Friday, June 09, 2006

Yang Klenik-klenik dari Bogor... (episode 1)


Syahdan....

Bogor, sekitar 30-40an tahun yang lalu (berhubung saya tidak ada data tahun pastinya kapan)....

Para pedagang di sekitar kompleks sekolah Regina Pacis dan Istana Bogor memulai pagi seperti biasa, membuka kios lalu menjajakan dagangannya. Tidak ada yang berbeda pagi itu. Udara cerah seperti biasa, meskipun sejak beberapa hari sebelumnya angin dingin kerap berhembus.

Menjelang siang, beberapa sosok pria berbaju hitam-hitam nampak berjalan kaki beriringan, celingukan kesana kemari, berkata-kata dalam bahasa Sunda khas Banten. Ternyata, mereka orang-orang Badui yang dilihat dari bajunya, sepertinya orang Badui pedalaman. Cukup jarang mereka turun gunung sampai ke pusat kota seperti ini, sehingga menarik perhatian banyak orang.

Ternyata mereka menyebar kepanikan, meskipun nampaknya tidak bermaksud untuk itu. Mereka menyuruh para pedagang di sekitar kawasan itu untuk pulang, tidak berjualan dulu. ”Aya naon kitu??” tanya para pedagang. Tidak ada yang berpikiran buruk, karena orang-orang Badui memang terkenal sebagai orang-orang yang jujur, baik hati, dan tidak pernah bermaksud jahat. ”Bakal aya kajadian... kajadian gede...” jawab mereka dengan bahasa sunda yang tidak halus. Kejadian apa yang dimaksud, tidak ada yang tahu. Yang jelas, sampai ”kejadian” itu datang dan sampai keadaan kembali ”normal”, para pedagang itu diminta untuk tetap di rumah, tidak ada di sekitar lokasi itu.

Sebagian dari para pedagang langsung berhamburan pulang. Sementara sebagian yang lain memilih untuk tetap tinggal berdagang, menunggu yang akan terjadi.

Tetangga kakek saya adalah salah seorang dari pedagang-pedagang itu, yang lantas pulang dan menceritakan kejadian itu pada kakek saya. Tentu, tidak ada yang menanggapi serius peristiwa itu, sampai beberapa hari setelahnya.

Selang beberapa hari setelah turunnya orang-orang Badui pegunungan itu adalah hari istimewa. Di Istana Bogor sedang dilangsungkan pesta pernikahan putri pertama dari Soeharto, yang kala itu belum lama menjadi presiden. Tamu-tamu undangan berdatangan. Para pejabat, tamu kenegaraan, dan tentu saja para pejabat Bogor.

Tapi pesta itu tidak bertahan lama...

Beberapa saksi menyebutkan, sekonyong-konyong langit yang tadinya cerah mendadak gelap. Segumpal besar awan hitam seolah berlari menutupi kawasan kebun raya dan sekitarnya. Lalu, bencana itu datang.... Hujan besar disertai angin badai yang besar mengguyur Bogor. Tapi pusat badai itu seolah hanya menyambangi Kebun Raya dan sekitarnya.

Angin badai segera berubah menjadi angin puting beliung... tornado... dengan kekuatan yang luar biasa.

Tak lama, pohon-pohon bertumbangan... orang-orang berlarian kesana kemari. Angin dan hujan menghancurkan semuanya. Kegelapan melanda seisi kota, yang diperparah dengan padamnya aliran listrik di semua bagian kota. Kilat dan petir terus bersahutan. Genting-genting di rumah-rumah beterbangan, suara genting beradu di udara menambah kengerian. Suasana Bogor sungguh mencekam. Sebagian masyarakat menonton kepanikan yang terjadi di sekitar Kebun Raya, terutama kepanikan di sekitar Istana Bogor yang sedang dijadikan ajang pesta, tanpa dapat berbuat apa-apa selain bertakzim pada Allah. Selanjutnya, semua hanya bisa bercerita dari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh badai tersebut.

Ibu saya, ketika itu baru akan menginjak bangku SMU, tinggal di rumah saat badai berlangsung. Semua cemas karena kakek dan nenek saya belum pulang. Khawatir kalau-kalau terjebak badai. Akhirnya kakek dan nenek saya pulang, beserta beberapa orang tetangga. Kakek saya, menurut cerita ibu saya, pulang sambil menangis dan dalam keadaan shock. Tapi kemudian menceritakan apa yang terjadi.

Kakek dan nenek saya ternyata memang terjebak dalam badai. Mereka berlindung di kawasan sekitar Kebun Raya, dan alhamdulillah selamat. Tapi mereka menyaksikan langsung kengerian yang terjadi saat itu. Nenek saya berulang kali bercerita mengenai orang-orang yang tewas tertimpa atau terhimpit pohon. Pohon-pohon yang beterbangan, kilat yang tak berhenti menyambar. Kengerian yang sepertinya menyisakan trauma mendalam. Dan memang, berdasarkan berita-berita di media massa, ternyata kejadian itu menewaskan puluhan orang (jumlah pastinya saya tidak tahu, tapi kabarnya antara 30 sampai 50 orang), sebagian adalah tamu-tamu yang waktu itu menghadiri pesta di Istana Bogor.

Ibu saya, beberapa hari kemudian, mendapat tugas kerja bakti beserta ratusan pelajar SMP dan SMU se-Bogor lainnya, untuk membersihkan Kebun Raya pasca badai. Dan apa yang dilihat oleh ibu saya waktu itu memang cukup mengejutkan.

Tidak terhitung berapa banyak pohon-pohon besar yang bertumbangan, tercerabut sampai akar-akarnya. Perlu diketahui bahwa konon Kebun Raya tidaklah se-”gersang” sekarang. Kebun Raya pada masa itu begitu rimbun dan penuh pohon-pohon besar sehingga di banyak lokasi cahaya matahari tidak bisa menembus sampai tanahnya. Mirip dengan pedalaman hutan Kalimantan. Setiap sore, biasanya segerombolan kelelawar akan beterbangan dari Kebun Raya, membentuk segumpal awan hitam yang bergerak cepat (sampai pertengahan tahun 90-an, fenomena unik ini masih ada, tapi sekarang sudah tidak lagi). Ini adalah satu ciri khas pemandangan sore hari di Kota Bogor, awan kelelawar dari Kebun Raya.

Tetapi setelah badai, Kebun Raya seolah gersang. Para ahli biologi dan kehutanan kala itu menyebutkan bahwa bahkan dalam jangka waktu 20 tahun pun Kebun Raya tidak akan dapat kembali ke keadaan asalnya, disamping banyaknya spesies pohon yang langka menjadi hilang. Dan buktinya, sampai saat ini memang kondisi Kebun Raya konon memang masih sangat jauh berbeda dengan sebelum badai besar tersebut (menurut orang-orang tua di Bogor yang mengetahui kondisi Kebun Raya 30 tahunan lalu).

Fenomena ganjil lainnya adalah rumpun-rumpun bambu yang hancur. Sebagaimana kita ketahui, bambu adalah salah satu tanaman yang dikenal paling mampu menahan gempuran angin karena kelenturannya. Dan perlu diketahui bahwa yang kita sebut “rumpun bambu” di Kebun Raya itu ukurannya sangat besar. Diameter satu rumpun bambu di Kebun Raya bisa mencapai lebih dari 5 meter, kumpulan dari ratusan batang bambu. Dan antar rumpun itu seringkali berdekatan.

Apa yang terjadi dengan rumpun-rumpun bambu itu pasca badai ternyata diluar bayangan semua orang. Kalau kekuatan angin sampai menumbangkan atau menerbangkan bambu-bambu, mungkin masih bisa dinalar. Akan tetapi yang terjadi adalah, rumpun-rumpun bampu itu dalam posisi terbalik. Akarnya di atas, sementara pucuk bambu tertanam di tanah. Seolah angin mengangkat rumpun-rumpun bambu itu sampai akar-akarnya, membaliknya di udara, lalu menancapkannya lagi di tanah... Meski begitu, fenomena itu sebenarnya hanya terjadi di beberapa titik. Di lokasi lain, lebih banyak rumpun bambu yang sekedar hancur berantakan dan bambu bertebaran dimana-mana. Pemandangan yang walaupun luar biasa, tapi masih bisa dimengerti.



Singkat kata... Kebun Raya tidak akan pernah sama lagi...

Tapi yang kemudian berkembang, seperti juga yang akan berkembang pasca kejadian-kejadian menghebohkan di berbagai daerah di Indonesia, tentu juga mitos-mitos dan asumsi mistik dibalik kejadian itu. Diantaranya adalah sebagai berikut...

Banya orang yang heran mengapa badai itu hanya menghancur-leburkan Kebun Raya, sementara wilayah Bogor lain, meskipun sedikit merasakan badai tersebut, tidak mangalami kehancuran yang signifikan. Secara ekstrim, banyak juga yang mengatakan bahwa awan hitam yang membawa badai itu hanya menaungi Kebun Raya. Beberapa mengatakan bahwa awan hitam itu membentuk bayangan seolah sosok manusia yang sangat besar.

Mulai banyak yang menghubungkan kedatangan orang-orang Badui sebelum kejadian itu dengan Kerajaan Pasundan (Sunda) yang berdiri ratusan tahun yang lalu. Mitos mulai berkembang sampai peristiwa Perang Bubat yang melibatkan Pasundan dengan Majapahit. Konon setelah peristiwa itu, para leluhur Kerajaan Pasundan tidak suka apabila tanah-tanah keramat di wilayah Sunda dipergunakan untuk pesta oleh orang Jawa. Dan Soeharto jelas orang Jawa. Asumsi mistik ini kemudian diperkuat lagi dengan kabar burung bahwa beberapa orang saksi menemukan tapak-tapak kaki manusia berukuran raksasa di Kebun Raya, pasca badai. Tapak-tapak kaki itu diklaim sama dengan tapak kaki di prasasti Batutulis, yang konon adalah tapak kaki Prabu Siliwangi, seorang raja Pasundan. Banyak yang mengkaitkan kedatangan orang-orang Badui tadi dengan mitos ini karena orang Badui dikenal ”dekat” dengan ”leluhur”.

Mitos ini, mau tidak mau, berkembang lagi pasca badai tanggal 1 Juni 2006 yang lalu. Dikatakan, kehancuran Kebun Raya (lagi) kali ini karena SBY baru saja menikahkan putranya dengan Annisa Pohan di Istana Bogor beberapa bulan yang lalu. Tapi kenapa badainya tidak pas acaranya ya??? (yah, namanya juga mitos, serius amat mikirnya??)

Mitos lain yang kemudian berkembang adalah mitos yang melibatkan Bung Karno. Konon, beberapa hari sebelum kejadian itu, tersebutlah kisah tentang seorang tukang becak yang malam-malam mengantar penumpang ke depan Istana Bogor. Akan tetapi, setelah membayar jasa becak, si penumpang tiba-tiba menghilang, dan si tukang becak melihat si penumpangnya itu sedang melambaikan tangannya dari dalam halaman istana. Kontan si tukang becak lari terbirit-birit... tapi kabar burung yang berkembang, si tukang becak itu mengatakan bahwa wajah si penumpang itu mirip sekali dengan Bung Karno. Selain itu, mulai bermunculan cerita-cerita penampakan hantu-hantu yang diklai sebagai arwah-arwah orang Belanda yang dimakamkan di Kebun Raya (didalam Kebun Raya memang ada komplek pemakaman Belanda). Nah loh... bingung kan???

Intinya adalah, cukup SEDIKIT orang yang menganggap badai 30 tahun yang lalu itu sebagai sebuah fenomena alam biasa...


(Bersambung...)

NB : Cerita ini bersambung. Dan bagi anda para pembaca yang telah terjebak membaca postingan ini, mohon maaf, terpaksa saya WAJIBKAN untuk membaca sambungannya (pada postingan berikutnya). Sangatlah berbahaya apabila anda hanya membaca postingan ini tanpa sambungannya. Bahaya yang saya maksud bisa sampai pada akidah anda dalam beragama. Saya khawatir tulisan ini, tanpa dilengkapi sambungannya, bisa membuat kita sedemikian percaya dengan mitos dan takhyul yang pada level tertentu bisa menyebabkan apa yang kita sebut ”musyrik”. Oleh sebab itu, bagi yang sudah terlanjur membaca postingan ini, sekali lagi dengan sangat terpaksa saya WAJIBKAN untuk membaca sambungannya (bukan maksud promosi blog loh...)

Adapun episode kedua dari tulisan ini akan memaparkan mitos-mitos lain seputar Kota Bogor, terutama legenda-legenda kotanya (urban legends), dan diakhiri dengan refleksi mengenai bagaimana kita menyikapi hal-hal yang bersifat klenik seperti ini.

Ok??!?! Serius amat sih bacanya?? Ya gw juga nulisnya serius amat ya?? :p

--Lagian ngapain sih dipotong-potong segala tulisannya??---

Ya iyalah... kaya ga tau aja tulisan gw... panjang-panjang... episode pertama aja udah sepanjang ini :p

No comments: