikir saya.

Parahyangan melintas, dan secara otomatis perhatian saya tertuju pada kereta yang melintas itu... Ketika tiba-tiba saya merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh kaki saya.
Dengan sedikit terkejut, saya melihat ke bawah. Si anak gerbong sedang menyentuh kaki saya, lalu menunjuk seorang tukang es krim yang tiba-tiba melintas didepan kami...
Saya bingung... secara reflek, telapak tangan saya terangkat tanpa terlebih dulu berpikir... Sepertinya itu menjadi isyarat penolakan bagi si anak. Ia menyentuh pria di sebelah saya dan pacarnya, mereka pun tidak mengerti...

"Anak ini ingin es krim?" pikiran saya tiba-tiba bertanya...

Merasa tak ada tanda-tanda keberhasilan pada kami, si anak kemudian menarik-narik celana si tukang es yang tepat sedang melintas didepan kami... Tukang es melongok ke bawah, dan memandang sebal. Sebuah penolakan juga?

Anak itu, untuk kedua kalinya, menyentuh kaki saya... tapi saya hanya bisa diam dalam keraguan... Akal saya sedang berperang melawan emosi. Ini sama seperti anak2 penghirup lem yang saya ceritakan dalam postingan sebelumnya...

Tiba-tiba abang tukang es berhenti, dan berjongkok disebelah kami. Dengan cepat ia mengambil satu cone, dan menyidukkan 3 sendok es krim kedalamnya, membalut bagian bawah cone dengan tisu, dan memberikannya pada si anak gerbong. gratis. Ia mengusap kepala anak itu satu kali, lalu beranjak pergi, setelah sebelumnya beradu mata dengan saya dan dua orang di sebelah saya.

Si anak tidak mempedulikan kami lagi. Dengan lahap ia menjilati rezekinya sore itu, sambil berdiri dan melongok-longok ke dalam gerbong.

Ya Allah...
Apa artinya 1000 rupiah didalam saku baju ini???
Anak itu toh tidak meminta uang saya... Ia hanya ingin es krim. Dan saya terlalu lemah untuk merelakan uang ini untuk keceriaan seorang anak gerbong... Ia hanya ingin es krim. Kalau seandainya dia minta uang, saya bisa curiga uangnya dipakai ngelem, tapi ini, dia cuma minta es krim... Persetan dengan rasa lapar ini, toh dia sepertinya lebih lapar... Persetan dengan uang... toh dengan uang saya, saya bisa beli es krim kapan saja...

Mata saya segera melihat kembali jam besar di stasiun. Jam 6 kurang 14 menit, dengan jarum detik tepat menunjuk angka 5. Seluruh rangkaian kejadian itu terjadi TEPAT hanya dalam waktu 25 detik.... Terjadi begitu cepat, tapi mungkin itulah 25 detik terlama dalam hidup saya selama ini...

KRL dari Jakarta masuk... dan saya pun beranjak pergi meninggalkan anak itu.

1 jam berikutnya, dalam kereta penuh sesak dengan keringat, adzan isya mulai terdengar mengumandang. Dan pikiran saya belum bisa melupakan kebodohan luar biasa yang saya lakukan di Manggarai tadi. Kudengarkan kumandang adzan dengan penuh rasa malu...
Ya Allah, maafkan hambamu yang begitu bodoh dan tidak peka ini...

Sialan si abang tukang es krim tadi !!! Sialan !!! ia jauh lebih kaya dibanding saya. Tunggulah tukang es krim! saya akan berusaha untuk menjadi lebih kaya dari kamu !!

Ya Allah, perkayalah hati hambaMu ini...
dan sampai saya bisa memberi es krim pada sekurangnya 20 anak-anak teman senasib anak gerbong tadi, SAYA TIDAK AKAN MAU MENIKMATI SETETES PUN ES KRIM LAGI...

"Kurindu belaian kasihmu,
kurindu belaian sayangmu...
Oh NURANI..."

(Netral)

Nurani, kemana engkau pergi ???

Kutukan didalam Lidah

Beberapa tahun yang lalu, pada suatu waktu yang saya tidak ingat lagi kapan, seorang rekan senator yang cukup bijak pernah berbicara secara pribadi dengan saya... (Buat Ndaru, senator IF, maaf saya baru ingat lagi nasehat Ndaru...)

