Friday, June 02, 2006

Kamis, 1 Juni 2006 : Badai besar di Bogor !!!!

Kamis, malam Jum'at (kesannya gimanaaaa gitu ya kalo disebut "malem jum'at"), Bogor mencekam...

Bagi penumpang kereta seperti saya, suasana tidak enak sudah terasa sejak di Cilebut. Kereta kami berhenti hampir satu setengah jam di Citayam. SATU SETENGAH JAM!! Petugas stasiun mengatakan bahwa aliran atas (kabel listrik yang menjadi nyawa KRL) di Bogor tersambar petir. Pada awalnya, berbondong-bondong penumpang kereta memilih untuk pindah moda ke angkot dari Cilebut ke Bogor. Tapi karena hujan cukup deras dan jumlah angkot tidak mampu menampung tumpahan kereta, cukup banyak juga penumpang kereta yang tidak kebagian angkot (termasuk saya, karena malas berebut angkot saat hujan seperti itu). Untunglah, kereta kembali dijalankan, karena perbaikan di Bogor sudah selesai. Saya kembali melanjutkan dengan kereta.

Hujan memang sudah biasa di Bogor. Tapi hujan tadi malam sangat terasa lain. Derasnya tidak seberapa, tapi angin dan petir/kilat yang sambar menyambar itu sangat diluar kebiasaan. Memang hujan angin atau hujan badai kerap terjadi di Bogor. Tapi baru kali ini angin besar itu masih terasa sampai ke Cilebut. Bahkan sejak di Citayam dan Bojonggede, orang-orang sudah terheran-heran dengan angin hujan yang berhembus sangat kencang, tidak seperti biasanya.

Pukul 22.30 WIB, saya akhirnya sampai di stasiun Bogor. Diluar kebiasaan (lagi), suasana diluar stasiun gelap gulita. Tidak terlihat lampu-lampu toko ataupun kemeriahan pedagang kaki lima di sana. Padahal hujan sudah berhenti. "Listrik mati total nih," pikir saya. Demikian juga angkot 03 yang akan saya naiki sangat sedikit, tidak seperti biasanya.

Selama menunggu penuh angkot, saya menguping pembicaraan supir angkot dengan temannya. Ternyata telah terjadi hujan badai besar di Bogor sekitar pukul 19.00-21.30 tadi malam. Dikatakan bahwa hujan tidak terlalu besar, tapi angin badainya sangat besar. Bahkan sempat beredar kabar terjadinya angin puyuh/tornado kecil di Kebun Raya. Pohon-pohon Kebun Raya bertumbangan, gardu-gardu listrik tersambar petir, dan tiang-tiang listrik rubuh. TIANG LISTRIK RUBUH sodara-sodara... Kesannya bombastis banget ya?? Tapi ketika angkot mulai beranjak meninggalkan stasiun, saya pun tertegun dengan kondisi Bogor...

SD-SMU Budi Mulya terletak di jalan Kapten Muslihat, dekat dengan stasiun, di samping Balai Kota dan sangat dekat dengan kompleks Istana Bogor. Di daerah ini, mulai dari Jalan Kapten Muslihat sampai jalan Juanda (sekitar SMU 1, Balai Kota, Kompleks Bank disebelahnya, sampai SD Regina Pacis), adalah daerah yang masih mencirikan Bogor zaman dahulu. Banyak pohon-pohon besar, mulai dari pohon kenari sampai pohon-pohon beringin tua yang akar-akarnya sudah menjulur sampai ke atas aspal jalan. Saking tuanya pohon-pohon ini, saya perkirakan sudah ada sejak zaman penjajahan dulu, dan diameter batang utamanya mencapai 4 meter. Sulur-sulur akarnya sudah menjuntai dari pucuk atas pohon sampai ke tanah, dan sulur-sulur itu begitu banyak dan tebalnya sehingga menimbulkan suasana rimbun di sekitar pohon-pohon itu.

Malam tadi, di kompleks perparkiran Budi Mulya, saya saksikan salah satu dari pohon tua itu tumbang. Akarnya tercabut dari tanah. Semua penumpang angkot terkesima menyaksikan begitu besarnya batang pohon yang tumbang itu (yang diameternya sy perkirakan sampai 3 atau 4 meter tadi, belum termasuk akar-akar serabutnya yang menjulur kemana-mana). Batang pohon itu menimpa 3 atau 4 mobil (saya kurang memperhatikan dengan baik) di komplek parkir itu. Kata supir angkot yang saya naiki, ketika pohon itu tumbang, di mobil itu ada beberapa penumpang, dan berteriak-teriak minta tolong dengan histeris. Saya kurang tahu bagaimana nasib mereka kemudian (berhubung si supir angkot itu nggak nolongin). Di tengah gelapnya kota, pemandangan bangkai pohon itu cukup mengerikan. Daun-daun, ranting dan cabang-cabang pohon bertebaran di mana-mana.

