Monday, December 21, 2009

Pembaruan

Awal minggu ini, saya disodori sebuah berita yang sungguh menyedihkan dan mengecewakan mengenai keberlangsungan blog ini. Ini terkait dengan fasilitas pemberian komentar untuk postingan, yang mana selama ini saya menggunakan jasa haloscan. Kalau anda pernah memberi atau membaca komentar di blog ini, tentu anda tau bahwa akan muncul sebuah kotak tayang (secara pop-up) kalau anda mengklik link komentar di bagian bawah setiap postingan. Nah, itu dari haloscan. Dulu (tahun 2005 dan 2006), fasilitas komentar dari blogger tidak bisa begitu, sehingga saya memakai jasa haloscan untuk memudahkan pembaca dalam membaca dan mengirim komentar ini.

Sy mendapat kabar via e-mail bahwa fasilitas haloscan gratis yang saya nikmati selama ini akan tidak dapat dipergunakan lagi terhitung bulan Januari 2010 karena haloscan telah bekerja sama dengan JS-Kit dalam pengembangan ECHO, sebuah fasilitas untuk menampung komentar dalam blog juga. Pilihan bagi pengguna hanya dua. Pertama, migrasi ke ECHO dan semua komentar yang masuk ke blog saya sejak dulu sampai sekarang yang disimpan di haloscan itu akan secara otomatis dimigrasikan juga ke ECHO, dengan biaya sekitar $9.75 per tahun. Kedua, tidak meneruskan haloscan, dan komentar-komentar untuk blog saya yanga selama ini ditampung di haloscan bisa diexport manual supaya tidak hilang.

Yah, saya tidak bisa protes juga. Selama ini haloscan memang gratis, sehingga kalau suatu saat ditutup karena bangkrut seperti ini ya tentu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Apalagi saya memang tidak pernah juga memberi donasi ke haloscan =p

Migrasi ke ECHO nampaknya menarik, karena ECHO menawarkan fitur-fitur baru yang lebih hebat dibanding haloscan maupun fasilitas komentar dari blogger sendiri. Akan tetapi, saya kesulitan dalam membayar $9.75-nya itu. Bukan karena tidak ada uangnya (weis!!! gaya kan sayah??!?), melainkan karena saya tidak punya fasilitas untuk melakukan pembayaran itu. Saya tidak punya visa, mastercard, maupun rekening di Paypal. Plus, agak malas juga untuk mengusahakannya sebelum bulan Januari (dan rasa malas inilah yang kemudian ternyata menjadi alasan dominan).

Maka, dengan berat hati saya pun mengambil pilihan kedua. Meng-export komentar-komentar saya dari haloscan, lalu menonaktifkan account haloscan saya, dan mulai menggunakan fitur komentar dari blogger. Tapi ternyata... yang dimaksud dengan "export" oleh haloscan adalah sederhananya mengkompilasi semua komentar yang pernah masuk ke blog saya, lalu menuliskan semuanya dalam 1 file dengan format CAIF. Sialnya... saya tidak tahu bagaimana melakukan "import' file CAIF itu ke blogger. Artinya... komentar-komentar itu tidak bisa saya publish lagi melalui fitur komentar blogger, dan cuma bisa saya baca sendiri melalui file itu...

Yah... sungguh menyedihkan...

Bukan karena fitur komentar dari blogger kurang bagus. Bukan karena itu. Sejak tahun 2006 sebenarnya fitur komentar dari blogger sudah mengalami banyak peningkatan. Dari segi fasilitas dan kemudahan sudah sama dengan haloscan. Dari segi tampilan bahkan saya nilai lebih elegan. Jadi, beralih menggunakan fitur komentar blogger sama sekali tidak menjadi masalah.

Yang jadi masalah adalah hilangnya komentar-komentar yang lama tadi...
Ya tidak hilang sih, cuma tidak bisa ditampilkan saja. Kecuali kalau saya cukup rajin untuk menulis ulang (atau copy-paste) satu-persatu komentar-komentar itu dari file CAIF ke kolom komentar tiap postingan sejak tahun 2006 sampai sekarang. Dan ini nampaknya sangat... sangat sangat... melelahkan.

Maka nampaknya memang komentar-komentar lawas itu harus saya ikhlaskan...

Walau bagaimanapun, komentar-komentar itu adalah bagian dari perjalanan blog ini. Banyak jejak dari orang-orang yang pernah berkunjung, pernah (atau masih) menjadi teman blog ini, dan menaruh perhatian terhadap isinya. Interaksi yang terjalin, dinamikanya, dan sebagainya. Konsepnya sejak dulu adalah berbagi, bertukar pikiran, dan komentar-komentar dari teman-teman di blog itu telah memberi masukan sedikit banyak untuk hidup saya pribadi. Inilah yang untuk saya begitu berharga.

Well... setidaknya saya masih bisa baca-baca ulang komentar-komentar itu melalui file CAIF-nya kalau saya mau. Cuma sayang karena tidak lagi bisa dibagi untuk orang lain baca.

Yah, semoga saja, akan banyak bermunculan komentar-komentar baru (sebagai perwujudan bahwa masih ada yg membaca blog ini selain saya sendiri =p ), dan dinamika baru.

Lalu saya pikir, karena saya akan mengutak-atik template blog ini untuk menghilangkan haloscan, sekalian saja saya tambahkan fitur-fitur baru disini. Salah satunya adalah pada penambahan widget "follower" dan menghilangkan widget "recent comments".

Akan tetapi penambahan paling signifikan tentunya adalah penggunaan fasilitas "Google AdSense". Tentu semua sudah familiar dengan fasilitas ini kan? Yap! Benar! Fasilitas ini adalah fasilitas yang menampilkan iklan di blog kita, dan kita sebagai pemilik blog bisa mendapat uang setiap ada pengunjung yang mengklik atau membaca iklan yang ditampilkan itu.

Sejak dulu saya tertarik untuk menggunakan fasilitas ini, tapi selalu tidak yakin apakah memang saya rela blog saya ini dibumbui hal komersial atau tidak. Setelah saya pikirkan, saya pikir tidak ada salahnya juga. Toh saya hanya memasang iklan itu. Semoga tidak mengganggu pembaca. Saya juga tidak mempromosikan atau memaksa-maksa orang supaya mengklik iklan-iklan itu. Sepenuhnya semua bebas-bebas saja. Toh saya jg cuma iseng-iseng. Tapi kalau ada yang mau mengklik iklan-iklan itu, ya tentunya sy akan sangat berterima kasih sekali =D

Kalau kata Terms and Conditionsnya sih, Saya juga tidak boleh menggunakan blog ini untuk menampilkan hal-hal berbau pornografi, atau menyebarluaskan barang-barang yang punya hak cipta (nyebarin mp3 lagu misalnya). Sepertinya ini cukup mudah. Saya juga tidak boleh mendorong secara langsung (meminta) pengunjung untuk mengklik iklan itu melalui tulisan-tulisan di blog saya. Hmm.... Oke. Dia melarang saya untuk mendorong orang supaya baca iklan... tapi dia ga bilang apa-apa soal "mengancam" kan? =p

Saya terpikir untuk merombak tampilannya juga sebenarnya. Supaya agak lebih sederhana.
Tapi mungkin tidak dalam waktu dekat, soalnya saya masih belum ada bayangan sama sekali mau diapakan...

Yah, semoga sedikit pembaruan ini bisa berjalan dengan baik..


UPDATE (22 Desember 2009, pukul 09.30 WIB):
Sebuah keanehan dari Google AdSense telah menimpa saya. Ketika saya mendaftar untuk aplikasi ini (21 Desember 2009 sekitar pukul 15.00 WIB), saya diminta untuk menunggu 48 jam sebelum account saya diaktifkan. Akan tetapi ketika saya periksa lagi tadi malam (22 Desember 2009 pukul 00.30 WIB), ada berita bahwa account Google AdSense saya itu telah dinonaktifkan karena "klik tidak sah". Lucu juga, mengingat accountnya bahkan belum aktif, tapi tiba-tiba saya dituduh sudah melakukan klik tidak sah... Apa yang diklik?
Saya curiga penonaktifan itu terjadi karena postingan ini. Di bagian dimana saya menjelaskan tentang Google AdSense itu. Sepertinya beberapa kalimat disana dianggap sebagai "ajakan untuk meng-klik". Dan itu memang dilarang dalam Terms and Condition-nya.
Yah... saya tidak tau kalau postingan ini bisa menjadi penyebab ditolaknya aplikasi saya di Google AdSense. Dan sekali dinonaktifkan sepihak seperti ini, saya sudah masuk black-list, tidak bisa lagi mengajukan aplikasi Google AdSense, kecuali tentu dengan account dan blog baru.

Yasudahlah.... Ga jadi =))

Monday, December 07, 2009

Singkat Padat

Beberapa ini adalah beberapa obrolan singkat saya dengan beberapa orang, tentang beberapa hal...

Sengaja dituliskan singkat dan padat saja, karena entah kenapa, sedang malas sok mencari "hikmah" dari omongan orang (maupun omongan diri sendiri). Singkat dan Padat. "Sintal" kalau dulu seorang teman saya yang jadi ketua OS pernah bilang.

Jadi, selamat menikmati saja.


Kami ini Benda Mati!
Sebuah obrolan antara saya dengan seorang rekan kerja, yang kebetulan PNS
Saya: "Pak, yang rapat di Bogor nanti, Bapak ikut gak?"
Pak X: "Inginnya sih ikut. Pak Y ikut tidak?"
Saya: "Sepertinya tidak Pak. Gimana?"
Pak X: "Lho? Jadi, ga ada yang organik dong?"
Saya: "Gak ada Pak. Benda mati (anorganik) semua."


Kami ini Hanya Setengah Manusia.
Sebuah obrolan di taxi dengan seorang rekan kerja, sesama non-PNS. Kebetulan sehabis rapat kami mendapatkan honorarium rapat yang tertutup rapat dalam amplop.
Saya: "Alhamdulillah..."
T: "Alhamdulillah... walaupun yang didapat ternyata beda dengan kuitansi yang ditandatangan' (sambil buka amplopnya)
Saya: "He? Emang berapa di kuitansi? Di amplop berapa?"
T: "Di kuitansi Rp xxxxxx (jumlah disensor). Di amplop Rp xxxxxxx (jumlah disensor, tapi setengah dari jumlah yang di kuitansi itu)"
Saya: "ooooo... kacrut juga"
T: "Tapi gw dah nanya mas P sih. Katanya memang kita setengah aja. Kalo yang PNS dapat full"
S: "Ooooo... jadi kita memang hanya setengah manusia. Kalau mau jadi manusia seutuhnya... jadilah PNS"


Over-Under.
Alkisah, saya bermaksud untuk mengambil sebuah pekerjaan secara part-time, yang kebetulan juga dibawah kendali project yang saat ini sedang saya tangani. Berikut perbincangan saya via YM dengan si Pimpro proyek, yang kebetulan orang Spanyol.
Saya: "So, what do you think, Bu? Do you think I can take the task? Or is there any objection from you, Bu?"
Bu Z: "Personally I have no objection..."
Saya: "But....?"
Bu Z: "I'm just worried that you'll be overworked. You have more than enough work even now."
Saya: "Don't worry, Bu. I don't think I'm overworked.
Bu Z: "But....?"
Saya: "I'm underpaid."


Teman Sejati
Seorang teman bercerita pada saya tentang seorang temannya yang lain. Alkisah, dia sedang perlu pertolongan, dan temannya itu membantunya.
A: "Eh, wan, kemaren tu gw kan lagi kesusahan banget ya (sambil kemudian menceritakan masalahnya). Untung banget deh, ga gw sangka-sangka, si B... yang udah lama ga kontak-kontakan sama gw... ternyata mau bantuin gw. Gak nyangka gw..."
Saya: "Oooo... B memang orang baik..."
A: "Sekarang gw paham, peribahasanya orang bule itu..."
Saya: "Yang mana?"
A: "A friend in need... is a friend indeed"
Saya: "Ooo... Apa emang artinya?"
A: "Ya jelas dong, teman sejati itu adalah yang bantuin kita pas lagi susah. Emang ada pengertian apa lagi?"
Saya: "Gw kira artinya kayak elu..."
A: "Ha? Kenapa emang?"
Saya: "Giliran lu lagi butuh aja (dan setelah B mau bantu)... baru deh si B lu anggep temen..."


Nanti diupdate lagi deh. Sementara segini dulu. Mendadak ada tugas.

Friday, November 20, 2009

Manusia itu Kontekstual, Gender itu Berpengaruh, Tampang Bagus itu Sebuah Keuntungan

Teringat waktu Agus Ringgo dulu pernah diwawancara di salah satu acara gosip.... (bukan berarti saya suka nonton acara gosip. Sebutlah waktu itu cuma saluran itu yang bisa ditangkap dengan baik. Saluran lain banyak semutnya)

Waktu itu dia ditanya soal Christian Sugiono yang merupakan teman baiknya. Kata Agus Ringgo kira-kira seperti ini:

"Susah tau jadi orang jelek yang temenan sama orang ganteng. Gua kan pernah tuh, pengen jatohin namanya si Ian (C. Sugiono). Gw bilang aja ke cewek-cewek kalo si Ian tu takut kecoak. Eeeeh, kata mereka malah "ooooo, co cweeeet (so sweeet), lucu yah, ternyata takut kecoak. Hihi. Nanti gw lindungin deh", sambil pada senyum-senyum. Nah, tau gitu, gw bilang aja, gw jg takut kecoak loh. Eeeh.. kata mereka malah "ih, pengecut! cowok apaan luh? udah jelek, sama kecoak aja takut! dasar cowok lemah!". Nah, itulah bedanya orang ganteng sama orang jelek sama gw."

Kalau dipikir-pikir... memang benar juga ya.

Kita ini manusia kontekstual. Kita menilai berdasarkan konteksnya. Apakah itu konteksnya kondisi kita, kondisi yang dibicarakan, atau apapun. Yang jelas, tanpa sadar, kadang kita memang selalu punya standar ganda atas segala sesuatu.

Mari kita lihat contohnya:

1. Tentang mata keranjang:
- Seorang pria yang sudah punya pasangan melihat seorang wanita lewat, lalu dia berkata ke seorang teman wanitanya: "wanita itu... cantik juga ya...". Si temannya itu akan bilang "dasar lu mata keranjang... inget udah punya pasangan!"
- Seorang wanita yang sudah punya pasangan melihat seorang pria lewat, lalu dia berkata ke seorang teman wanitanya: "Cowok itu... lucu yah... hihihi". Si temannya itu akan bilang "Iya yah... keren abish", lalu berjalan lagi sambil sekali-sekali membicarakan apa saja yang bisa dilihat dari si pria ganteng itu.

2. Tentang obsesi cinta:
- Seorang pria bertampang "biasa" punya obsesi dan perasaan yang begitu besar pada seorang wanita, meskipun keadaannya tidak memungkinkan untuk dia bisa bersama si wanita itu (cinta ga kesampaian ceritanya). Teman-temannya akan bilang: "Posesif, obsesif, psycho... ati-ati luh, ntar malah jadi orang stress. Ntar malah bikin macem-macem lagi luh. Udalaaah..."
- Film Twilight, Shakespeare in Love, Titanic, Romeo and Juliet, City of Angels, Butterfly Effect: "Ooo.... co cweeeet.... meskipun berat tapi mereka tetap pertahankan cinta mereka... cinta itu memang harus begitu... oh... seandainya...". Mungkin karena kalau di film tampang para pemeran prianya ganteng-ganteng ya? Orang ganteng kan ga mungkin psycho...

3. Tentang rahasia:
- Seorang pria memendam sebuah rahasia yang fatal, sepanjang hidupnya. Komentar: "Gila ya tu orang... Bisa-bisanya ga bilang soal itu. Padahal fatal banget. Tega banget dia."
- Seorang wanita memendam sebuah rahasia yang fatal, sepanjang hidupnya. Komentar: "Wanita itu memang berjiwa besar. Hatinya mampu memendam rahasia itu meskipun sudah sekian lama...", "A woman's heart is a deep ocean of secrets..." (Rose, dalam Titanic)

4. Tentang kekaguman terhadap fisik:
- Seorang pria mengatakan penilaiannya mengenai seorang wanita, kepada teman wanitanya. Dia bilang: "Eh, si X... badannya bagus yah. Cantik bgt pula mukanya. Rambutnya... pff... suka deh gw". Si teman wanita akan bilang: "Ih, fisik banget sih lu? Dasar dangkal!"
- Seorang wanita mengatakan penilaiannya mengenai seorang pria, kepada teman wanitanya. Dia bilang: "Wow, si Y.... keren bgt. bodinya bagus, bajunya modis. cool bgt penampilannya." Si teman wanita bilang: "Iya ya... hihihi... keren banget. Gw jg suka ngeliatnya. Yaaah, walau bagaimanapun kan yang pertama keliatan tu kan tampang fisik. hehe."

5. Tentang merokok:
- Seorang wanita merokok. Pria yang melihat akan bilang ke temannya: "Ga suka gw ngeliat cewek ngerokok. Kaya bukan wanita baik-baik..."
- Seorang pria merokok. Pria yang melihat akan bilang: "Bagi dong jek!"

6. Tentang cowok pendiam:
- Seorang pria bertampang biasa, bersifat pendiam, penyendiri: "Dasar kuper... pasti malu sama tampangnya sendiri, ato stress karena ditolakin mulu sama cewek. Jangan-jangan psikopat."
- Pria ganteng pendiam, penyendiri: "Wow... cool... kaya Rangga AADC. Pasti aslinya romantis kalo sama cewek. Waaah... pasti dah banyak cewek yang ditolak tuh"

7. Tentang cowok berwajah angkuh:
- Seorang pria bertampang biasa, kadang terlihat angkuh dan pendiam: "Udah jelek, judes lagi. Cih!"
- Seorang pria ganteng, kadang terlihat angkuh dan pendiam: "hmm... Misterius... Menantang..."

8. Tentang name-tag (ini curhat colongan):
- Seorang pria yang tampangnya tidak pernah mendapatkan pujian yang tulus masuk kantor tempat dia bekerja selama HAMPIR 5 TAHUN TERAKHIR. Seorang satpam berwajah garang dan sangar dengan judes membentak: "Mau kemana mas?" "Pegawai sini?" "Mana nametag-nya?" "Besok pakai ya!"
- Seorang wanita yang tampangnya banyak mendapat pujian (tapi kadang agak stress kalau dekat-dekat saya, karena saya termasuk orang-orang yang berpendapat sebaliknya) masuk kantor yang sama, dimana dia sendiri belum genap setahun bertempat di situ, dan sebenarnya tidak punya nametag. Satpam yang sama menghadang, lalu berkata: "Selamat pagi mbak..." (dengan senyum manis di wajahnya)

9. Tentang pilihan:
Alkisah, ada pasangan pria-wanita, berselisih paham. Si pria punya pilihan sendiri, si wanita punya pilihan lain. Pilihan mana yang kemudian disepakati keduanya?
- Pilihan si pria yang diambil: "Dasar cowok egois! Cih!"
- Pilihan si wanita yang diambil: "Karena wanita ingin dimengerti..."

10. Tentang, tantangan, hambatan, atau penundaan:
- Dalam kehidupan nyata: "Sudahlaaah, terima kenyataan. Memang tidak akan bisa kok. Tentu ada jalan yang lebih baik"
- Ketika nonton film, di bagian akhir, dan ceritanya mengambil hikmah dari film: "Oh... kisah yang indah... Meskipun jalannya berliku tapi dia tetap yakin, dan dalam cara yang tidak disangka-sangka akhirnya berakhir bahagia. Itulah kenapa kata orang: 'jangan takut untuk bermimpi'"
Mungkin karena di film, orang bisa lihat ending-nya ya? Sementara di kehidupan nyata, masa depan itu misteri, tapi kita sendiri yang suka meyakinkan diri sendiri akan ending yang buruk...



Ya begitulah...
Ini hanya sekedar 10 buah contoh. Saya yakin Anda pasti punya sekian juta contoh lain... karena kalau dipikir-pikir, manusia memang melihat sesuatu itu tidak saklek. Semua sesuai konteks yang dihadapi saat itu. Itulah mengapa, contoh-contoh yang tersaji di atas pun sebenarnya tidak lebih dari sebuah pemikiran pragmatis, karena tentu ada banyak sekali alasan (atau pembenaran) yang bisa mempengaruhi sikap, tanggapan, dan jawaban seseorang dalam kasus yang dihadapinya. Dengan begitu, sebenarnya tidak ada itu yang namanya "prinsip". Saya pun ternyata tidak punya itu prinsip, karena saya pun melihat dan menyikapi sesuatu sesuai konteks yang saya hadapi saat itu. Prinsip itu kan cuma panduan. Yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari biasanya memang cuma pembenaran. Ya tapi... saya terima itu. Saya baru sadar kalau dari dulu saya memang suka sekali membuat pembenaran. And it feels good =p


Sekali-sekali... tidak ada salahnya berpikir sederhana. Untuk senang-senang saja =))


Sudahlah wan... STOP BABBLING!!!


Mari kita melihat bintang-bintang...

Thursday, November 19, 2009

Ada apa Dengan (film) 2012?

Baca headline koran-koran berharga 1000 rupiah di Ibu Kota hari ini... besar sekali tulisannya. Katanya MUI cabang manaaaa gitu (gamau bilang, biar ga dikira mendiskreditkan) cekal 2012 (film yang lagi heboh itu loh)....


........


Tidak bisa berkata-kata....


.......


Mikir.....

......


Terus ketawa sendiri...... =))


......

God! I love this country =))


(Kalo saya jadi produser filmnya, saya akan bayar MUI karena tanpa saya minta telah berjasa menjadikan film ini... lebih dari sekedar film)



NB: Saya belom nonton. Kehabisan tiket mulu.

Monday, October 26, 2009

Tiga Batang Rokok dan Segelas Besar Kopi-Moka


And here I am... having a date with myself...

Makasih Nov, dari dulu saya emang ingin coba saran kamu ini.
Ya tidak sepenuhnya sendiri juga sih. Ada teman-teman, tapi saya memilih duduk sendiri supaya bisa merokok... dan menulis ini dengan tenang.

Ada baiknya juga berkesempatan sendiri dalam keramaian seperti ini. Mengizinkan kita untuk berpikir dengan lebih tenang, lebih jernih. Kalau sendiri yang memang sendiri, kadang lintasan-lintasan pikiran yang mengganggu itu justru lebih kuat. Kalau ada sesuatu yang kurang, itu adalah alunan musik hidup yang tadinya saya harapkan di tempat ini. Baru mulai minggu depan katanya.

Lantas apa kiranya yang membuat saya ingin melakukan hal ini? Tentunya, ketika alasan itu tidak bersifat begitu pribadi, saya tidak membutuhkan kesunyian untuk berkontemplasi, dan bisa dengan seenaknya berbagi bersama teman-teman. Maka mungkin sekedar apa yang saya pikirkan saja. Ini tentang hidup -tentu saja, seperti biasa- dan apa yang bisa dilakukan hidup kepada kita, atau apa yang bisa kita lakukan terhadap hidup.


Semua kisah tentang hidup tak pernah mengenai hasil atau resultan akhir yang didapat. Karena hasil baru akan didapat ketika hidup itu berakhir. Dan itu berarti cerita tentang kematian.

Hidup selalu mengenai proses. Mengenai bagaimana dia dijalani. Mengenai kenyataan, mengenai harapan, mengenai bagaimana menghadapi kenyataan untuk membangun harapan.

Kita hidup di sebuah bumi yang berputar. Di sebuah massa cair dengan inti yang cair, yang begitu rapuh tapi kita tidak ada pilihan selain hidup diatasnya karena suatu gaya tak kasat mata yang kita sebut gravitasi. Bumi itu berputar bersama planet-planet lain mengitari matahari dengan kecepatan dalam sebuah galaksi yang kita sebut Bima Sakti. Bima Sakti bersama galaksi-galaksi lain juga berputar mengelilingi sesuatu dalam suatu sistem yang sudah terlalu besar untuk kita bayangkan. Dan mungkin, sistem itu juga berputar dalam suatu sistem lain yang jauh lebih besar.

Bila kita bayangkan itu semua... bila kita bayangkan seluruh sistem itu... dan menyadari bahwa kita adalah sebuah partikel yang begitu kecilnya sehingga mungkin tidak berarti lagi... maka eksistensi kita menjadi sesuatu yang absurd.

Kita hidup dalam pemahaman kita bahwa segala sesuatu terjadi untuk kita, karena kita, dan oleh karenanya kita merasa berhak untuk berpikir hanya dalam skala itu. Yang kita kadang tidak menyadari adalah bahwa dalam hidup itu kita sebenarnya hanya selalu berusaha meraih... menjangkau... dan mengharapkan sebuah ketidakpastian suatu saat akan memihak pada kita. Terlihat sia-sia. Tapi kadang memang hanya itu yang bisa kita lakukan, setidaknya untuk bangun setiap hari dan merasa bahwa hidup kita ini memang ada artinya.

"Sometimes we just reach out, and expect... NOTHING... in return." (Dari film “The Martian Child”)

Dalam konteks besar ini jugalah kemudian segala sesuatu yang kita pikirkan, yang kita rasakan, kita jalani, menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak berarti. Tidak signifikan dalam keseluruhan sistem itu. Apapun yang kita jalankan itu, segala emosi, semua kebahagiaan, kesedihan, harapan, amarah, kasih sayang... apa artinya itu?


Saya... semestinya... telah belajar bahwa amarah hanya akan membawa kepahitan bagi hidup kita sendiri. Tapi toh saya tetap tidak bisa menghindari kenyataan bahwa dalam jalan ini, kadang kemarahan dan kesedihan adalah bagian daripadanya. Adalah naif apabila saya bilang bahwa pengalaman hidup pada masa lalu bisa membuat kita tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa kini, atau masa depan. Itu tetap terjadi. Marah masih menjadi bagian dari karakter saya. Ya perkara apakah kemudian saya bisa menjalaninya dengan lebih baik atau tidak, itu mungkin hal yang berbeda.

Tapi kadang kita memang harus menerima bahwa sebuah sansak adalah salah satu penemuan paling bermanfaat dalam kehidupan umat manusia. Kesadaran bahwa naluri untuk menghancurkan itu kadang harus disalurkan, dan bahwa dendam itu kadang memang harus terbalas suatu saat nanti. Toh kehancuran yang bisa dihasilkan tangan ini tidak akan cukup kuat untuk merusak keseluruhan sistem tatanan dari apa yang kita sebut alam semesta.

Dalam kadar tertentu, itu lebih menyehatkan dibanding memendam amarah dan membiarkannya suatu saat lepas tanpa kendali. Walaupun kadar itu sendiri tentu besarnya relatif untuk setiap orang.

Pada akhirnya kita hanya akan bisa membiarkan diri kita sendiri, dan orang lain, berpikir masing-masing, dan merasa masing-masing. Ya tentunya suatu saat kita bisa menghibur orang lain dengan kebenaran, agar semua pikiran buruk dan spekulasi di kepala orang itu bisa tereduksi. Karena, spekulasi mengenai berbagai macam kemungkinan adalah hal terburuk yang bisa ada di kepala seseorang. Spekulasi mengenai sesuatu yang diluar pengetahuan membuat kita tidak bisa tidur, bertanya-tanya mengenai mana yang benar itu sebenarnya. Tapi kadang kita membiarkan orang itu berspekulasi, karena kita memang takut mengatakan kebenaran, atau murni karena kita memang ingin menambah sedikit penderitaan di kepala orang lain.


You are what you think”, kata orang-orang sebagai penyederhanaan dari apa yang kita sebut sebagai hukum ketertarikan. Dan pikiran buruk yang melintas dalam suasana penuh amarah adalah sesuatu yang lebih cepat mewujud dibanding kebaikan, kata orang-orang sebagai pembenaran bahwa kadang tidak segala sesuatu berjalan sesuai keinginan kita. Tentunya, ketika itu terjadi, kita akan menyesal begitu rupa mengapa keburukan itu sampai pernah terlintas dalam pikiran kita, dan menyalahkan diri kita sendiri ketika keburukan itu mewujud jadi nyata.

Padahal adalah wajar kalau kita tidak mendapatkan segala sesuatu sesuai keinginan kita. Hidup memang dibangun dari ketidakadilan-ketidakadilan. Begitu tidak adilnya sehingga dalam skala yang lebih luas, semua orang mendapat ketidakadilan yang sama, dan kadang keadilan yang sama, sehingga semuanya menjadi adil. Ya memang dalam kasus-kasus tertentu, pada suatu saat dua orang berbagi ketidakadilan dan saling menguatkan satu sama lain, tapi yang satu kemudian meninggalkan yang lain ketika keadilan datang padanya. Well, that’s just life. Dan kadang, orang yang ditinggalkan memang dituntut untuk bisa mengerti bahwa dalam skala yang lebih luas, tentu semuanya ada alasannya, dan masih dalam taraf adil.

Kita tidak bisa menuntut dia yang mendapat keadilan untuk membangun pengertian yang sama untuk orang yang dia tinggalkan, karena memang tidak ada alasan untuk dia memikirkan hal itu. Dia akan bisa mengucapkan hal yang sama: “Well, that’s just life”. Tapi tentunya dengan standar kelegaan yang berbeda.

“Sansak” kemudian memang menjadi penemuan yang hebat untuk menghadapi kasus semacam ini. Blog ini pun akhirnya menjadi sansak saya.


Maka, kencan dengan diri sendiri ini bisa kita tutup dengan sebuah perintah... “Enough babbling!”

Mari kita memandangi bintang-bintang...



Ket.: Gambar diambil dari http://www.stfc.ac.uk/PMC/PRel/STFC/Universe.aspx?pf=1

Wednesday, October 07, 2009

I Walk The Line

(Mohon maaf untuk para pembaca yang sebelumnya mengakses tulisan ini tapi banyak yang tidak terbaca. Sudah saya perbaiki. Semoga sekarang terbaca semua. Terima kasih.)



I Walk The Line

- Johnny Cash (1955) -

I keep a close watch on this heart of mine
I keep my eyes wide open all the time
I keep the ends out for the tie that binds
Because you're mine, I walk the line

I find it very, very easy to be true
I find myself alone when each day is through
Yes, I'll admit that I'm a fool for you
Because you're mine, I walk the line

As sure as night is dark and day is light
I keep you on my mind both day and night
And happiness I've known proves that it's right
Because you're mine, I walk the line

You've got a way to keep me on your side
You give me cause for love that I can't hide
For you I know I'd even try to turn the tide
Because you're mine, I walk the line

I keep a close watch on this heart of mine
I keep my eyes wide open all the time
I keep the ends out for the tie that binds
Because you're mine, I walk the line



Dari Wikipedia:
"I Walk the Line" is a song written by Johnny Cash and recorded in 1956. A 1970 movie drama of the same name, starring Gregory Peck, featured a soundtrack of Johnny Cash songs including the title song. In 2005, a biographical film entitled Walk the Line was produced starring Joaquin Phoenix as Johnny Cash and Reese Witherspoon as June Carter, directed by James Mangold.

Lebih lengkapnya, bisa dibaca saja di: http://en.wikipedia.org/wiki/I_Walk_the_Line

Siapa (mendiang) Johnny Cash, bisa dibaca juga di: http://en.wikipedia.org/wiki/Johnny_Cash

Saya suka Johnny Cash, terutama lagu ini. Lagu-lagun
ya sederhana, dengan lirik lugas dan tajam, selalu diilhami dari apa yang dia alami dan rasakan. Lirik yang emosional di setiap baitnya, terutama bila kita mendengarnya dan berbagi perasaan yang sama (seperti saya waktu membuat postingan ini misalnya). Lirik memang kekuatan utama lagu-lagunya, disamping aksi panggung yang, pada waktu itu, memukau. Dari lagu-lagunya kita mendapat kesan bahwa dia sudah merasakan macam-macam. Ring of Fire adalah salah satu lagu lainnya dari Cash yang saya suka. Johnny Cash menjadi salah satu artis yang musiknya kelak membawa perubahan revolusioner pada musik dunia. Gayanya membawa gitar di punggung dengan terbalik bahkan menjadi ikon tersendiri sampai sekarang.

Ada banyak versi dari lagu ini. Saya sertakan beberapa v
ersi yang saya suka:
  1. Versi Johnny Cash muda (23 tahun) waktu menyanyikan lagu ini pada tahun 1956, bisa dilihat di: http://www.dailymotion.com/video/x1o9sk_young-johnny-cash-i-walk-the-line_music
  2. Versi dinyanyikan ulang oleh grup band Live sekitar tahun 2005an. Versi yang cukup kuat. Saya lebih suka versi ini dibanding versi aslinya. Bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=9_daJjRrv0A
  3. Versi dinyanyikan oleh Chris Daughtry pada American Idol tahun 2006. Versi yang paling saya suka. Sangat kuat. Ketika dia membawakan lagu ini, saya berpendapat dia seharusnya bisa jadi juara tahun itu. Bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=vkbK175J5oA


Judul lagu ini juga menjadi judul film tentang biografi Johnny Cash muda. "Walk The Line" (2005) dibintangi oleh Joaquin Phoenix sebagai Johnny Cash dan Reese Witherspoon sebagai June Carter yang kelak menjadi istri Cash. Film ini mendapat 5 nominasi oscar, tapi hanya 1 piala yang akhirnya didapat, yaitu pada kategori Best Actress. Trailer filmnya bisa dilihat di:http://www.youtube.com/watch?v=GsvZGwd8vrI

Mengenai arti dari frase "walk the line" sendiri, ada banyak perdebatan disini. Banyak pendapat mengatakan bahwa frase ini berarti "melakukan hal yang benar", berjalan di jalan yang "lurus", mempertahankan sebuah keseimbangan yang rapuh antara satu sisi ekstrim dengan sisi ekstrim lainnya. Dalam konteks lain, frase ini kadang juga berarti "menjalani hukuman", dalam pengertian menjalani proses pengadilan atau menjalani status sebagai terdakwa atau "rela" masuk penjara. Pendapat lain yang lebih romantik menghubungkan frase ini dengan komitmen. Komitmen dalam hal percintaan misalnya, dimana seseorang memantapkan komitmennya untuk mencintai seseorang dan rela menjalani "apapun" untuk mempertahankan kesetiaannya pada cinta itu. (aiiiiih... romantik sekali kan pemaknaannya?)

Untuk Johnny Cash sendiri... nampaknya bagi dia lagu ini bisa berarti semuanya. Ini adalah salah satu lagu hit pertama dia, dan masuk dalam album pertamany
a.

Melihat sejarahnya (dihubungkan dengan "kapan" lagu ini diciptakan), lagu ini diciptakan untuk istri pertama Cash, dimana dia berjanji untuk tetap setia.
Versi sejarah ini jelas berbeda dengan versi filmnya. Entah mana yang benar. Yang jelas, dalam perkembangannya, Cash ternyata tidak sepenuhnya "walk the line" pada istri pertamanya itu. Dia bertemu dengan June Carter setelah dia tenar, dan dalam satu kesempatan mengatakan pada Carter bahwa "suatu saat aku ingin menikahimu". Johnny Cash dan June Carter kemudian memang terlibat jalinan asmara, tapi tidak menindaklanjutinya sampai akhirnya Johnny Cash bercerai dengan istri pertamanya tersebut (hal yang kemudian menjadi pembenaran bagi para penggemar Cash untuk setidaknya mengatakan: "tuh... kan... berarti dalam hal ini bisa dibilang bahwa Cash tetap orang yang setia dong?"). Perceraian itu sendiri terjadi karena Cash terlibat dengan alkohol dan obat bius.

Karena kecanduan obat bius itu jugalah, June Carter pun kemudian menolak Cash yang ingin menikahinya. June mengatakan (kira-kira) "You can never walk any line with me in that (condition)". Maka Cash pun berhenti mencandu.
Pada satu kesempatan Johnny Cash juga pernah terlibat masalah hukum. Dia masuk penjara setelah June Carter menasihatinya untuk tidak melawan hukum dan harus mau bertanggung jawab menjalani hukuman atas apa yang telah dia lakukan. Johnny dan June akhirnya menikah, sampai ajal memisahkan mereka di tahun 2003. June Carter Cash meninggal dunia pada 15 Mei 2003. Johnny Cash meninggal tak sampai 4 bulan setelahnya, 12 September 2003.
Well... I guess Johnny sure walked the line with June.

Jadi...
Lagu ini memang bisa berarti banyak untuk seorang Johnny Cash.

Untuk para pendengarnya (termasuk saya), arti yang mana yang mau dipilih, sebenarnya terserah saja, sesuai kondisi yang dihadapi masing-masing. Apapun... ini tetap sebuah lagu yang bagus.




NB: Here's for you, Johnny. Thanks for the song tonight.

Thursday, September 24, 2009

Seputar Lebaran


Assalamu'alaikum wr. wb.

"Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyaamanaa wa shiyaamakum.
Selamat hari raya iedul fitri 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga kita menjadi ummat yang semakin bisa mencintai Allah."

.....

Tadinya, saya mau mengakhiri postingan selamat lebaran ini sampai disini saja.
Tapi mengingat sudah cukup lama juga saya tidak posting di blog ini, mungkin ada baiknya diperpanjang sedikit ya... =D

Sama seperti tahun lalu, ucapan selamat lebaran di atas menjadi template sms lebaran saya untuk semua teman, keluarga, maupun kolega. Ada beberapa alasan mengapa saya tidak mengganti sms lebaran saya tahun, dan masih menggunakannya tahun ini.

  1. Pertama, karena memang setiap tahun yang diucapkan ketika lebaran ya itu.
  2. Kedua, untuk saya isinya sudah cukup mencakup semua yang mau saya katakan.
  3. Ketiga, karena saya tidak terlalu suka sms-sms lebaran yang isinya penuh puisi, syair, maupun pantun-pantun yang untuk saya lebih bernada basa-basi dan lebih mementingkan rima tapi kadang malah tidak sampai pokok pentingnya.
  4. Keempat, karena jumlah karakter dalam template saya itu (ditambah 4 huruf nama saya, supaya yang dikirim tau kalau itu dari saya), persis tepat untuk 1 lembar sms, jadi lumayan berhemat daripada panjang sampai berlembar-lembar. Maklum, untuk dikirim ke banyak orang.
  5. Kelima, ya karena saya malas bikin template baru.

Tapi sama juga seperti tahun lalu, beberapa orang yang saya kirim sms tersebut nampaknya cukup tergelitik untuk mempertanyakan baris terakhir sms saya itu, yang berbunyi "Semoga kita menjadi ummat yang semakin bisa mencintai Allah".

Dasar pertanyaannya sebenarnya cukup sederhana, yaitu karena lebih banyak do'a yang bunyinya itu sebaliknya. Misalnya, minta dirahmati dan diberkati oleh Allah, dan do'a untuk minta Allah mencintai kita, dan dilanjutkan dengan permohonan-permohonan lain.
Tapi jawaban saya juga sederhana. Kita mungkin memang sudah tidak perlu lagi meragukan cinta Allah ke kita. Ya oke, mungkin kadang kita lupa atau kita ragu. Tapi dengan begitu banyak yang telah diberikanNya, kadang agak canggung untuk meminta Allah mencintai kita. Sepertinya yang lebih sering kita lupakan adalah... apakah kita sudah cukup membalas cinta itu? Apakah kita sudah mencintai Allah?

Ya tentunya memang tidak mungkin bagi kita untuk bisa memberi balasan cinta yang setimpal pada Allah. Makanya saya cuma doakan semoga kita bisa semakin (dalam pengertian lebih dari sebelumnya) mencintai Allah. Ini tak lebih dari sekedar mengingatkan diri sendiri juga sebenarnya. Toh walaupun saya bicara begini juga pada kenyataannya saya masih begitu jauh dari kata "baik" =p

....


Selain itu, ada beberapa hal lain yang mungkin perlu diketahui (bagi yang belum) dalam konteks lebaran. Sekedar memberi informasi. Penyikapannya mau bagaimana, terserah para pembaca yang budiman saja.


....

Ucapan "Minal 'Aidin wal Faizin"
Ucapan ini sering diucapkan ketika lebaran di Indonesia, dan sangat sering sekali (perhatikan: sangat sering sekali) dirangkaikan dengan ucapan "mohon maaf lahir dan batin". Bahkan banyak lagu lebaran yang merangkaikan kedua kalimat ini. Akibatnya, banyak yang menyangka bahwa kedua kalimat itu artinya sama, atau bahwa "mohon maaf lahir dan batin" itu merupakan terjemahan dari "minal 'aidin wal faizin".

Sekedar informasi, ungkapan "minal 'aidin wal faizin" hanya dikenal di Indonesia (hebat kaaan?) dan konon tidak dikenal di budaya negara-negara Islam lain. Bahkan tidak ada juga dalam kamus bahasa arab, kecuali kata per kata. Ucapan ini bukan hadits dan tidak bersumber pada Rasulullah SAW. Bahkan... tidak diketahui darimana sumbernya. Meski begitu, sebenarnya sah-sah saja untuk setiap kelompok masyarakat (atau bangsa atau negara) untuk menciptakan ungkapan-ungkapan selamatnya sendiri. Jadi ya silakan saja kalau mau dipakai. Tapi mungkin lebih baik juga kalau tau sedikit artinya.

Saya memang bukan ahli bahasa arab. Bahkan, saya tidak bisa berbahasa arab dan mengaji pun masih terbata-bata. Jadi silakan yang lebih tau, bisa mengkoreksi. Tapi berdasarkan beberapa referensi (buku-buku, tanya teman, tanya ustadz, majalah, blog orang, tivi, dll.), ungkapan minal 'aidin wal faizin artinya sama sekali bukan mohon maaf lahir dan batin. Secara ringkas, "al 'Aid" artinya kira-kira "orang-orang yang kembali", dan "al faiz" artinya kira-kira "orang-orang yang meraih kemenangan/berhasil". Jadi "min al 'aidin wa al faizin" atau "minal 'aidin wal faizin" kira-kira artinya "dari golongan orang-orang yang kembali dan orang-orang yang meraih kemenangan". Kalau dalam konteks do'a atau ucapan selamat, mungkin kira-kira artinya "semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang kembali (pada agama) dan orang-orang yang meraih kemenangan (dalam melawan hawa nafsu ??)".

Nah, semenjak beberapa tahun lalu setelah saya tau arti ucapan ini, maka setiap lebaran kalau mau minta maaf ke orang lain saya biasanya langsung saja mengucapkan pakai bahasa Indonesia "mohon maaf lahir dan batin", daripada pakai bahasa arab tapi artinya beda. Atau gabungkan keduanya sekaligus. Yang kemudian menggelitik adalah kalau ada yang ketika salaman sekedar berucap "minal 'aidin yaaaa" (sambil senyum). Mungkin maksudnya supaya singkat dan berkesan akrab, dan karena mengira artinya adalah "mohon maaf yaaaa". Padahal beda.

Tapi tentu akan ada juga yang bilang "yang penting maksudnya di hati itulah". Ya terserah kalau begitu. Ini sekedar memberi informasi saja.


.....

Ucapan "Taqabbalallahu Minna wa Minkum"
Ucapan ini saya belum jelas statusnya apa. Ada yang bilang hadits, tapi nampaknya sanadnya sendiri masih ada perdebatan. Ada beberapa yang menyebutkan bahwa ini adalah hadits, diucapkan Rasulullah SAW dan dijawab oleh para sahabat dengan "shiyaamanaa wa shiyaamakum".

Meski begitu, Al-Baihaqi adalah salah satu ulama yang menyebutkan bahwa hadits ini dhaif. Sebagai gantinya beliau menuliskan sebuah riwayat yang bukan hadits dari Rasulullah SAW, melainkan hanya riwayat yang menjelaskan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz mendiamkan ungkapan tersebut. Bahwa Adham maula Umar bin Abdil Aziz berkata,”Dahulu kami mengucapkan kepada Umar bin Abdil Aziz pada hari ‘Ied, “taqabbalallahu minaa wa minka, ya amiral mukminin”, maka beliau pun menjawabnya dan tidak mengingkarinya. (Lihat As-Sunan Al-Kubra, oleh Al-Baihaqi jilid 3 halaman 319). Ini saya ambil dari salah satu rubrik konsultasi di eramuslim.com yang diasuh oleh Ahmad Sarwat, Lc pada tanggal 11-11-2005.

Meski begitu, ustadz Ahmad Sarwat Lc ini juga lebih lanjut menjelaskan bahwa meski sebuah hadits itu dianggap dha’if, tapi selama tidak sampai tingkat kedhaifan yang parah, masih bisa dijadikan landasan amal dalam hal-hal yang bersifat keutamaan. Maksudnya, meski dha’if tetapi tidak palsu, jadi hanya lemah periwayatannya tetapi tetap hadits juga. Dan jumhur ulama pada umumnya bisa menerima hadits dha’if asal tidak terlalu parah, paling tidak untuk sekedar menjadi penyemangat dalam keutamaan amal-amal (fadhailul a’mal).

Oh iya lupa. Artinya apa? "Taqabbalallahu minaa wa minkum" kira-kira artinya “Semoga Allah SWT menerima amal kami dan amal Anda semua”. Adapun tambahan ucapan "shiyaamanaa wa shiyaamakum" kira-kira artinya "shaum (puasa) ku dan Anda". Jadi kalau dua kalimat itu digabungkan, kira-kira artinya "Semoga Allah SWT menerima amalan ibadah kita semua, dan demikian juga menerima puasa kita (di bulan Ramadhan)"

Untuk saya pribadi, karena setidaknya ungkapan ini lebih jelas riwayatnya pada Rasulullah SAW dibanding "minal 'aidin wal faidzin", maka saya biasanya lebih memilih untuk mengucapkan ungkapan ini ketika lebaran. Biasanya kemudian saya tambahkan juga ucapan "mohon maaf lahir dan batin", karena memang saya mau minta maaf juga selain mendoakan si orang yang sedang bersalaman dengan saya itu.

Bisa saja kita gabung ketiga-tiganya: taqabbalallahu minna wa minkum, minal 'aidin wal faizin, dan mohon maaf lahir dan batin. Tapi tentunya ini kepanjangan dan melelahkan =D


.....

Halal bi Halal
Nah! Ini satu lagi budaya yang hanya dikenal oleh komunitas muslim Indonesia. Budaya ini cukup baik sebenarnya, karena bisa mempererat silaturahim.

Ketika lebaran kemarin saya ga sengaja nonton (di Metro TV gitu?) Pak Quraish Shihab membahas ini. Beliau juga mengaku heran dengan budaya halal bi halal ini, karena tidak menemukannya di negara-negara lain. Apalagi dilihat dari namanya, beliau lebih keheranan lagi. "Halal bi halal" kira-kira berarti "halal dan halal". Ini maksudnya apa?

Pak Quraish Shihab kemudian memberi penjelasan yang cukup cantik. "halal" dalam bahasa Indonesia bisa berarti "boleh, lapang, lega". Jadi halal bi halal mungkin bisa diartikan sebagai sesuatu yang menjadikan hati kita lapang atau lega, sehingga bisa mempererat kembali tali silaturahim. Ya "pembenaran" ini bisa cukup mendekati untuk event halal bi halal yang biasa kita kenal sepertinya (bisa aja bapak yang satu ini... =p).
Tapi karena tidak jelas juga siapa pencipta istilah halal bi halal ini, dan darimana asalnya, tentu penjelasan tadi tidak bisa dikonfirmasi juga kebenarannya apakah memang seperti itu. Yah, kita anggap saja memang begitu.


......

Menyikapi Idul Fitri
Saya sejak dulu sering merasa heran akan kontradiksi ini. Di satu sisi, banyak hadits yang menyebutkan bahwa kita harus bergembira ketika menjelang Ramadhan dan betapa sedihnya Rasulullah SAW ketika Ramadhan akan meninggalkan kita, karena kita tidak tau apakah tahun depan akan berjumpa dengan Ramadhan lagi atau tidak, dan karena banyaknya keutamaan saat bulan Ramadhan.

Akan tetapi, kenapa ketika lebaran seolah diisi dengan kegembiraan semata? Bukankah lebaran itu berarti berakhirnya Ramadhan dan awal bulan syawal? Sedihnya itu ditaruh dimana? Apalagi kalau lihat acara-acara di televisi waktu lebaran dan budaya borong memborong belanjaan menjelang lebaran. Sepertinya semua jadi agak terlalu berlebihan gembiranya. Karena berlebihan jadi lupa dengan yang harusnya disedihkan.

Ya baiklah kalau kita bisa berbahagia karena bisa kembali bersilaturahim dengan keluarga, saling maaf memaafkan dan kembali berhubungan baik dengan semua orang. Juga berbahagia karena telah melalui satu periode pelatihan di bulan Ramadhan.

Tapi tentu kita juga perlu berpikir bahwa "perang" belum usai. Bahkan baru dimulai, karena Ramadhan adalah masa latihannya. Juga belum tentu kita sudah meraih "kemenangan", karena Allah SWT yang menentukan apakah puasa kita itu baik atau tidak, diterima atau tidak.

Agak kontradiktif buat saya. Ya mungkin juga karena saya sekedar merasa ada sesuatu yang berlebihan dirayakannya saja sepertinya.

Entahlah.


....

Demikian beberapa hal yang ingin saya bagi. Kalau ada salah-salah, tentu itu dari saya. Yang benar dari Allah SWT. Wallahu a'lam bish-showab.


Selamat lebaran semua :)



NB: Sumber gambar dari (maaf ga ijin) http://bits.comlabs.itb.ac.id

Thursday, July 16, 2009

Jam Kerja? Jam Kantor? Apa itu?



Tadi malam, ketika jam menunjukkan pukul 19.30, saya bersiap meninggalkan kantor. Saya pikir: "hey, sudah jam 19.30. Orang-orang sudah pada pulang semua. Saya biasa datang jam 8 pagi dan jam segini saya masih di kantor. Saya memang rajin."

Akan tetapi kejadian 12 jam berikutnya membuat saya sadar bahwa kesombongan itu akan selalu mendapatkan hukuman.

Tepat ketika saya beranjak hendak pamit ke bos, pak bos malah bertanya: "Wan, nanti tidur di sekretariat kan? Dekat lah ya, gak ke Bogor. Saya minta tolong dong. Ini ada kerjaan sedikit... blablablablablablabla..."

"Sial..." (pikir saya dalam hati)

Dan akhirnya duduklah saya kembali didepan komputer kantor, mengetik-ngetik, dan memesan mie goreng sebagai makan malam karena cacing-cacing di perut saya yang gendut ini mulai berteriak karena mereka takut kurus. Tentunya, mie goreng itu saya bayar sendiri.

Akhirnya, selesailah pekerjaan itu pukul 21.30. Saya segera pamit dan langsung keluar karena badan sudah gerah ingin mandi, dan mata sudah ngantuk ingin bobo. Saya tidak ingat berapa lama saya tidur. Tapi yang jelas saya bangun sekitar pukul 05.15.

Ketika saya bangun, seorang teman sudah datang menghampiri.
Kata-katanya cukup mengejutkan. Bos akan datang ke tempat saya tidur itu sekitar 10 menit lagi. Saya disuruh dibangunkan dan siap-siap, tapi tidak perlu mandi dulu katanya.

Pada akhirnya memang pukul 05.45 Pak Bos sudah datang, masih dengan celana pendek dan kaus oblong yang dipakainya tidur. Saya pun menghadap dengan memakai sweater yang saya pakai setiap malam untuk tidur (sehingga belum dicuci selama seminggu) dilengkapi sarung yang juga belum dicuci selama seminggu. Itulah setelan tidur saya setiap hari memang.

Ternyata ada koreksi-koreksi untuk pekerjaan saya yang semalam. Dan sebelum jam 7 saya diminta untuk menyelesaikan koreksian itu, sambil menunggu dia menumpang mandi. Maka jadilah saya menyalakan komputer pukul 06.00 untuk kemudian bekerja sampai pukul 07.00, kemudian mandi, dan bergegas ke kantor pukul 08.00.

......



Heran.
Seingat saya, pada zaman revolusi industri di Inggris setelah James Watt menciptakan mesin uap dulu, diciptakan sebuah konsep yang namanya "jam kerja". Untuk yang kerja kantoran ya namanya "jam kantor".
Pun pada tahun 1960-an ketika banyak serikat pekerja bermunculan di seluruh dunia, setau saya diciptakan sebuah mekanisme yang dinamakan "upah lembur".

Itu apa artinya ya?

Tuesday, July 14, 2009

Mengapa Kami Memusuhi Real Madrid (Sebuah catatan Sejarah Sepak Bola dan Pelajaran Kehidupan, Episode 1)


Catatan awal: Karena amat sangat teramat panjang, tulisan ini akan dibagi kedalam 3 episode. Episode pertama akan banyak berbicara mengenai rivalitas Barcelona-Real Madrid. Tulisan kedua akan berbicara mengenai filosofi klub, filosofi permainan, dan total football. Tulisan ketiga akan membahas mengenai apa-apa pelajaran hidup yang dapat diambil dari semua ini.

Mari kita mulai.

Setelah keberhasilan FC Barcelona merengkuh 3 (TIGA!) gelar utama musim ini (La Liga Spanyol, Champions League, dan Piala Raja Spanyol/Copa del Rey), beragam tulisan mengenai keindahan permainan FC Barcelona bermunculan. Pun, para penggemar “baru” pun juga mulai membuka matanya. Khusus untuk diri saya sendiri, yang memajang logo Barcelona sebagai latar belakang utama dalam tampilan desktop komputer, banyak juga teman-teman maupun orang yang baru kenal dengan saya mengira bahwa saya adalah salah satu dari penggemar baru tersebut.

BUKAN saudara-saudara sekalian! Saya BUKAN penggemar baru. Saya merupakan penggemar Barcelona sejak saya mulai menonton sepak bola dan orang-orang tua masih menggilai AC Milan. Saya juga adalah orang yang selalu ditertawakan oleh kawan-kawan saya sejak SMP karena setiap pergelaran Piala Dunia dan Piala Eropa selalu menjagokan Spanyol untuk menjadi juara (yang tentunya gantian saya yang tertawa puas setelah Spanyol juara Eropa tahun 2008 lalu), dan selalu memainkan Spanyol atau Barcelona sebagai tim utama kalau sedang bermain PS (PlayStation), sejak pertama saya mengenal PS.

Saya menyukai FC Barcelona sejak para pemain seperti Luis Enrique dan Josep Guardiola masih menapaki kejayaannya, dan Ronaldo (si pengkhianat itu) masih bermain di PSV Eindhoven. Saya sudah menyukai Spanyol ketika Andoni Zubizarreta masih mengawal gawangnya, serta Alfonso Perez dan Kiko Narvaez masih menjadi punggawa di lini depan, sebelum kedatangan Raul Gonzalez Blanco.

Pada titik ini, tentu Anda akan berkata... “Maak, sudah tua kali si Awan ini... Nama-nama pemain bolanya pun sudah tak lagi dikenal”. Yaaah, tentu sah-sah saja memandang begitu. Tapi sebenarnya salah juga, karena seingat saya waktu itu saya memang masih anak keciiiiiiiiil sekali (ini sebagai pembenaran supaya Anda pembaca mendapat gambaran jelas bahwa saya masih muda).

Ada baiknya kita lupakan perihal tua-muda ini, karena usia itu tentu sifatnya relatif apabila dibandingkan dengan kedewasaan. Dalam hal ini, permasalahannya, tidaklah bisa kedewasaan itu diukur sendiri oleh saya, karena jawabannya nanti bisa mengesankan kalau saya itu sombong (hehehe).

Lalu, tentunya anda mengenal (atau untuk yang tidak suka sepak bola, tentunya tidak mengenal) dengan istilah el-classico di Liga Sepak Bola Spanyol (La Liga). Istilah ini merujuk pada pertandingan antara dua musuh bebuyutan, FC Barcelona dengan Real Madrid. Musuh bebuyutan? Ya, kedua tim ini adalah rival sejak dulu. Sebuah permusuhan yang usianya sudah hampir 1 abad. Dan sebagai penggemar Barcelona, tentunya saya juga memusuhi Real Madrid.

Ini, bagi seorang penggemar seperti saya, bukan semata permusuhan untuk melihat musuh kalah. Ini lebih dalam dari itu. Ini tipe permusuhan yang apabila misalnya Real Madrid bertanding melawan Persela Lamongan dan seseorang mengajak saya bertaruh, maka saya akan bertaruh untuk kemenangan Persela Lamongan! Tapi tentu saya tidak akan melakukannya. Bukan karena saya takut kalah, tapi semata karena mabuk dan judi itu dilarang.

Tentu Anda bertanya-tanya, mengapa penggemar Barcelona harus memusuhi Real Madrid. Mengapa tidak sekedar mendukung yang satu tanpa memusuhi yang lain?


Permusuhan dengan Real Madrid

Ada baiknya kita cerita sejarah dulu kalau begitu ya...

Klub Barcelona didirikan tahun 1899 oleh seorang kelahiran Swiss bernama Hans Gamper (yang sama seperti Anda, saya pun tidak kenal). Dia membentuk klub sepak bola yang berisi pemain-pemain dari Swiss, Inggris, dan Catalan (satu suku bangsa di Spanyol). Gamper mencetak 103 gol antara tahun 1901 sampai 1903 dan menjadi Presiden klub sampai kematiannya tahun 1930. Stadion Barcelona pertama dibangun tahun 1909 dengan kapasitas penonton 6000 orang. Pertama kali Barcelona menjadi juara liga spanyol adalah tahun 1929, hanya 1 tahun sebelum kematian Gamper. Pada waktu itu, Barcelona sudah menjadi tim yang disegani dan sudah bisa merekrut pemain-pemain asing seperti Hector Scarone (Uruguay). Akan tetapi pemain yang mungkin “paling” terkenal pada zaman ini adalah sang kiper, Ricardo Zamora. Zamora terkenal karena 2 alasan. Pertama, nama dia diabadikan sampai sekarang sebagai nama piala penghargaan untuk kiper terbaik di liga spanyol setiap tahunnya. Kedua, dia adalah pemain pertama yang menapaki jalan transfer yang paling berbahaya di spanyol: Pindah dari Barcelona ke Real Madrid!

Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. Siapa Franco ini? Dia adalah seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, sampai sekarang, adalah “ibukota” dari Provinsi Catalonia, yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque. Sejak dulu, orang-orang catalonia ini menganggap diri mereka bukan bagian dari Spanyol, dan merupakan bangsa yang berada di bawah “penjajahan” Spanyol.

Franco melarang penggunaan bendera dan bahasa daerah Catalan. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang dapat berkumpul dan berbicara dalam bahasa daerah mereka. Warna biru dan merah marun Barcelona menjadi pengganti yang mudah dipahami dari warna merah dan kuning (bendera) Catalonia.

Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suñol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938. Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona “diinstruksikan” (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real Madrid. Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan “pengaturan pertandingan” dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya.

Sejak saat itu FC Barcelona menjadi semacam klub “anti-franco” dan menjadi simbol perlawanan Catalonia terhadap Franco, dan secara umum, terhadap Spanyol. Ada juga klub-klub lain di Catalonia seperti Athletic Bilbao dan Espanyol. Athletic Bilbao sampai saat ini tetap pada idealismenya untuk hanya merekrut pemain-pemain asli Basque, tetapi dari segi prestasi tidak sementereng Barcelona. Demikian juga dengan Espanyol. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, adalah klub kesayangan Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, FC Real Madrid.

Sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur dan karakter Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya. Siapapun pelatihnya, dan gaya apapun yang dipakai, karakternya hanya satu: Menyerang!. Sebagai penyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalonia, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, karena itu adalah simbol ketakutan. Kalah atau menang adalah hal biasa. Tapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan.

Pada tahun 50-an dan 60-an, Barca memang tertutup oleh kejayaan Real Madrid yang waktu itu diperkuat Ferenc Puskas, Di Stefano, dsb. Sebagai anak emas Franco sejak tahun 1930-an, Real Madrid memang selalu memiliki sumber dana besar untuk belanja pemain. Barcelona sendiri, pada 2 dasawarsa tersebut hanya bisa memenangi 4 kali liga spanyol, 2 kali piala raja, dan satu kali piala Inter City Fair (yang kemudian menjadi UEFA Cup).


Rivalitas Sampai Saat ini

Pada tahun 1973, seorang pemain Belanda yang kelak menjadi salah satu legenda Barcelona, Johan Cruyff, bergabung dari Ajax. Dalam pernyataan persnya ketika diperkenalkan, Cruyff menyatakan bahwa ia lebih memilih Barcelona dibanding Real Madrid karena ia tidak akan mau bermain di sebuah klub yang diasosiasikan dengan Franco. Bersama kompatriotnya, Johan Neeskens, mereka langsung membawa Barcelona memenangi gelar liga spanyol (setelah sebelumnya 14 tahun puasa gelar), dan dalam prosesnya tahun itu sempat mengalahkan Real Madrid di kandang Madrid sendiri dengan skor 5-0 (!).

Pada tahun itu Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda menjadi abadi. Jordi Cruyff sendiri pada akhirnya tidak pernah bisa sebesar ayahnya. Karir sepakbolanya lebih banyak dihabiskan di klub-klub medioker, meski sempat beberapa tahun memperkuat Manchester United.

Selanjutnya, permusuhan itu terus ada, meskipun tidak sesengit pada tahun-tahun awalnya, sampai sekarang. Bisa dibilang, rivalitas saat ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih “sehat”. Tapi permusuhan yang sejak dulu telah begitu mengakar menjadikan duel diantara keduanya selalu menjanjikan sesuatu yang spesial. Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya 2 kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan el classico, karena memang menyajikan satu duel klasik dengan sejarah panjang terbentang dibelakangnya.

Meski berulang setiap tahun, akan tetapi saking monumentalnya duel ini membuat Johan Cruyff dan Bobby Robson ketika menjadi pelatih Barcelona pada era akhir 1980-an sampai akhir 1990-an sampai mengibaratkan el classico sebagai sebuah “perang”, bukan sekedar pertandingan sepak bola. Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa seperti membawa sepasukan serdadu perang, bukan sebuah kesebelasan sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan. Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, karena ketika dia diangkat sebagai pelatih seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub: Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi JANGAN sampai kalah dari Real Madrid!

Meski begitu di dalam lapangan, “peperangan” ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportifitas yang tinggi, karena sportifitas pun merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik.

Transfer pemain adalah salah satu bentuk perang di luar lapangan. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatan.

Luis Figo mungkin adalah salah seorang yang paling mengerti mengenai hal ini. Direkrut oleh Barcelona pada tahun 1996, pemain Portugal yang kala itu “bukan siapa-siapa” tersebut kemudian menemui masa-masa jayanya. Barcelona memberinya peranan signifikan sebagai sayap kanan tim, dan bersama Rivaldo membawa Barcelona berjaya pada akhir tahun 1990an. Akan tetapi, pada tahun 2001, dunia tersentak ketika Figo menerima tawaran Real Madrid dengan iming-iming gaji dua kali lipat dan nilai transfer yang ketika itu menjadi rekor pembelian termahal seorang pemain sepak bola. Nilai itu melebihi batas klausul transfer Figo, sehingga Barcelona harus menerima tawaran tersebut berdasarkan aturan Bosman. Meski begitu, transfer itu tetap tidak akan terjadi seandainya Figo secara pribadi tidak menerima tawaran Real Madrid. Toh akhirnya Figo berkhianat.

Dalam duel el classico tahun berikutnya, ketika pertandingan dilangsungkan di Nou Camp (kandang Barcelona), Figo menerima sambutan monumental yang mungkin tidak akan dilupakannya seumur hidup. Seorang pendukung Barcelona di tengah-tengah pertandingan berhasil menerobos pagar petugas keamanan, sambil memakai bendera Barcelona sebagai jubah, kemudian berlari ke arah Figo membawa sebuah hadiah istimewa: sebuah kepala babi, lengkap dengan sedikit darah masih menetes dari lehernya. Ia kemudian melemparkan bendera Barcelona dan kepala babi itu ke arah Figo. Figo sendiri hanya terdiam menunduk beberapa saat, lalu berjalan menjauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, karena ia tahu kepala babi itu adalah simbol keserakahan dan pengkhianatan.


Penutup
Dalam hal prestasi, Real Madrid memang masih di atas Barcelona. Jarak prestasi itu terjadi terutama pada tahun 1950-1970an, ketika Real Madrid menjadi anak emas Franco dan memiliki kekuatan finansial jauh diatas Barcelona untuk membeli bintang-bintang sepakbola dari seluruh dunia. Toh mulai era 1980-an, prestasi itu mulai berimbang.

Para pendukung Barcelona, dan bangsa Catalan, tetap merasa memiliki satu nilai lebih dibanding Real Madrid. Keunggulan itu adalah dalam hal sistem permainan, dan filosofi klub itu sendiri. Hal ini akan kita bahas dalam episode berikutnya.

Untuk permulaan, cukuplah sekiranya sekedar cerita sejarah ini.




Keterangan: Sumber gambar dari banyak tempat... mohon maaf ga ijin dulu.

Tuesday, May 05, 2009

Masuk Tivi?


Pasca Pemilu Legislatif beberapa waktu yang lalu, negara ini tiba-tiba seolah disibukkan dengan berbagai aktivitas elit politik partai yang tengah berusaha menjalin koalisi. Tentu, koalisi yang menguntungkan masing-masing pihak. Yang tadinya kawan jadi lawan, yang tadinya lawan jadi kawan, yang tadinya tidak kenal jadi kenalan, yang tadinya tidak peduli jadi dipaksa peduli karena tidak ada lagi yang tersaji di media massa selain kasak-kusuk kekisruhan koalisi tadi.