Teman (T) : "Wan, kamu nih dikasi karunia sama Allah, dalam lidah dan kemampuan berbicara"
Saya (S) : bingung karena tiba2 dia ngomong gitu... "saya rasa yang mau situ omongkan bukan itu. maksud Ndaru apa?"
T : "maksud saya ya itu, kamu dikaruniai kemampuan untuk mengatakan TEPAT apa yang kamu rasa/pikirkan."
S : masih bingung... "tapi??"
T : "tapi... contohnya, apa yang kamu katakan saat sidang tadi. saya rasa akan ada beberapa yang tersinggung oleh ucapan kamu..."
S : "ucapan yang mana?"
T : "ketika kamu memojokkan beberapa himpunan dengan ucapan-ucapan kamu. Toh kita tau kalau mereka pun mendapat aspirasi itu tidak mudah. memang mungkin ada yang tidak sepenuhnya baik. tapi... mungkin cara kamu bicara yang bisa menyinggung."
S : baru mengerti apa yang dimaksud... "ya, saya tau itu resikonya. dan saya ga bisa menahannya ru. mungkin itu bawaan lahir saya. lagipula, tidak ada yang membantah omongan saya tadi itu, karena saya rasa memang itu kebenarannya."
T : "betul, mungkin memang itu kebenarannya"
S : "dan ndaru pernah bilang ke saya, bahwa kebenaran itu harus dikemukakan. yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah"
T : "betul, tapi kamu perlu ingat juga bahwa tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menyakiti hati saudaranya sesama muslim, maupun membuatnya merasa tidak nyaman. inilah prinsip ukhuwah."
S : "..."
T : "maksud saya adalah, memang benar apa yang kamu omongkan, tapi mungkin tidak benar bagaimana kamu menyampaikannya. kalau memang kebenarannya itu pahit, maka kepahitan itu jangan ditambah lagi dengan menyakiti hati"
S : "maksudnya, saya harus memperhalus cara saya berbicara?"
T : "mungkin... saya rasa kamu cukup bijak untuk bisa menentukannya sendiri. kita tahu, kadang-kadang, justru penyampaian yang salah itu malah bisa membuat maksud kita tidak tercapai. iya?"
S : "mungkin... ya, saya memang merasa bersalah juga karena tadi memang sepertinya omongan saya terlalu keras."
T : "karakter dibentuk bukan dengan selamanya menjadi diri kita sendiri. karakter dibentuk dengan sejauh apa kita berusaha memperbaiki diri, kalau memang kita merasa ada yang perlu diperbaiki dalam diri kita."
S : "apakah berarti diam itu emas?"
T : "saya tidak menyuruh kamu untuk diam. saya hanya mengingatkan bahwa seorang yang hanif selayaknya memikirkan akibat, efek yang ditimbulkan dari ucapannya. Ingat, lidah itu bisa lebih tajam dari pedang. Dan lidah kamu wan, ketika kamu sedang dalam keseriusan yang tinggi, adalah setajam belati. Bisa melukai lebih dari yang kamu maksudkan, atau bahkan yang kamu inginkan."
S : "..."

Mungkin teman saya itu memang benar... Seketika ingatan saya melayang pada beberapa tahun sebelumnya lagi, ketika kelas 2 SMA. Tidakkah cukup lidah ini membawa korban?
Masih segar dalam ingatan, ketika lidah ini begitu kelu untuk menyampaikan salam manis atau ucapan bijak untuk memotivasi seorang kawan baik. Alih-alih, ia justru begitu dingin menyampaikan sebuah aura ketidakpedulian, ketika sang kawan saat itu ternyata sedang sangat membutuhkannya. Keesokan paginya, saya harus hidup dengan kenyataan bahwa kawan saya itu mengakhiri hidupnya sendiri dengan seutas tali di garasi rumahnya, dan kenyataan yang lebih pahit bahwa saya (beserta lidah saya) adalah orang terakhir yang berbicara dengan dia, sebelum keputusan pengecut itu diambilnya...
Mungkin Ndaru benar, saya harus menjaga lidah saya.

Tapi maafkan saya teman. Sampai saat ini, saya gagal. Saya masih belum mengerti bahwa kadang, saat terbaik untuk memilih diam adalah saat kita begitu inginnya berbicara.
Keseriusan yang begitu saya benci. Betapa saya begitu membenci keseriusan itu dalam diri saya. Karena ketika ia datang, maka apa yang lidah ini ucapkan adalah sesuatu yang sepertinya begitu terlepas dari emosi, dari perasaan. Ia menjadi sesuatu yang dingin, dan terkadang seperti kata Ndaru, setajam belati. Saya tidak ingin menjadi serius...

Untuk bapak2 dan ibu2 yang kemarin bersama saya mengikuti rapat di 203, saya mohon maaf. walaupun kemungkinan bapak ibu membaca tulisan saya ini mungkin satu banding satu milyar, tapi toh saya tetap ingin minta maaf.
Tidak, saya sama sekali tidak beranggapan bahwa pekerjaan bapak ibu adalah sampah. Saya tau bahwa butuh perjuangan yang mungkin melebihi kapasitas saya sendiri untuk dapat menghasilkan apa yang bapak ibu presentasikan kemarin. Saya juga pernah merasakan saat-saat itu, ketika perjuangan saya seperti tidak dihargai. Dan adalah sebuah kesalahan besar ketika saya kemudian membuat bapak ibu merasakan hal yang sama.
Sepenuhnya, saya menghargai pekerjaan bapak ibu... maaf... ada hal-hal lain yang saya maksudkan dengan ucapan saya itu. Semoga bapak ibu mengerti.

Untuk Ndaru, terima kasih, dan maaf kalau saya belum bisa menjalankan nasihat Ndaru.
Kadang saya lebih merasa, bahwa lidah ini lebih merupakan sebuah kutukan dibanding karunia.
Yang putih adalah putih, dan yang hitam adalah hitam. Bukankah begitu?

Monday, November 14, 2005

Jiwa ini sedang kekeringan... (untuk kesekian kalinya)


Puisi yang sy ga tau judulnya apa, dari Rendra

Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika semua itu diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan.

Seolah ...semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah ...keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuaikeinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"ketika langit dan bumi bersatu,bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra)


Akhir-akhir ini... entah kenapa, kok jadi buta huruf ya? saya ga bisa menulis...
masih teringat, belum sampai sebulan lalu, begitu banyak judul dan materi tulisan yang menggantung di kepala. Dan tiap hari juga saya kutuki rutinitas dan "kesibukan" yang menghambat saya untuk menulis. Atau lebih tepatnya, yang lebih saya kutuki adalah kemalasan dan cepatnya waktu menggerogoti umur.
Dulu, judul yang menggantung untuk di Blog ini mungkin sudah mau meledak, saking banyaknya.
Artikel/jurnal untuk bikin buku bareng catuy dan koko belum sekalipun saya jamah
proposal2 untuk Fresh Production belum sekalipun saya mulai.
"Saya harus menulis !!!" begitu kata saya tiap hari, setiap duduk di depan komputer mengerjakan pekerjaan kantor yang sepertinya ga beres-beres.

Tapi aneh...
ketika pada 3 hari terakhir, AKHIRNYA, saya memaksakan untuk membuka blog ini, dan duduk di depan keyboard dengan jemari yang siap menari... otak ini tiba-tiba seakan beku, dan jiwa ini seperti merasakan dahaga yang tak tertahan... kekeringan. Dan tarian jemari hanya menjadi harapan...

Apakah rutinitas mampu merampas hasrat saya untuk menulis?
Apakah gairah ini tercerabut karena beban-beban pikiran lain? beban... beban... hanya itu yang tergantung... dan ucapan syukur menjadi sesuatu yang kerap terlupakan.

Apakah saya mengalami apa yang dulu pernah saya keluhkan pada Teguh Prasetya? Sebuah disorientasi visi, disorientasi yang sangat besar... Dan faktor penyebab disorientasi itu...
apakah dosa-dosa saya yang mulai mengejar-ngejar pertanggungjawaban dari jiwa?? Wahai dosa-dosa... suatu saat memang kalianlah yang akan memakan keceriaan ini. Diri ini mampu berbuat dosa, kapan saja, tapi menangis saat dosa-dosa itu seolah menuntut bayaran di dunia. Entah bagaimana rupa diri ini saat menghadap Sang Kekasih...

Dan sampai akhirnya saya kembali membaca bait-bait tulisan kisah-kisah mengenai Rabi'ah al Adawiyah yang dulu pernah menghujani jiwa dengan tanda tanya, dan membimbing saya untuk kembali merindukanNya...
dan menemukan puisi Rendra diatas... yang juga menampar kebodohan akal ini.
Sungguh, manusia adalah makhluk yang teramat bodoh dan dzalim.

Sampai sekarang, kekeringan itu belumlah terpuaskan lagi...
apakah teman-teman merasakan dahaga yang sama?