Ternyata tidak sampai disitu.
Melanjutkan perjalanan ke arah lapangan Sempur, saya saksikan pohon-pohon, baik besar maupun kecil, di sepanjang jalan bertumbangan. Beberapa tidak tumbang, tetapi patah. Mungkin karena akar tunjangnya sedemikian kuat, pohon itu tidak tumbang. Tapi ternyata batangnya tidak mampu menahan angin, dan patah. Beberapa rumpun bambu di kompleks istana dan kebun raya juga hancur berantakan. Beberapa bambu tercabut sampai akar-akarnya. Bambu yang kita kenal sebagai tanaman yang paling fleksibel dalam menahan angin, tercabut sampai akar-akarnya. Tak terhitung banyaknya dedaunan, ranting, sampai batang-batang pohon dan cabang-cabang besarnya yang patah berserakan di jalan raya.

Menurut beberapa orang di angkot yang berasal dari daerah Ciampea dan Bubulak, beberapa tiang listrik di sepanjang jalan disana sampai tumbang ke jalan. Untung tidak ada yang tertimpa. Kondisi parah juga kabarnya terjadi di daerah Cimahpar.

Demikian juga dengan di kawasan Sempur dan Taman Kencana yang masih rimbun oleh pohon-pohon besar dan tua. Di sepanjang jalan, terlihat pohon-pohon dari Kebun Raya bertumbangan ke arah jalan raya, tetapi masih tertahan oleh pagar dan tembok pembatas kebun raya. Tak ayal, pagar-pagar itu pun bengkok atau patah diterjang pohon. Sebuah pemandangan yang cukup mengerikan, sebuah batang pohon tertancap di pagar pembatas Kebun Raya. Melihat kondisinya yang sedemikian rupa, dimana jarak antara tempat tertancapnya batang pohon itu dengan tanah yang cukup jauh (pagarnya tinggi) dan batang pohon itu tidak ada akarnya, saya perkirakan pohon itu patah meninggalkan akarnya masih di tanah, kemudian ”terbang” terbawa angin sampai menancap di pagar pembatas itu. Saya ngeri membayangkan kalau pagar itu tidak cukup kuat untuk menahan si batang pohon. Bisa-bisa batang pohon itu terbang menimpa mobil atau pejalan kaki. Tapi lebih mengerikan lagi memperkirakan kekuatan angin yang bisa menerbangkan batang pohon itu.

Untunglah, menurut si sopir angkot, ketika angin sedang kencang-kencangnya itu, kondisi jalan sunyi senyap. Sepertinya banyak yang takut keluar rumah atau melakukan perjalanan ketika itu.

Demikian juga di Taman Kencana terjadi kemacetan karena beberapa batang pohon tumbang melintang di tengah jalan. Tapi ternyata kemacetan di Taman Kencana itu belum seberapa. Sesampainya di Jalan Pajajaran (antara Hotel Pangrango dengan Tugu Kujang), lalu lintas kedua arah berhenti TOTAL! Arus lalu lintas diarahkan ke jalan alternatif di belakan Plaza Pangrango sampai kampus IPB Baranang Siang. Tapi karena jalan alternatif itu terlalu kecil, pengalihan itu tidak terlalu banyak membantu. Saya pun akhirnya memilih untuk meneruskan perjalanan dari Hotel Pangrango sampai Terminal Baranang Siang dengan berjalan kaki, sekalian melihat-lihat apa yang terjadi.

Ternyata, di kawasan depan Rumah Sakit PMI dan Kafe Spektrum, sebatang pohon besar telah tumbang dan menghalangi lalu lintas di kedua ruas jalan. Ukuran pohon cukup besar dan cabang-cabangnya banyak, walaupun tidak sebesar pohon yang tumbang di Budi Mulya tadi. Ketika saya sampai ke TKP (tempat kejadian perkara), petugas pemadam kebakaran dibantu pihak DLLAJR, dengan menggunakan gergaji-gergaji mesin dan alat berat, sedang berusaha memotong-motong batang pohon itu menjadi bagian-bagian kecil agar dapat disingkirkan dari jalan. Sepertinya tidak ada alat yang dapat mengangkat batang pohon itu secara sekaligus. Melihat ukuran pohon, saya perkirakan usaha ini akan berlangsung cukup lama.