Demikian juga di sekitar kantor saya, yang kebetulan letaknya dekat dengan rumah dinas salah seorang ketua partai politik yang di Pemilu legislatif lalu partainya menduduki posisi dua. Kesibukan tiba-tiba melanda di sekitar kantor, yang mendadak dipenuhi wartawan dan juru kamera dari berbagai stasiun televisi maupun media cetak untuk berburu berita. Yang dicari tentu adalah aktivitas koalisi sang petinggi partai tadi. Siapa yang bertamu, ada acara apa di rumahnya, dan pernak-pernik lainnya yang diharapkan bisa dijual sebagai berita.


Maka sampailah juga kesibukan itu pada diri saya yang hina dina dan tidak peduli ini.


Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang menjalani rutinitas dan menunaikan kewajiban untuk mencari makan siang bersama teman-teman, tak disangka tak dinyana, seorang reporter ditemani seorang juru kamera (lengkap dengan kameranya tentunya) mendekati kami. Mungkin karena saya dan teman-teman sudah mulai terbiasa melihat kamera berseliweran, kami tidak terlalu memperhatikan mereka dan tetap berjalan lurus sambil bersenda gurau menuju tempat makan. Maklum... lapar...


Saya sendiri berjalan paling belakang karena sedang berbicara melalui telepon genggam saya. Maklum... banyak penggemar...


Sang reporter tiba-tiba mencegat salah seorang teman saya. Minta ijin untuk mewawancarai nampaknya. Teman saya kaget, tapi tetap berjalan, gelagapan menolak. Sang reporter beralih ke orang lain, tapi reaksi yang sama ditemui.


Sampailah pada saya, yang ketika itu baru saja selesai bertelpon-telpon ria. Mau mewawancarai saya ternyata. Sontak saya juga kaget. Gelagapan menolak. Tapi nampaknya karena tidak ada orang lain di belakang saya, si reporter bersikeras. Mungkin karena wajah saya yang lumayan “camera face” juga (agak-agak bermuka kotak seperti kamera, ditambah badan membulat karena obesitas, jadi mirip lensa).


Yah, singkat kata, berikut dialog singkat yang terjadi waktu itu (seingatnya saja, karena kebetulan ketika kejadian tidak membuat notulensi atau membawa rekaman):

Reporter: “Mas, wawancara sebentar yah. Mau kan?”

Saya: “Eh... apa? Kenapa? Duh... eh... maap mbak, saya mau makan. Tuh sama temen-temen saya di depan”

Reporter: “Aaaah... sebentar aja kok mas...”

Saya: “Lapar mbaaak” (duh, mengenaskan sekali jawaban saya... spontanitas yang menyedihkan)

Juru Kamera: (ikut-ikut merajuk) “iya mas, bentar aja kok. Yah. Yah... Saya nyalain nih kameranya”

Reporter: (sambil menyentuh lengan saya sedikit) “mau yah mas.. hehe...” (nyengir)

Saya: (garuk-garuk kepala. Ketombe berhamburan) “Eh, yaudah deh... tapi cepetan yak. Tentang apa ya mbak?”

Juru Kamera: (mulai menekan beberapa tombol di kameranya lalu mulai bergaya merekam dengan kamera dipanggul di bahu)

Reporter: “Tentang koalisi. Eh, mas karyawan Bappenas kan?”

Saya: “Eh? Saya? Bukan PNS mbak. Mending cari yang PNS aja” (jawaban apaaaaaaaaaa pula? Gak mutu.Gak Bonafid. Gak nyambung. Payah. Culun. Keliatan groginya)

Reporter: “Oh, ya gapapa mas. Yang penting kerja disini juga kan?”

Saya: (Bicara dalam hati: “Sial...”)

Reporter: (Bicara pada juru kamera) “Dah siap belom?”

Juru kamera: (Entah bicara pada siapa) “Eksyeeen...” (Maksudnya: Action!)


Maka dimulailah wawancara singkat itu, dengan dialog sebagai berikut:

Reporter: (Mulai mengajukan pertanyaan wawancara) “Mas, menjelang pemilu presiden nanti kan banyak petinggi partai dan pejabat negara yang sibuk berkoalisi ya. Mas merasa terganggu gak dengan itu?”

Saya: (Pasang tampang jaim, cool, sok keren, padahal muka kuyu karena stress mikirin kerjaan dan sudah beberapa malam begadang menangis karena ditinggal cinta --> lebay...kebanyakan nonton sinetron) “Hmm... maksudnya gimana mbak?” (malah terlihat oon)

Reporter: “Maksud saya, kan banyak pejabat negara yang jadi lebih sibuk mengurus koalisi daripada negara. Mas sebagai rakyat merasa terganggu tidak dengan itu?”

Saya: (Duuh, ini pertanyaan kok tendensius sekali... nampaknya lagi ingin membuat-buat berita berdasarkan opini nih...) “Nggak mbak”

Reporter: (Nampak sedikit terkejut dengan jawaban saya) “Maksudnya gimana tuh mas?”

Saya: “Maksud saya... Saya memang ga terlalu merasa ada bedanya. Toh sebelumnya saya rasa juga saya ga terlalu melihat mereka (orang-orang yang sibuk berkoalisi itu) bekerjanya bagaimana. Ya sekarang yang kerja tetap masuk kerja, yang jualan di pasar tetap jualan, yang bertani tetap bertani. Kehidupan tetap jalan. Ga ada bedanya juga. Maksud saya, kalau memang mau menunjukkan perhatian pada rakyat atau negara, ya tidak perlu tunggu 5 tahun sekali Pemilu kan? Jadi saya rasa saya ga terlalu terganggu, karena toh saya ga melihat beda pengaruhnya juga dengan aktivitas mereka sebelum ini.”

Reporter: “oh... gitu ya...” (Sambil senyum-senyum yang saya tidak tau maknanya apa. Mungkin menurutnya jawaban saya tadi itu jawaban bodoh... atau dia sedang curi-curi pandang dengan saya. Saya rasa yang terjadi adalah kemungkinan yang pertama)

Saya: “Kira-kira begitulah mbak”

Reporter: “Oke deh mas. Makasih ya”

Saya: (Udah nih? Cepet amat?) “Sama-sama”


Saya tidak mau menyebutkan stasiun televisi apa yang mewawancarai saya. Tidak terlalu penting juga sebenarnya.

Yang jelas, setelah wawancara itu, ketika sedang makan, saya baru menyadari sesuatu hal...


Jawaban yang saya berikan tadi cukup spontan. Masalahnya, kalau dipikir-pikir lagi... kok jawaban saya itu skeptik sekali ya? Kalau benar bahwa itu adalah jawaban spontan saya, maka berarti pada dasarnya mungkin saya memang skeptik. Bawaan dari lahir, dan menjadi karakter bawah sadar saya. Sehingga ketika ada yang bertanya, langsung jawaban skeptik semacam itulah yang keluar, walaupun belum tentu itu maksud saya yang sebenarnya.


Well... I guess maybe I am skeptical... but surely, I’m not proud of it.


Tapi mungkin saya tidak se-skeptik itu juga. Kalau saya memang skeptik (dan sarkastik), mungkin saya akan bilang bahwa trotoar di sekitar kantor saya itu kecil. Perkaranya, trotoar yang kecil itu kadang dipakai untuk menaruh kamera (beserta tripodnya), sehingga bisa menyorot langsung ke rumah sang petinggi partai. Sisa tempat di trotoar itu digunakan oleh para reporter dan juru kamera beristirahat atau sekedar mengobrol.


Imbasnya, pejalan kaki terpaksa berjalan dengan menginjak area rumput di pinggir trotoar. Area rumput itu pun bahkan juga penuh tripod dan kamera, sehingga pejalan kaki harus rela turun ke sedikit bagian aspal jalan raya. Bagaimana kalau ada yang tertabrak kendaraan yang lewat? Itu masih ditambah kadang harus menunduk agar tidak menghalangi kamera yang sedang meliput. Kan tidak lucu kalau di tengah-tengah berita tiba-tiba kepala saya melintas misalnya. Ya tentu kalau orangnya cukup percaya diri (atau tidak mau ambil pusing), dia akan lewati saja kamera itu, tak peduli sedang merekam atau tidak. Kalau yang lebih percaya diri lagi tentu akan sekalian saja melambaikan tangan dan tertawa lebar ke arah kamera sambil bilang “Ibuuu!!! Saya masuk tipiiii!!!”. Yah... paling dibilang kampungan...


Intinya, saya rasa ITU lebih mengganggu saya.

Toh lagipula perkara koalisi ini lumayan untuk alternatif dibanding nonton gosip infotainment.

Bagaimana menurut Anda? Anda terganggu?



Catatan tambahan: Sampai beberapa hari setelah insiden wawancara itu, sepertinya wawancara itu tidak pernah disiarkan. Entah karena jawaban saya yang terlalu skeptik dan tidak sesuai dengan harapan atau misi dari si reporter, atau karena rekaman itu sekedar untuk dijadikan koleksi pribadinya saja. Atau bisa juga, kemarin itu hanya gurauan saja dan kameranya sebenarnya tidak merekam. Entahlah.


Keterangan: Gambar diambil (tanpa permisi, maaf, hanya untuk hiasan saja) dari: http://www.mediamensch.com/2008/03/cameraman-in-salisbury-press-conference.html dan http://www.meridianusa.com/film_production.htm. Makasih ya...