Wednesday, August 24, 2005

Naik kereta api tut tut tuuut... (Cerita-cerita dari Kereta, episode 1)

"Naik kereta api tut tut tuuut...
Siapa hendak turuuut...

Ke Depok dan Jakarta...
Bolehlah naik dengan percuma...

Ayo kawanku lekas naik,
Keretaku tak berhenti lama."

Nah, untuk kali ini, semua kata dalam syair itu benar adanya, setidaknya yang saya rasakan tiap hari waktu naik KRL ekonomi Jabotabek dari Bogor-Manggarai bulak balik pagi-sore. Semua kata benar, kecuali mungkin bagian tut tut tuuut-nya. Namanya juga kereta listrik, udah ngga ada tutut-tututan lagi. Cuma ada jes-jes jes-jes, bunyi monoton tiap roda kereta berputar satu kali.

Trayeknya sama, sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Jalur Bogor-Stasiun Kota Jakarta. Memang beberapa tahun terakhir ini mulai diaktifkan lagi jalur Bogor-Tanah Abang, yang jalurnya setelah Manggarai belok ke arah barat (Kalo yang ke Kota jalurnya ke utara). Yang jelas, dua-duanya lewat Depok, dan dua-duanya lewat Manggarai, jadi ga masalah untuk saya naik Kota atau Tanah Abang.

Siapa hendak turut ? ooo, banyaaak, banyak beneeer...
Terutama, peak hours-nya itu adalah kereta dari arah Bogor yang berangkat jam 5.30 sampai 07.30 dan kereta dari Jakarta yang berangkat jam 16.00 sampai jam 18.00an.
Jam-jam segitu, jangan harap bisa nyanyi di dalem kereta, b'napas aja ngos-ngosan... keringat mengucur dari sekujur tubuh...

"Misi bang, permisi, orang miskin mau lewat..."
Begitu dah omongan yang keluar kalau kereta lewat Gambir, berhubung keretanya ga berenti di Gambir. Terlalu elit kali ya... Tapi itu dulu sih. Sekarang saya ga pernah naek Jabotabek melebihi Manggarai. Maklum, rutinitas tempat kerja. Kalo nggak buat kerja, ngapain juga bela-belain jadi ikan sarden di dalem kaleng gerbong kereta...

Nah, terus kata-kata apa lagi ya?
o iya, "bolehlah naik dengan percuma". Betul, walaupun paling pol bayar karcis KRL itu 2500 (Bogor-Jakarta), dan untuk jarak yang lebih pendek harganya lebih murah (contoh, Bogor-Depok 2000, Manggarai-Pasar Minggu 1500), tapi ternyata memang banyak juga yang naik dengan percuma... alias ga bayar. Yah, ngapain juga bayar ya? orang diperiksanya juga sekali-sekali doang (kalo pak petugasnya ga males). Gimana ga males, karena meriksa karcis di gerbong kereta artinya harus menerobos sela-sela kepadatan manusia, berkeringat dan bercampur keringat dengan penumpang laen... Ya males lah... Paling juga ada yang mulai meriksa karcis (kalo keretanya dari Jakarta), mulai dari stasiun Depok Lama. Itu artinya, tinggal 3 stasiun lagi sebelom Bogor. Jadi, kalo turun di Depok atau sebelumnya, mending ga beli karcis :p ga bakal diperiksa kok...
Kalaupun ternyata ada yang nekat meriksa, biasanya taktiknya gini. Turun di stasiun selanjutnya, cepet-cepet pindah gerbong! Tentu gerbong barunya harus yang udah dilalui ama si pemeriksa karcis dong.

"Keretaku tak berhenti lama"
Ya memang. Kalo lama-lama di tiap stasion, mau nyampe jam berapa ke Jakarta? yang ada malah tambah panas. Tapi gara-gara "tak berhenti lama" ini, terjadilah arus dorong-mendorong antara penumpang yang udah kebelet pengen turun dengan calon penumpang yang mendesak masuk. Arus dorong-dorongan ini kira-kira kekuatannya setara dengan gempa bumi 6,5 skalarichter, dan efeknya ga hanya di pintu, kadang dia terasa di seluruh gerbong, terutama arus di stasiun Depok Baru, Pasar Minggu, dan Manggarai.

Yaah... meskipun begitu, kereta ini memang punya kesan yang kuat diantara para langganannya. Dan setiap orang yang udah rutin naek kereta biadab ini (karena memang tidak bisa disebut "beradab") tentu akan menggunakan pengalaman berkereta untuk lebih memahami hidup. Contohnya, kalo misalnya saya ditanya :
1. Kejadian yang paling lu anggap lagi hoki/beruntung? jawab: Kalo dapet duduk di kereta dari Jakarta jam 5, atau... kalo naek dari Manggarai jam setengah 6, ada kereta balik, dan langsung berangkat. Atau lagi... pas lagi padet-padetnya itu, kita bediri di belakang cewek :p tampang ga masalah, ga keliatan ini :p asal bukan ibu2 ato nenek2 (kasian).
2. Arti kesabaran? Jawab : Sanggup menahan diri untuk diam selama perjalanan dari Manggarai sampai Depok Baru, ga peduli keringet dan panas badan orang-orang. Dan ga muntah!
3. Lagi sial/apes? Jawab : Kecopetan di kereta, atau... naek kereta di gerbong yang bener2 padet sampe kita ga tau kaki kita dimana, dan sendal yang kita injek itu punya kita ato bukan. Lebih sial lagi? kalo udah begitu, pas nyampe bogor ternyata ujan gede.
4. Tempat belanja paling murah? Jawab : KRL dari Jakarta, makin sore makin murah, makin deket bogor makin murah. Jeruk (kalo pinter milih), 25 biji harganya 5000 !

Nah, itu contoh2nya doang.
Masih banyak lagi yang laen, tapi nanti ya... di episode2 selanjutnya, yang akan lebih detil dan lebih... panas...

O iya, buat yang mau naek KRL, ini jalurnya nih, biar ga salah turun stasiun...
Bogor - Cilebut - Bojonggede - Citayam - Depok Lama - Depok Baru - Pondok Cina - Univ. Ind. - Univ. Pancasila - Lenteng Agung - Tanjung Barat - Pasar Minggu - Pasar Minggu Baru - Duren Kalibata - Cawang - Tebet - Manggarai - Cikini - Gondangdia - Gambir (kereta ga berenti, lewat doang) - Juanda - Mangga Besar - Sawah Besar - Jakarta Raya - Jakarta Kota.
Kalo yang ke Tanah Abang, bedanya setelah Manggarai dia ga ke Cikini tapi belok ke Timur, ga tau ke arah mana, berhubung belom pernah. Yang ditebelin itu stasiun2 gede

Oke... sampai jumpa di episode selanjutnya...

1 comment:

Prediksi Bola said...

Kereta Api sarana angkutan rakyat yang menyenangkan