Sesampainya di terminal, saya melanjutkan perjalanan dengan angkot 01 menuju rumah. Sepanjang jalan Pajajaran dari Terminal sampai Sukasari ternyata tidak ada hambatan. Tidak ada pohon besar yang tumbang. Kalaupun ada, pohon-pohon kecil yang sepertinya sudah disingkirkan. Tapi sama dengan beberapa bagian kota yang lain, suasana jalan gelap gulita. Lampu-lampu jalan mati, dan sebagian rumah maupun bangunan lain di sepanjang jalan itu pun nampaknya tidak dialiri listrik. Alhamdulillah akhirnya saya sampai di rumah pukul 23.30.

Dan pagi tadi, ketika saya berangkat ke stasiun, kondisi didalam Kebun Raya terlihat lebih jelas. Ternyata tidak lebih baik dari kondisi diluarnya. Didalam kebun raya terlihat pepohonan yang tumbang, lintang melintang tak karuan. Tentu, yang bertahan tidak tumbang juga banyak. Ada juga yang patah, tinggal tersisa bonggolnya saja, ada yang miring-miring ga jelas. Rusuh lah pokoknya...

Kondisi badai seperti ini sebenarnya bukan pertama kali yang terjadi di Kota Bogor. Tapi inilah yang pertama kali dampaknya saya saksikan langsung. Seorang bapak-bapak di angkot yang saya naiki tadi malam sempat berkata, bahwa selama 20 tahun dia tinggal di Bogor, baru kali ini dia merasakan hujan angin seperti itu. Tapi segera dibantah oleh seorang bapak lain yang sudah tua, yang mengingatkan kami semua akan sebuah legenda (urban legend) di Bogor yang terjadi sekitar 30 tahunan yang lalu.

Badai yang terjadi sekitar 30 tahunan yang lalu itu, kabarnya memang JAUH lebih besar dari badai tadi malam. Legenda penuh bumbu-bumbu mistik (terutama terkait dengan mitos Kebun Raya, Bung Karno, Istana Bogor, sampai Prabu Siliwangi). Legenda ini sejak saya kecil seriiing sekali diceritakan oleh nenek saya (yang menjadi saksi hidup peristiwa tersebut), ibu saya (yang waktu itu baru SMP mau SMA, dan dapat tugas kerja bakti membersihkan kebun raya pasca badai, bersama ratusan anak SMP/SMA lainnya), sampai tetangga-tetangga saya (yang tentunya seangkatan dengan ibu dan nenek saya). Kalau anda penasaran dengan badai legendaris penuh mistik yang terjadi 30 tahunan lalu itu, silahkan tanya orang-orang yang sudah hidup di Bogor sejak setidaknya 40 tahun yang lalu.

Kalau anda malas bertanya, silahkan tunggu tulisan saya mengenai urban legends Kota Bogor =P. Ini bukan mau menyebarkan takhyul, klenik atau mitos. Tapi cuma sekedar berbagi cerita saja. Biasanya, semua kota pasti ada ceritanya sendiri-sendiri.

Sementara, ya saya sajikan laporan pandangan mata dari badai semalam saja ya =)

Yang saya heran, KOK GA MASUK KORAN SEEEEH????!??!?! (masuk lintasan berita di Metro TV doang tadi malem). Hehe, apa sayanya aja yang terlalu hiperbolik ya?? =P

NB : Ini tentu tidak seberapa dibandingkan gempa di Yogya atau tsunami di Aceh. Terbayang kepanikan dan trauma yang dirasakan oleh saudara-saudara kita disana... Karena bahkan orang-orang Bogor yang saya temui tadi pagi sudah mengaku cukup trauma melihat pohon-pohon tumbang atau beterbangan tadi malam, padahal kejadiannya tidak terlalu besar ya...

NB lagi : Dari filosofi Cina dan Yunani, sering dikatakan bahwa alam ini terdiri dari 5 unsur, yaitu air, api, tanah, angin, dan hati manusia. Entah kenapa, negeri ini mungkin telah merasakan amukan hampir dari semua unsur itu. Air mengamuk menjadi tsunami di Aceh, Tanah mengamuk menjadi gempa di Alor, Nabire dan Yogya, dan angin badai (yang tidak terlalu besar sebenarnya, sayanya aja yang hiperbolik sepertinya) mengamuk di Bogor semalam, juga angin-angin badai lain yang mungkin terjadi di daerah-daerah lain. Hati manusia? Bukankah membudayanya korupsi, berkurangnya toleransi dan kemerosotan moral serta keadilan merupakan cerminan rusaknya hati sebuah bangsa?? Lalu api??

Wallahu’alam bisshowab...

No comments: