Friday, September 09, 2005

Dari Ibnu Khaldun, Peradaban Islam, sampai Kebangkitan Islam

Dulu, pada waktu yang saya sendiri lupa kapan, Tepo alias Otep Kurnia dengan saya pernah jalan bareng dari kampus ke Simpang Dago. Untuk mengusir sepi, kami berniat ngobrol. Kami sepakat, topiknya ga boleh berat-berat. Iyalah, buat ngusir sepi sambil jalan doang aja pake yang berat-berat! Dan akhirnya kami sepakat untuk ngobrol tentang... Peradaban ! (Dhian Coek !! yang kaya gini ama dia dianggap ringan!)

Obrol punya obrol, singkat kata, kami tiba-tiba jadi ngomongin Ibnu Khaldun, seorang budayawan dan ilmuwan Muslim yang pemikiran-pemikirannya cukup dominan pada masanya (waktu Islam sedang jaya-jayanya), dan kurang lebih, mungkin masih relevan sampai sekarang. Pemikiran-pemikirannya dalam hal sosiologi sebenarnya, sedikit banyak, mendasari berdirinya ilmu sosiologi modern seperti yang sekarang ini kita kenal. Saya masih ingat, beberapa buku referensi Sosiologi SMA ada yang mencantumkan nama Ibnu Khaldun sebagai salah seorang "bapak sosiologi". Tentu, predikat ini ga terdapat di SEMUA buku sosiologi, terutama yang sudah terlanjur didominasi dengan nama-nama "barat".

Terkait dengan peradaban, Otep menceritakan tentang sebuah buku, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai naskah, karangan Ibnu Khaldun, yang judulnya Muqodimah. Okelah, ga semua isi naskah itu berbicara tentang peradaban. Tapi ada satu teori, atau analisis, yang disusunnya mengenai peradaban. Ibnu Khaldun (IK) ga ngomongin peradaban dari sisi historis, ato time-line, ato perkiraan-perkiraan menakutkan tentang benturan antar peradaban seperti Huttington. IK secara gamblang justru membahas benang merah kemunculan dan kematian peradaban-peradaban, dari segi ciri-ciri dan humanismenya, dalam pengertian, dia banyak membahas tentang faktor manusia yang mempengaruhi peradaban itu.

Secara eksplisit, IK menceritakan (kata Otep loh) bahwa orang-orang yang kemudian memimpin peradaban itu adalah orang-orang (kaum) yang telah melalui tempaan, hidup yang KERAS, makan daging (eksplisit : makan daging), dan melalui berbagai "ujian" dalam kehidupannya. Dan peradaban biasanya mengalami kemunduran, biasanya, saat orang-orangnya mulai hidup nyaman, tenang, menyibukkan diri dengan musik dan makan/minum, dan yang paling penting, ga punya musuh.
Wah, lucu juga analisisnya dia. Meskipun mungkin analisis semacam ini udah sering kita denger, ato mungkin kita pikirkan, tapi pada masa itu (waktu IK masih idup maksudnya), analisis semacam ini bisa dibilang... langka (kalo ga mau dibilang "ngapain juga mikirin ginian...")

Selepas obrolan dengan Otep, dengan ditemani segelas kopi dan sebatang Dji Sam Soe (gila, promosi!) dalam dinginnya malam, ternyata obrolan itu belom lepas dari pikiran saya.

Karena kalau dipikir-pikir, bener juga ya...

Oke, mari kita lihat, peradaban mana yang mau kita ambil jadi contoh?
Mongol? Mongol adalah sebuah bangsa pengembara. Mereka hidup di lahan yang tandus, dan harus berjuang keras hanya untuk sekedar mencari makan untuk koloni-koloninya. Tapi karena kultur pengembara itu, mereka jadi terkenal dengan pasukan berkudanya yang kuat. Bisa kita anggap, bahwa hari-hari (abad-abad sih sebenernya) bangsa mongol mengarungi kehidupan dengan cara begini adalah tempaan seperti yang dimaksud oleh IK. Dan mereka sukses menghancurkan kekaisaran China waktu itu, juga sesuai dengan analisis IK, selain karena mongol telah melalui ujiannya, juga karena peradaban cina sedang berada di puncak. perdagangan maju, negara besar, musuh ga ada yang sepadan. Akibatnya, kekaisaran cina waktu itu dipenuhi oleh korupsi dan rakyat yang tidak terbiasa untuk hidup keras. Dua-duanya klop. Maka terjadilah kemunculan peradaban Mongol dan turunnya peradaban Cina.
Lalu dalam perkembangannya, masa-masa dibawah penjajahan Mongol adalah masa-masa ujian dan penempaan bagi Cina. Mongol yang sudah menyebar sampai eropa mulai mencapai puncak peradabannya. Dan setelah di puncak, satu-satunya jalan adalah turun, bukan? Ya, dan pergeseran peradaban pun terjadi lagi, dengan arah terbalik.

Romawi? Kekaisaran roma dimulai dengan darah dan peperangan. Inilah masa penempaan untuk Roma. bahkan, dalam mitosnya, konon nenek moyang/asal-usul Bangsa Roma adalah dua orang anak (Romus dan Romulus) yang yatim piatu dan harus menyusu pada seekor serigala. Jadi sejak lahirnya pun, setiap anak bangsa roma sudah dicekoki pemikiran bahwa hidup adalah perjuangan. Dan romawi hancur setelah mereka sudah di puncak dan tidak ada lagi yang bisa mengalahkan mereka. Mereka bahkan mengalahkan Mesir (yang sudah lebih dulu berada di puncak sampai2 tidak punya lagi bala tentara yang kuat). Korupsi merajalela, dan peradaban roma dipenuhi ketimpangan ekonomi, musik, sastra, dan minuman keras. Kekaisaran romawi kemudian dibagi 2, di konstantinopel dan di Roma, yang ternyata sama saja bobroknya, dan tidak bisa bertahan ketika peradaban Islam mulai merangsek maju.

Amerika? Bangsa Amerika yang saat ini menjadi negara adidaya itu sebenarnya tidak mengenal istilah "pribumi". Karena memang, pada dasarnya mereka adalah pilgrims dari eropa. Tempaan untuk mereka sudah dimulai sejak pertemuan mereka dengan bangsa2 Indian di Amerika Tengah dan Utara. Bahkan setelah negara Amerika berdiri pun, mereka dilanda perang saudara utara-selatan dan peperangan-peperangan tak berkesudahan dengan Perancis, Inggris, dsb2... BElum lagi, kalau pernah nonton film Gangs of New York, bagaimana peperangan antar kelas ekonomi dan antar kelompok urban telah menjadi keseharian orang2 Amerika abad 16-18. Bangsa mereka dibangun dengan darah, dan itu satu tempaan untuk mereka.

Jepang? setelah dibom atom oleh Amerika, kita tau sama tau bagaimana jadinya Jepang sekarang. Tapi lebih dari itu, kita juga bisa melihat bagaimana kerasnya hidup, budaya/adat dan tradisi orang2 jepang, yang seakan2 memang mempersiapkan mereka untuk menjadi salah satu penguasa peradaban.

Secara eksplisit, dapat kita lihat bahwa sejarah memang selalu menceritakan terlebih dahulu perjuangan, pergulatan, dan pengorbanan sebuah bangsa sebelum bangsa itu maju dan menjadi salah satu pemimpin perubahan peradaban.

Lalu bagaimana dengan peradaban Islam? Sepertinya akan menjadi kurang afdol bila kita membicarakan peradaban Islam tanpa sekaligus menganalisis peradaban Eropa (dan "barat" secara keseluruhan) yang timbul tenggelamnya lebih banyak saling berkaitan.

Mengapa Islam bisa begitu menguasai peradaban selama 7 abad?
kaum muslim awal dan Rasulullah pun mengalami tempaan dan ujian dalam konteksnya sendiri. Sepertinya memang ada sebuah prakondisi yang ditetapkan Allah bagi suatu kaum sebelum kaum/bangsa itu bisa maju dalam peradaban. Dan peradaban Islam pun demikian. Peristiwa pengusiran Rasulullah dan umat muslim pertama dari mekkah sehingga mereka hidup di gurun selama 8 tahun... bukankah itu sebuah tempaan? lalu peperangan yang terjadi pada masa2 awal kekhalifahan, itu pun menjadi sebuah tempaan bagi peradaban Islam.

Oke, dari segi waktu, memang agak2 "tidak adil" misalnya apabila kita membandingkan tempaan umat Muslim awal dengan... sebulah bangsa viking, yang harus ditempa alam yang dingin dan keberanian mengarungi lautan dengan peperangan2 mengerikan selama berabad-abad sebelum menjadi kaum yang unggul dalam masa mereka. Disinilah teori relativitas Einstein dalam konteks waktu menjadi relevan. Karena kita tidak tahu perbedaan antara "lama" dengan "sebentar". Tapi yang jelas, Allah sepertinya tidak berkehendak untuk memberikan satu privelege pada umat Islam untuk tidak memenuhi prakondisi itu.

Lalu bagaimana dengan kemunduran peradaban Islam?

Kemunduran peradaban Mongol dan Romawi sudah disinggung sedikit di atas. Selain karena faktor kehidupan urban masyarakatnya, sedikit banyak kemunduran 2 peradaban tersebut juga disebabkan oleh hilangnya figur pemimpin ideal di mata peradaban tersebut (Jengis Khan di Mongol dan Julius Caesar di Romawi). Tetapi selain itu, kemunduran sebuah peradaban juga biasanya ditandai oleh menyeruak naiknya peradaban yang baru.

Demikian juga dengan peradaban Islam.
Selama 700 tahun, peradaban Islam begitu dominan di dunia kala itu. Bangsa-bangsa eropa yang memasuki negeri-negeri muslim seperti Baghdad atau Turki atau Cordoba dan Barcelona di Spanyol tidak berbeda layaknya orang udik yang melihat Jakarta untuk pertama kalinya. Perkembangan ilmu pengetahuan, baik yang bersifat eksak maupun sosial begitu pesatnya. Sebagai contoh, tidakkah nama2 Al-jabar atau Al-khemi berbau2 Arab yang notabene merupakan bangsa yang mendominasi kaum Muslim awal? Al Jabar memang adalah seorang jenderal perang yang menemukan bilangan 0 yang kemudian menjadi dasar berkembangnya disiplin ilmu Aljabar dan matematika secara umum.
Perkembangan dan kekuatan Islam saat itu memang tidak tertandingi.

Akan tetapi, setelah periode 700 tahun itu, negeri2 Islam memang mencapai titik puncaknya, dan sebenarnya (apabila kita masih merujuk pada analisis IK), inilah awal dari kemunduran suatu peradaban. Dan memang benar, pola hidup urban, dikuranginya bala tentara, berkurangnya semangat jihad karena memang musuhnya sudah tidak ada, menjadi pola hidup yang dominan di negeri-negeri Islam.

Pada saat yang sama, pada abad 6/7-15 itu, dataran dan peradaban bangsa2 eropa sedang berada pada era yang (oleh orang2 eropa) disebut sebagai "zaman kegelapan" (dark ages). Ilmu-ilmu mistik berkembang pesat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat mandek karena dianggap bertentangan dengan agama, kehidupan beragama yang kacau balau, disorientasi visi, dan peperangan-peperangan di kalangan kerajaan2 eropa mewarnai era ini di Eropa. Kehidupan menjadi tidak manusiawi di Eropa, dan banyak masyarakat Eropa yang menemukan pencerahan dan "pelarian" di negeri-negeri muslim.

Masa kegelapan inilah, yang nampaknya menjadi masa penempaan yang digariskan Allah pada bangsa-bangsa Eropa. Ini sebenarnya sudah menjadi prakondisi bahwa bangsa Eropa, pada waktunya, akan memimpin peradaban.

Dan benarlah, masyarakat dan bangsa Eropa yang sepertinya sudah muak dan jenuh dengan kehidupan mereka mulai membuat revolusi2 mental dan pemikiran yang radikal. Pencurian ilmu-ilmu pengetahuan dari peradaban Islam dan perombakan revolusioner kehidupan beragama menjadi awal dari era yang kemudian mereka sebut Renaissance/Aufklarung (masa pencerahan). Masa ini juga ditandai dengan kemunculan agama Kristen Protestannya Marthen Luther di Jerman sebagai bentuk revolusi terhadap kehidupan beragama katholik ortodoks Roma yang dinilai sudah ternoda dan terlalu mengekang perubahan.

Dua peradaban yang kondisinya bertolak belakang ini (Islam dan Eropa) kemudian "berbenturan" dalam peperangan-peperangan, baik perang pemikiran maupun perang secara fisik. Semangat Eropa untuk menyebarkan agama Katholik dan Kristen melalui misi-misi misionaris berbenturan dengan akidah Islam di negeri-negeri muslim. Sedikit banyak, faktor adanya "musuh bersama" ini juga yang menjadi salah satu perekat bangsa-bangsa Eropa. Rasulullah Muhammad SAW yang oleh bangsa Eropa namanya diplesetkan menjadi "Mahound" (tukang sihir) atau "the great pretender"(terkait dengan sebuah ramalan dalam Alkitab mengenai kedatangan seorang "anti-kristus" yang akan memutarbalikkan ajaran2 Yesus dengan muslihat2 yang rasional), menjadi sebuah ikon yang mempersatukan Eropa. Ini kemudian menjadi sebab berkobarnya Perang Salib. Dalam Perang Salib inilah sebenarnya dapat kita lihat wujud nyata dari benturan antar peradabannya Huttington.

Dalam Perang Salib I, kekuatan Eropa ternyata belum mampu menggoyahkan dominasi negara-negara Muslim, tetapi itu sudah cukup untuk mengobarkan semangat lebih banyak lagi orang Eropa untuk berperang.
Kondisi peradaban Islam sendiri, karena memang sudah terlena dengan kemajuan peradaban dan tidak adanya musuh yang dapat menandingi mereka, menjadi lemah dan rentan terhadap godaan-godaan pemikiran. Kelemahan akidah dan semangat ukhuwah inilah yang kemudian memberi jalan bagi kemenangan Eropa pada Perang Salib II. Peperangan brutal dan aliran darah menandai benturan yang kedua ini.

Contoh nyatanya mungkin dapat kita lihat pada Cordoba (Spanyol) dan Turki.

Kita tahu betapa melekatnya citra alat musik Gitar dengan negeri Spanyol. Konon, Gitar sebenarnya baru muncul di Spanyol pada sekitar abad 13-15. Alat musik inilah yang konon membuat pemuda-pemuda Muslim terlena dengan musik dan kehidupan duniawi. Mereka mulai menciptakan tarian-tarian dengan diiringi wanita dan gitar, dan larut dalam hedonisme sehingga meninggalkan sholat dan latihan fisik untuk mempersiapkan diri menghadapi jihad Perang Salib. Inilah yang kemudian membuat Cordoba takluk setelah selama 400 tahun menjadi salah satu negara Muslim terbesar di Eropa. Begitu juga dengan Turki yang dibuat mati secara pemikiran/semangat, sehingga arus sekulerisme begitu mudah masuk, yang dimulai oleh Mustapha Kemal Pasha (Kemal Attatuurk/Kemal sang Pembangun) dengan revolusinya yang sebenarnya tidak lebih dari penyusupan nilai-nilai sekuler kedalam akidah umat muslim Turki.

Penaklukan Cordoba menandai berakhirnya dominasi peradaban Muslim di Eropa, dan praktis, peradaban Muslim yang kala itu tidak mampu ditembus oleh Eropa hanya tersisa di jazirah Arab. Itupun, terus dikacaukan dengan perang-perang pemikiran sampai saat ini.

Memang banyak yang mengkambinghitamkan Eropa dalam kemunduran peradaban Islam. Akan tetapi, satu hal yang harus diperhatikan oleh umat muslim sebenarnya adalah bahwa kemajuan Eropa itu sebenarnya tidak akan bisa terjadi kalau prakondisi2nya tidak terpenuhi. Dan salah satu prakondisi itu adalah kemunduran/kelemahan dari peradaban yang akan digantikan. Dalam konteks ini berarti, saham terbesar dari kejatuhan peradaban Islam tidak terletak pada kemajuan Eropa, tapi justru pada melemahnya akidah dan semangat jihad di peradaban Islam sendiri, atau notabene, umat muslim yang mengusung peradaban itu.

Terakhir, satu analisis lagi adalah dari konteks waktu. Bisa kita lihat bahwa "umur" sebuah peradaban biasanya tidak jauh dari selang waktu 5-7 abad, yang dimulai dari peradaban Mesir lebih kurang 300 tahun sebelum masehi. Begitupun umur kejayaan peradaban Islam yang berusia kurang lebih 7 abad.

Artinya, kalau kita melihat bahwa umur kejayaan peradaban Eropa yang saat ini sudah mencapai 7 abad, seharusnya Eropa saat ini sedang berada di titik jenuh, titik puncak. Adapun saat ini, satu-satunya peradaban yang bisa kita anggap mampu menyaingi Eropa adalah Islam. Masa 7 abad itu juga seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi masa penempaan bagi Umat Islam. Artinya, seharusnya saat ini, peradaban Islam sedang bergerak untuk kembali muncul sebagai pemimpin dunia.

Bangsa2 barat (termasuk AS dan Eropa) sepertinya menyadari betul analisis dari IK ini. Inilah sebabnya perang peradaban yang sedang terjadi saat ini adalah berupa perang pemikiran/ideologi. Tujuannya tidak lain, adalah untuk membuat umat Islam lupa, bahwa mereka sedang dijajah. Dengan demikian, umat Islam tidak akan tergerak untuk bangkit.

Apabila ummat Islam tidak secepatnya menyadari hal ini...

Sebenarnya, dewasa ini, pemikiran Ibnu Khaldun sepertinya telah mengilhami sebuah konsep yang kemudian akan berperan besar dalam teori-teori konspirasi. Konsep itu adalah konsep "manajemen konflik". Loh? kok manajemen konflik? Mungkin akan saya bahas dalam posting lain yang secara spesifik akan bercerita tentang... Amerika Serikat.

Terakhir...
Hal lain yang membuat saya penasaran dengan pemikiran Ibnu Khaldun adalah...
Masih ingat, judul naskah yang saya dan Otep bicarakan sebelum saya memikirkan hal ini adalah "Muqodimah". Dalam bahasa Indonesia, kata itu kira-kira berarti "Pembukaan". Artinya, naskah itu sebenarnya hanya merupakan pengantar, pembuka dari sesuatu yang tentunya lebih besar.

Naskah Muqodimah sendiri, konon dalam versi bahasa Inggrisnya, diterbitkan sebanyak 3 jilid, dengan masing-masing jilid lumayan tebal.

Bayangkan ilmu yang terkandung dari apa yang diantarkan oleh Muqodimah itu...

2 comments:

Anonymous said...

Analisa yang menarik....:)

ci said...

interesting..
thank you..