Ini adalah salah satu tulisan yang cukup vulgar, eksplisit, dan mungkin terkesan kurang sastrawi (Buat arifin : iya pin, memang tulisan ini tidak sastrawi). Meski judul blog ini adalah “sebuah pencarian akan makna”, tapi ini adalah salah satu tulisan yang secara pribadi saya anggap tidak bermakna (walaupun ketidakbermaknaan itu pun adalah sebuah pencarian). Karena kevulgaran yang dimaksud pun bisa berarti jorok atau tidak sesuai untuk standar moral atau standar keindahan sastra anda, maka saya sarankan para pembuka blog ini yang belum punya KTP untuk tidak membaca tulisan ini, dan segera beralih ke postingan-postingan sebelumnya... Terima kasih.
WAW! Bikin ngeri banget ngga sih openingnya ???!!
Apalagi ngeliat judulnya, pasti ngiranya saya bakal ngomongin pornografi ya??? Dan hubungannya dengan seni??? Hehe, salah, saya cuma mau cerita keseharian di kereta kok... Ngga kerasa, udah sampe episode 8 ya... (padahal ga ada istimewanya juga si angka 8 ini)
Mari kita mulai...
WAW! Bikin ngeri banget ngga sih openingnya ???!!
Apalagi ngeliat judulnya, pasti ngiranya saya bakal ngomongin pornografi ya??? Dan hubungannya dengan seni??? Hehe, salah, saya cuma mau cerita keseharian di kereta kok... Ngga kerasa, udah sampe episode 8 ya... (padahal ga ada istimewanya juga si angka 8 ini)
Mari kita mulai...
“It is an art, not just a daily-trained skill...”
(itu adalah seni, bukan sekedar keterampilan yang terasah setiap hari...)
(itu adalah seni, bukan sekedar keterampilan yang terasah setiap hari...)
-perkataan bijak seorang tukang tidur di gerbong-
Tidur... selamanya adalah salah satu kebutuhan manusia. Wajar, manusia butuh istirahat. Dan karenanya, tentu wajar apabila kondisi yang lelah merupakan kondisi yang paling efektif untuk mentransformasi kantuk menjadi aktivitas tidur ini.
Pada suatu ketika di tahun 2003 (ato 2002 ya??), saya bersama teman-teman kuliah pernah survey ke daerah Rancaekek. Moda yang kami gunakan untuk pulang balik Bandung-Rancaekek adalah kereta ekonomi. Kondisinya sangat jauh dari kebiadaban kereta ekonomi Jakarta-Bogor di sore hari, tapi tetap cukup untuk membuat kami berdiri rapat. Pada suatu sore ketika kami pulang setelah survey dari Rancaekek itu, seorang teman saya melontarkan kekagumannya karena saya sanggup tidur sambil berdiri di kereta ekonomi itu. Tentu, untuk saya sendiri, kemampuan itu bukanlah barang baru, karena saya pun sering tidur di kereta ekonomi jakarta-bogor ketika SMP dan SMA dulu saya sering main ke jakarta naik kereta.
Dan kini, kemampuan itu terasah hampir setiap hari, sehingga saya pun mempelajari kalau sebenarnya, kemampuan tidur sambil berdiri adalah sebuah seni.
Sebelumnya, istilah “tidur berkualitas” saya kira hanya berlaku untuk kondisi tertidur saat majelis atau saat khutbah Sholat Jum’at (yang entah kenapa, kalau tidur pada momen-momen itu, saya merasa segar ketika bangun... tentu, ini adalah contoh yang buruk!). Tapi ternyata, tidur di kereta pun bisa menyegarkan. Tentu, pilihan untuk tidur sambil berdiri adalah sebuah keterpaksaan karena kemustahilan untuk mendapat tempat duduk ketika kita naik kereta dari Manggarai (masuk aja susah!).
Akan tetapi, hati-hati!!! Mengingat KRL pada gerbong manapun rawan copet, tidur berkualitas bisa saja berganti menjadi tidur was-was!! Khawatir tas kita disobek atau kantong celana kita digerayangi tentunya (baca : cerita-cerita dari kereta, episode 4, bagian “copet bertopi merah”). Meski begitu, kekhawatiran itu bisa berkurang kalau lampu-lampu kereta menyala semua atau kalau kita mendapat tempat berdiri di deret paling depan (dekat bangku). Di deret terdepan ini, anda bisa menyimpan tas anda di tempat penyimpanan tas (di atas bangku-bangku), dan bisa berpegangan pada jeruji-jeruji tempat penyimpanan tas itu, dengan tetap menyentuh tas anda. Dengan begitu, anda bisa yakin tidak akan ada yang bisa menyetuh atau menyilet tas anda tanpa terlebih dulu menyentuh (atau menyilet) tangan anda.
Adapun posisi tidur yang dipilih bisa beragam.
Pada kondisi-kondisi dimana kereta sore sudah penuh sesak luar biasa dan anda berada di tengah gerbong, anda bisa saja tidak berpegangan dan menyandarkan tubuh anda pada tubuh orang di belakang anda. Dalam posisi ini, kalau anda membawa tas, saya sarankan tas dipakai di bagian depan tubuh anda, dan tangan anda sebisa mungkin memeluk tas. Lalu, bersandarlah dengan nyaman, dan pejamkan mata anda. Tentu, resikonya juga ada. Resiko paling ringan, keringat di punggung anda akan bercampur dengan keringat tubuh orang di belakang anda itu. Jadi jangan heran kalau baju anda kemudian basah oleh keringat orang lain. Resiko kedua, bisa saja anda terjatuh atau terdorong kesana kemari kalau kereta direm mendadak atau terdorong pasukan yang masuk di sebuah stasiun. Resiko terberat, kalau tubuh anda memang berat dan kemudian orang di belakang anda itu merasa pegal atau terganggu karena disandari. Bisa saja timbul percekcokan yang menghilangkan selera tidur anda. Salah-salah, tangan orang lain berbekas di pipi mulus anda.
Kalau anda berada di jajaran depan atau dekat bangku dan bisa berpegangan, tentu posisi tidur bisa lebih nyaman. Tinggal sandarkan kepala anda ke salah satu lengan anda yang berpegangan, lalu pejamkan mata. Jangan lupa posisikan tas di tempat yang mudah diawasi. Ini relatif tanpa resiko.
Kondisi ketiga, saat kereta sedang penuh sesak luar biasa (juga) dan anda berada di tengah gerbong (lagi), kemudian disekeliling anda penuh keringat dan bau asam yang membuat ingin muntah. Kalau anda cukup tinggi, saya sarankan anda berusaha berpegangan dengan menekan langit-langit kereta, atau apapun yang berada dalam jangkauan anda. Intinya, angkatlah tangan anda !!! Lalu, sebisa mungkin arahkan hidung anda pada ketiak atau apapun yang menjadi sumber bau badan anda. Pada kondisi ini, anda harus cukup berbesar hati untuk mengakui bahwa ANDA JUGA BAU !! Dengan kata lain, kalau ada premis dalam pemikiran anda bahwa seluruh bau di kereta itu diakibatkan oleh keringat orang lain, maka premis itu SALAH BESAR !! Akuilah, anda pun sebuah sumber bau. Nah, dengan mengarahkan hidung ke ketiak anda sendiri, anda minimal bisa tidur (atau pingsan) karena mencium aroma tubuh sendiri. PERCAYALAH, ini lebih bermartabat (dan lebih menenangkan hati) dibanding tidur (atau pingsan) sambil mencium aroma keringat dari tubuh orang lain (dalam beberapa pengalaman, ini bisa mengakibatkan mimpi buruk yang traumatik sampai-sampai saya tidak bisa tidur pada malam hari di rumah sendiri). Tapi saran anda, tentu, pakailah deodoran sebelum naik kereta, untuk keselamatan hidung anda dan orang lain.
Kalau anda bersama suami atau istri anda (yaah, pasangan2 muda yang masih dalam tahap berpacaran pun sering, tapi plis deh, ga malu apa sama orang-orang kereta??!!?!), anda bisa saling mengalah, siapa yang tidur dan siapa yang menjadi tempat tidurnya. Bersandarlah pada pasangan anda, sambil meminta pasangan anda memegangi atau memeluk anda sekaligus menjaga barang-barang berharga anda (tas dsb). Ini pun relatif aman dan menenangkan hati.
Kalau anda mendapat berkah berupa tempat duduk (alhamdulillah), maka anda bisa memilih posisi yang ternyaman untuk tidur sambil duduk. Pada kereta pagi, biasanya banyak orang Bogor yang menikmati berkah ini. Resikonya paling sepetan-sepetan sarkastik seperti Rahasia Ilahi (Baca : cerita-cerita kereta episode 4 bagian “Rahasia Ilahi” atau “pantat yang ngebul”). Selain itu, ada juga sepetan-sepetan ringan yang puitis dan sastrawi, terutama kalau anda tidak mau bergantian duduk dengan orang lain sampai tempat tujuan. Puisi-puisi kontemporer yang kreatif sempat tercipta di kereta pagi, seperti ”Makan batagor di Rawamangun, yang dari Bogor kagak bangun-bangun. Gantian dong sih!!”. Kalau anda memang benar-benar mengantuk karena kemarin malamnya ronda atau lembur atau nonton pertandingan bola, maka acuhkan saja sepetan-sepetan itu.
Terakhir, ini pola tidur yang tidak saya sarankan.
Wahai kaum wanita yang suka naik kereta, BERHATI-HATILAH !!! Terkadang, ada saja pria-pria nakal yang suka menyandarkan bagian depan tubuhnya pada punggung anda. Kaum pria kereta sudah sama-sama mahfum mengenai istilah ”TUKANG GESEK”. Tukang gesek ini adalah pria-pria yang nampaknya memperoleh kenikmatan dan hiburan dengan menempelkan, menekan, atau menggesekkan bagian depan tubuh mereka (terutama pinggang kebawah) pada bagian belakang tubuh wanita (bagian pinggang kebawah juga, atau sebutlah eksplisitnya, maaf, pantat). Sungguh, orang-orang ini SAKIT! Sungguh orang-orang yang secara mental, SAKIT! Salah satu metode BASI (karena sudah sejak dulu metode ini berkembang, dengan segala variannya) dari para tukang gesek ini adalah dengan PURA-PURA TIDUR sambil berdiri di belakang seorang wanita. Dengan begitu, dia merasa leluasa untuk menempelkan tubuhnya ke tubuh wanita didepannya. Selain itu, dengan pura-pura tidur, dia juga merasa bebas untuk menyandarkan kepalanya ke bahu atau kepala wanita itu. Kalau si wanita marah, dia akan beralasan kereta penuh sehingga terdesak dari belakang, atau beralasan karena memang mengantuk saja. Busuk! Sungguh busuk!
Tapi jangan salah, jangan lantas mencurigai semua pria yang berdiri dekat wanita adalah tukang gesek. Tukang gesek ini sebenarnya jumlahnya hanya sedikit, dan bisa dikenali dari beberapa perilaku mereka yang mencurigakan, sehingga bisa dibedakan dengan pria biasa (non-gesek).
Pertama, pria biasa berdiri dekat wanita karena terpaksa atau pengaruh keadaan, sementara tukang gesek memang mencari sekuat tenaga posisi itu. Ini beberapa kali saya alami. Ketika kereta penuh, seorang pria di sebelah saya tidak berpegangan dan mengikuti arus desakan/gerakan penumpang. Akan tetapi, ketika tiba dibelakang seorang wanita, mendadak beliau berpegangan dengan kedua tangannya, dan mendadak menahan sekuat tenaga untuk tidak terdorong lagi, sehingga saya terjepit dan terpaksa menahan sakit karena ditekan dari dua arah. Biasanya, tukang gesek akan semakin menempelkan tubuhnya (menekankan) ke si wanita kalau ada arus lalu lintas orang di sampingnya, sehingga orang-orang terpaksa lewat melalui bagian belakang si tukang gesek. Dengan begitu, posisinya terhadap si wanita tidak berubah dan dia punya justifikasi lebih untuk menempel dengan si wanita.
Kedua, posisi tangan dan tubuh ketika berpegangan pun bisa berbeda. Seorang pria biasa akan merasa risih ketika terpaksa bersinggungan dengan tubuh wanita, dan sebisa mungkin menghindari bidang singgung yang luas. Sebaliknya, seorang tukang gesek biasanya berpegangan dengan kedua tangan sedapat mungkin sehingga posisi si wanita didepannya itu tepat berada diantara kedua bahunya. Dengan begini, si wanita tidak bisa bergeser kemana-mana.
Ketiga, setelah kondisi tidak lagi memaksa (kereta tidak lagi penuh), seorang pria biasa yang asalnya bersinggungan dengan wanita tentu akan mencari posisi lain atau tempat berdiri lain yang tidak bersinggungan dengan wanita. Sementara seorang tukang gesek, walaupun dibelakangnya sudah kosong, akan tetap berdiri di posisinya, tanpa peduli tatapan curiga dari pria lain disebelahnya.
Kaum wanita yang sudah tidak asing dengan keberadaan tukang gesek ini telah mengembangkan beberapa metode yang bisa digunakan untuk meminimalisir efek negatif dari fenomena ini. Bagi kaum wanita lain yang baru tau sekarang, mungkin metode-metode ini bisa diikuti.
Pertama, berusahalah berdiri menyamping, sehingga bagian tubuh anda yang bersinggungan dengan bagian depan tubuh si tukang gesek adalah bagian samping tubuh anda. Kedua, dengan sekuat tenaga, berusahalah berpindah posisi, atau tawarkan si tukang gesek posisi di depan anda. Kalau anda mau pindah dan dia terkesan tidak memberi jalan, jangan ragu, sikut saja!! Paling aman adalah pindah ke dekat wanita lain atau malah didepan wanita lain.
Para pria biasa yang bersimpati terhadap wanita-wanita yang sepertinya sedang dikerjai oleh (yang dicurigai sebagai) tukang gesek pun biasanya akan membantu anda. Caranya, mereka akan berusaha mendorong/menggeser si tukang gesek sehingga berganti posisi, atau membuka ruang supaya anda bisa berpindah tempat, atau kalau si pria biasa itu sedang duduk, maka dia akan memberikan tempat duduknya dengan anda. Dongkollah si tukang gesek kalau tiba2 anda duduk dan orang di depannya berubah menjadi seorang pria...
Kembali ke topik bahasan tidur sambil berdiri...
Pada posisi tidur sambil berdiri, tentu anda khawatir jatuh bukan?? Memang cukup memalukan kalau tiba-tiba kedua lutut anda lemas dan anda kehilangan keseimbangan (yang biasanya diikuti dengan seruan spontan “e e e...eh, aduh..hehe...e e”). Untuk itu, makanya... PEGANGAN!!! Dan kalau itu terjadi, cukup acuhkan saja orang-orang yang menahan tawa karena melihat anda mengantuk, dan segeralah tidur lagi.
Saat anda sedang tidur, jagalah mulut anda. Jangan sampai terbuka terlalu lebar (daripada kemasukan lalat), dan hindari dengkuran yang terlalu keras sedapat mungkin...
Memang, tidur adalah sebuah seni, bukan sekedar keterampilan yang terasah setiap hari.
NB : postingan gw lama-lama makin ga guna gini ya...
Pada suatu ketika di tahun 2003 (ato 2002 ya??), saya bersama teman-teman kuliah pernah survey ke daerah Rancaekek. Moda yang kami gunakan untuk pulang balik Bandung-Rancaekek adalah kereta ekonomi. Kondisinya sangat jauh dari kebiadaban kereta ekonomi Jakarta-Bogor di sore hari, tapi tetap cukup untuk membuat kami berdiri rapat. Pada suatu sore ketika kami pulang setelah survey dari Rancaekek itu, seorang teman saya melontarkan kekagumannya karena saya sanggup tidur sambil berdiri di kereta ekonomi itu. Tentu, untuk saya sendiri, kemampuan itu bukanlah barang baru, karena saya pun sering tidur di kereta ekonomi jakarta-bogor ketika SMP dan SMA dulu saya sering main ke jakarta naik kereta.
Dan kini, kemampuan itu terasah hampir setiap hari, sehingga saya pun mempelajari kalau sebenarnya, kemampuan tidur sambil berdiri adalah sebuah seni.
Sebelumnya, istilah “tidur berkualitas” saya kira hanya berlaku untuk kondisi tertidur saat majelis atau saat khutbah Sholat Jum’at (yang entah kenapa, kalau tidur pada momen-momen itu, saya merasa segar ketika bangun... tentu, ini adalah contoh yang buruk!). Tapi ternyata, tidur di kereta pun bisa menyegarkan. Tentu, pilihan untuk tidur sambil berdiri adalah sebuah keterpaksaan karena kemustahilan untuk mendapat tempat duduk ketika kita naik kereta dari Manggarai (masuk aja susah!).
Akan tetapi, hati-hati!!! Mengingat KRL pada gerbong manapun rawan copet, tidur berkualitas bisa saja berganti menjadi tidur was-was!! Khawatir tas kita disobek atau kantong celana kita digerayangi tentunya (baca : cerita-cerita dari kereta, episode 4, bagian “copet bertopi merah”). Meski begitu, kekhawatiran itu bisa berkurang kalau lampu-lampu kereta menyala semua atau kalau kita mendapat tempat berdiri di deret paling depan (dekat bangku). Di deret terdepan ini, anda bisa menyimpan tas anda di tempat penyimpanan tas (di atas bangku-bangku), dan bisa berpegangan pada jeruji-jeruji tempat penyimpanan tas itu, dengan tetap menyentuh tas anda. Dengan begitu, anda bisa yakin tidak akan ada yang bisa menyetuh atau menyilet tas anda tanpa terlebih dulu menyentuh (atau menyilet) tangan anda.
Adapun posisi tidur yang dipilih bisa beragam.
Pada kondisi-kondisi dimana kereta sore sudah penuh sesak luar biasa dan anda berada di tengah gerbong, anda bisa saja tidak berpegangan dan menyandarkan tubuh anda pada tubuh orang di belakang anda. Dalam posisi ini, kalau anda membawa tas, saya sarankan tas dipakai di bagian depan tubuh anda, dan tangan anda sebisa mungkin memeluk tas. Lalu, bersandarlah dengan nyaman, dan pejamkan mata anda. Tentu, resikonya juga ada. Resiko paling ringan, keringat di punggung anda akan bercampur dengan keringat tubuh orang di belakang anda itu. Jadi jangan heran kalau baju anda kemudian basah oleh keringat orang lain. Resiko kedua, bisa saja anda terjatuh atau terdorong kesana kemari kalau kereta direm mendadak atau terdorong pasukan yang masuk di sebuah stasiun. Resiko terberat, kalau tubuh anda memang berat dan kemudian orang di belakang anda itu merasa pegal atau terganggu karena disandari. Bisa saja timbul percekcokan yang menghilangkan selera tidur anda. Salah-salah, tangan orang lain berbekas di pipi mulus anda.
Kalau anda berada di jajaran depan atau dekat bangku dan bisa berpegangan, tentu posisi tidur bisa lebih nyaman. Tinggal sandarkan kepala anda ke salah satu lengan anda yang berpegangan, lalu pejamkan mata. Jangan lupa posisikan tas di tempat yang mudah diawasi. Ini relatif tanpa resiko.
Kondisi ketiga, saat kereta sedang penuh sesak luar biasa (juga) dan anda berada di tengah gerbong (lagi), kemudian disekeliling anda penuh keringat dan bau asam yang membuat ingin muntah. Kalau anda cukup tinggi, saya sarankan anda berusaha berpegangan dengan menekan langit-langit kereta, atau apapun yang berada dalam jangkauan anda. Intinya, angkatlah tangan anda !!! Lalu, sebisa mungkin arahkan hidung anda pada ketiak atau apapun yang menjadi sumber bau badan anda. Pada kondisi ini, anda harus cukup berbesar hati untuk mengakui bahwa ANDA JUGA BAU !! Dengan kata lain, kalau ada premis dalam pemikiran anda bahwa seluruh bau di kereta itu diakibatkan oleh keringat orang lain, maka premis itu SALAH BESAR !! Akuilah, anda pun sebuah sumber bau. Nah, dengan mengarahkan hidung ke ketiak anda sendiri, anda minimal bisa tidur (atau pingsan) karena mencium aroma tubuh sendiri. PERCAYALAH, ini lebih bermartabat (dan lebih menenangkan hati) dibanding tidur (atau pingsan) sambil mencium aroma keringat dari tubuh orang lain (dalam beberapa pengalaman, ini bisa mengakibatkan mimpi buruk yang traumatik sampai-sampai saya tidak bisa tidur pada malam hari di rumah sendiri). Tapi saran anda, tentu, pakailah deodoran sebelum naik kereta, untuk keselamatan hidung anda dan orang lain.
Kalau anda bersama suami atau istri anda (yaah, pasangan2 muda yang masih dalam tahap berpacaran pun sering, tapi plis deh, ga malu apa sama orang-orang kereta??!!?!), anda bisa saling mengalah, siapa yang tidur dan siapa yang menjadi tempat tidurnya. Bersandarlah pada pasangan anda, sambil meminta pasangan anda memegangi atau memeluk anda sekaligus menjaga barang-barang berharga anda (tas dsb). Ini pun relatif aman dan menenangkan hati.
Kalau anda mendapat berkah berupa tempat duduk (alhamdulillah), maka anda bisa memilih posisi yang ternyaman untuk tidur sambil duduk. Pada kereta pagi, biasanya banyak orang Bogor yang menikmati berkah ini. Resikonya paling sepetan-sepetan sarkastik seperti Rahasia Ilahi (Baca : cerita-cerita kereta episode 4 bagian “Rahasia Ilahi” atau “pantat yang ngebul”). Selain itu, ada juga sepetan-sepetan ringan yang puitis dan sastrawi, terutama kalau anda tidak mau bergantian duduk dengan orang lain sampai tempat tujuan. Puisi-puisi kontemporer yang kreatif sempat tercipta di kereta pagi, seperti ”Makan batagor di Rawamangun, yang dari Bogor kagak bangun-bangun. Gantian dong sih!!”. Kalau anda memang benar-benar mengantuk karena kemarin malamnya ronda atau lembur atau nonton pertandingan bola, maka acuhkan saja sepetan-sepetan itu.
Terakhir, ini pola tidur yang tidak saya sarankan.
Wahai kaum wanita yang suka naik kereta, BERHATI-HATILAH !!! Terkadang, ada saja pria-pria nakal yang suka menyandarkan bagian depan tubuhnya pada punggung anda. Kaum pria kereta sudah sama-sama mahfum mengenai istilah ”TUKANG GESEK”. Tukang gesek ini adalah pria-pria yang nampaknya memperoleh kenikmatan dan hiburan dengan menempelkan, menekan, atau menggesekkan bagian depan tubuh mereka (terutama pinggang kebawah) pada bagian belakang tubuh wanita (bagian pinggang kebawah juga, atau sebutlah eksplisitnya, maaf, pantat). Sungguh, orang-orang ini SAKIT! Sungguh orang-orang yang secara mental, SAKIT! Salah satu metode BASI (karena sudah sejak dulu metode ini berkembang, dengan segala variannya) dari para tukang gesek ini adalah dengan PURA-PURA TIDUR sambil berdiri di belakang seorang wanita. Dengan begitu, dia merasa leluasa untuk menempelkan tubuhnya ke tubuh wanita didepannya. Selain itu, dengan pura-pura tidur, dia juga merasa bebas untuk menyandarkan kepalanya ke bahu atau kepala wanita itu. Kalau si wanita marah, dia akan beralasan kereta penuh sehingga terdesak dari belakang, atau beralasan karena memang mengantuk saja. Busuk! Sungguh busuk!
Tapi jangan salah, jangan lantas mencurigai semua pria yang berdiri dekat wanita adalah tukang gesek. Tukang gesek ini sebenarnya jumlahnya hanya sedikit, dan bisa dikenali dari beberapa perilaku mereka yang mencurigakan, sehingga bisa dibedakan dengan pria biasa (non-gesek).
Pertama, pria biasa berdiri dekat wanita karena terpaksa atau pengaruh keadaan, sementara tukang gesek memang mencari sekuat tenaga posisi itu. Ini beberapa kali saya alami. Ketika kereta penuh, seorang pria di sebelah saya tidak berpegangan dan mengikuti arus desakan/gerakan penumpang. Akan tetapi, ketika tiba dibelakang seorang wanita, mendadak beliau berpegangan dengan kedua tangannya, dan mendadak menahan sekuat tenaga untuk tidak terdorong lagi, sehingga saya terjepit dan terpaksa menahan sakit karena ditekan dari dua arah. Biasanya, tukang gesek akan semakin menempelkan tubuhnya (menekankan) ke si wanita kalau ada arus lalu lintas orang di sampingnya, sehingga orang-orang terpaksa lewat melalui bagian belakang si tukang gesek. Dengan begitu, posisinya terhadap si wanita tidak berubah dan dia punya justifikasi lebih untuk menempel dengan si wanita.
Kedua, posisi tangan dan tubuh ketika berpegangan pun bisa berbeda. Seorang pria biasa akan merasa risih ketika terpaksa bersinggungan dengan tubuh wanita, dan sebisa mungkin menghindari bidang singgung yang luas. Sebaliknya, seorang tukang gesek biasanya berpegangan dengan kedua tangan sedapat mungkin sehingga posisi si wanita didepannya itu tepat berada diantara kedua bahunya. Dengan begini, si wanita tidak bisa bergeser kemana-mana.
Ketiga, setelah kondisi tidak lagi memaksa (kereta tidak lagi penuh), seorang pria biasa yang asalnya bersinggungan dengan wanita tentu akan mencari posisi lain atau tempat berdiri lain yang tidak bersinggungan dengan wanita. Sementara seorang tukang gesek, walaupun dibelakangnya sudah kosong, akan tetap berdiri di posisinya, tanpa peduli tatapan curiga dari pria lain disebelahnya.
Kaum wanita yang sudah tidak asing dengan keberadaan tukang gesek ini telah mengembangkan beberapa metode yang bisa digunakan untuk meminimalisir efek negatif dari fenomena ini. Bagi kaum wanita lain yang baru tau sekarang, mungkin metode-metode ini bisa diikuti.
Pertama, berusahalah berdiri menyamping, sehingga bagian tubuh anda yang bersinggungan dengan bagian depan tubuh si tukang gesek adalah bagian samping tubuh anda. Kedua, dengan sekuat tenaga, berusahalah berpindah posisi, atau tawarkan si tukang gesek posisi di depan anda. Kalau anda mau pindah dan dia terkesan tidak memberi jalan, jangan ragu, sikut saja!! Paling aman adalah pindah ke dekat wanita lain atau malah didepan wanita lain.
Para pria biasa yang bersimpati terhadap wanita-wanita yang sepertinya sedang dikerjai oleh (yang dicurigai sebagai) tukang gesek pun biasanya akan membantu anda. Caranya, mereka akan berusaha mendorong/menggeser si tukang gesek sehingga berganti posisi, atau membuka ruang supaya anda bisa berpindah tempat, atau kalau si pria biasa itu sedang duduk, maka dia akan memberikan tempat duduknya dengan anda. Dongkollah si tukang gesek kalau tiba2 anda duduk dan orang di depannya berubah menjadi seorang pria...
Kembali ke topik bahasan tidur sambil berdiri...
Pada posisi tidur sambil berdiri, tentu anda khawatir jatuh bukan?? Memang cukup memalukan kalau tiba-tiba kedua lutut anda lemas dan anda kehilangan keseimbangan (yang biasanya diikuti dengan seruan spontan “e e e...eh, aduh..hehe...e e”). Untuk itu, makanya... PEGANGAN!!! Dan kalau itu terjadi, cukup acuhkan saja orang-orang yang menahan tawa karena melihat anda mengantuk, dan segeralah tidur lagi.
Saat anda sedang tidur, jagalah mulut anda. Jangan sampai terbuka terlalu lebar (daripada kemasukan lalat), dan hindari dengkuran yang terlalu keras sedapat mungkin...
Memang, tidur adalah sebuah seni, bukan sekedar keterampilan yang terasah setiap hari.
NB : postingan gw lama-lama makin ga guna gini ya...
No comments:
Post a Comment