Tuesday, November 15, 2005

SAYA GAK MAU MAKAN ES KRIM LAGI...


Manggarai, 15 November 2005...
Jam 5.45 sore. KRL ekonomi Jakarta-Bogor tak kunjung lewat.
Para penumpang, yang sudah menumpuk sejak pukul 5 mulai resah...
Untunglah masuk kereta balik. Kereta balik ini adalah KRL ekonomi dari Bogor menuju Jakarta yang menghentikan perjalanannya di Manggarai untuk kemudian kembali ke Bogor.
Kedatangan kereta ini selalu ditunggu oleh para commuter dari jakarta ke bogor, karena ada kesempatan untuk dapat tempat duduk. Masalahnya adalah, kereta balik ini tidak akan berangkat sampai pukul 6 nanti. Dan karena saya beserta puluhan calon penumpang lainnya nampaknya sudah kebelet ingin pulang, kami masih setia menunggu kedatangan KRL dari Jakarta, karena kereta dari Jakarta ini akan berangkat lebih dulu dari Manggarai.. Meskipun kondisinya dari Jakarta tentu akan luar biasa padat (mengingat keretanya terlambat), tapi toh sama saja, kami laki-laki tidak akan dapat duduk di kereta balik sekalipun. Dan setelah mencapai Pasar Minggu, kereta balik akan nyaris sama padatnya.

Tapi untuk jaga-jaga, kami duduk menunggu di dekat kereta balik. Jadi kalau kereta dari Jakarta ga datang-datang sampai jam 6, ya kami naik kereta balik.

Saya duduk bersama seorang pria dan pacarnya didepan pintu sebuah gerbong. Seorang anak gerbong, mungkin usianya belum lebih dari 7 tahun, duduk di lantai peron, tepat didepan kaki saya. Penampilannya standar anak gerbong. kulit hitam kotor, debu menempel di sekujur tubuh, celana hitam pendek yang sudah bolong dengan tingkat kelusuhan yang sudah diluar batas wajar, baju lusuh luar biasa dan kotor, compang-camping di sana-sini, dan rambut dipotong cepak dengan beberapa borok dan luka di kepala... Sebuah penampilan standar anak gerbong... "standar", karena kita akan menganggap fenomena apapun, betapapun diluar kewajarannya, sebagai sesuatu yang "biasa", kalau kita sudah sering melihat dan mengalaminya.

Dan fenomena anak gerbong adalah sesuatu yang saya lihat setiap hari, setiap pagi dan sore, dengan kondisi yang kadang bahkan lebih buruk dari anak didepan kaki saya itu. Maka, itu menjadi "biasa" bagi saya.

Saya tidak lagi memusatkan perhatian pada anak itu. Toh anak itupun tidak menarik-narik celana saya atau celana pria sebelah saya sebagai tanda ia minta uang sedekah. Ia hanya duduk lesu, setengah berbaring lemas sambil memperhatikan kereta balik yang tegak didepannya... melongok-longok dengan pandangan kosong, melihat kedalam gerbong melalui pintu didepannya. Mungkin mencari temannya...

Agak lapar... koreksi... lapar bgt, perut melilit. Makan siang tadi agak sedikit... mau beli tahu sumedang, uang ribuan tinggal 4 di kantong, pas buat ongkos. Ah, daripada harus mecah duit 20 ribuan di dompet, repot, mending nahan lapar makan di rumah kayanya...

Bunyi klakson kereta tiba-tiba terdengar... Kereta ekspres, Parahyangan dari Jakarta menuju ke Bandung. Mata saya melihat pada jam besar di stasiun. Pukul 6 kurang 15 menit dengan jarum detik tepat menunjuk angka 12. "Parahyangan terlambat setengah jam", pikir saya.

Parahyangan melintas, dan secara otomatis perhatian saya tertuju pada kereta yang melintas itu... Ketika tiba-tiba saya merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh kaki saya.
Dengan sedikit terkejut, saya melihat ke bawah. Si anak gerbong sedang menyentuh kaki saya, lalu menunjuk seorang tukang es krim yang tiba-tiba melintas didepan kami...
Saya bingung... secara reflek, telapak tangan saya terangkat tanpa terlebih dulu berpikir... Sepertinya itu menjadi isyarat penolakan bagi si anak. Ia menyentuh pria di sebelah saya dan pacarnya, mereka pun tidak mengerti...

"Anak ini ingin es krim?" pikiran saya tiba-tiba bertanya...

Merasa tak ada tanda-tanda keberhasilan pada kami, si anak kemudian menarik-narik celana si tukang es yang tepat sedang melintas didepan kami... Tukang es melongok ke bawah, dan memandang sebal. Sebuah penolakan juga?

Anak itu, untuk kedua kalinya, menyentuh kaki saya... tapi saya hanya bisa diam dalam keraguan... Akal saya sedang berperang melawan emosi. Ini sama seperti anak2 penghirup lem yang saya ceritakan dalam postingan sebelumnya...

Tiba-tiba abang tukang es berhenti, dan berjongkok disebelah kami. Dengan cepat ia mengambil satu cone, dan menyidukkan 3 sendok es krim kedalamnya, membalut bagian bawah cone dengan tisu, dan memberikannya pada si anak gerbong. gratis. Ia mengusap kepala anak itu satu kali, lalu beranjak pergi, setelah sebelumnya beradu mata dengan saya dan dua orang di sebelah saya.

Si anak tidak mempedulikan kami lagi. Dengan lahap ia menjilati rezekinya sore itu, sambil berdiri dan melongok-longok ke dalam gerbong.

Ya Allah...
Apa artinya 1000 rupiah didalam saku baju ini???
Anak itu toh tidak meminta uang saya... Ia hanya ingin es krim. Dan saya terlalu lemah untuk merelakan uang ini untuk keceriaan seorang anak gerbong... Ia hanya ingin es krim. Kalau seandainya dia minta uang, saya bisa curiga uangnya dipakai ngelem, tapi ini, dia cuma minta es krim... Persetan dengan rasa lapar ini, toh dia sepertinya lebih lapar... Persetan dengan uang... toh dengan uang saya, saya bisa beli es krim kapan saja...

Mata saya segera melihat kembali jam besar di stasiun. Jam 6 kurang 14 menit, dengan jarum detik tepat menunjuk angka 5. Seluruh rangkaian kejadian itu terjadi TEPAT hanya dalam waktu 25 detik.... Terjadi begitu cepat, tapi mungkin itulah 25 detik terlama dalam hidup saya selama ini...

KRL dari Jakarta masuk... dan saya pun beranjak pergi meninggalkan anak itu.

1 jam berikutnya, dalam kereta penuh sesak dengan keringat, adzan isya mulai terdengar mengumandang. Dan pikiran saya belum bisa melupakan kebodohan luar biasa yang saya lakukan di Manggarai tadi. Kudengarkan kumandang adzan dengan penuh rasa malu...
Ya Allah, maafkan hambamu yang begitu bodoh dan tidak peka ini...

Sialan si abang tukang es krim tadi !!! Sialan !!! ia jauh lebih kaya dibanding saya. Tunggulah tukang es krim! saya akan berusaha untuk menjadi lebih kaya dari kamu !!

Ya Allah, perkayalah hati hambaMu ini...
dan sampai saya bisa memberi es krim pada sekurangnya 20 anak-anak teman senasib anak gerbong tadi, SAYA TIDAK AKAN MAU MENIKMATI SETETES PUN ES KRIM LAGI...

"Kurindu belaian kasihmu,
kurindu belaian sayangmu...
Oh NURANI..."

(Netral)

Nurani, kemana engkau pergi ???

1 comment:

Heather W said...

Greatt blog you have here