Thursday, August 04, 2005

Pendidikan Tinggi : Public atau Private Goods ?

Penyelenggaraan sebuah institusi perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri berstatus BHMN, perlu mulai ditelaah secara mendalam. Hal ini menjadi urgen setelah dalam praktiknya, status BHMN ternyata memunculkan tantangan-tantangan baru dalam penyelenggaraan sebuah perguruan tinggi. Tantangan-tantangan baru ini merupakan aspek-aspek yang sebelumnya tidak terlalu diperhitungkan oleh perguruan-perguruan tinggi negeri di Indonesia, termasuk bagaimana menumbuhkan sumber-sumber pendanaan baru yang produktif, pengelolaan keuangan, kebebasan lebih besar dalam merumuskan kurikulum dan hal-hal lain yang terkait dengan bidang akademis, akuntabilitas publik dan sebagainya.

Saat ini, isu yang paling hangat dibicarakan mungkin adalah isu-isu seputar pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tinggi, yang pada hakikatnya dilembagakan dalam institusi perguruan tinggi. Terkait dengan hal ini, perdebatan yang kemudian muncul justru kemudian melebar ke arah yang lebih filosofis, yaitu mengenai apakah pendidikan tinggi itu termasuk kedalam kelompok barang publik (public goods) atau kelompok barang privat (private goods). Perdebatan ini, sepertinya kemudian akan mengarah pada pembangunan justifikasi mengenai siapa yang harus menanggung sebagian besar biaya pendidikan tinggi.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perdebatan ini, satu kerancuan yang perlu kita perhatikan adalah mengapa di Indonesia perdebatan ini baru muncul saat ini, tepat ketika status BHMN pada beberapa PTN di Indonesia sudah berjalan selama beberapa tahun, dan tepat ketika mulai muncul suara-suara yang mempertanyakan semakin meningkatnya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Mengapa perdebatan ini tidak muncul sejak saat pertama kali pendidikan tinggi diselenggarakan di bangsa ini ? Mengapa pemahaman yang sudah sejak lama terpatri dalam benak kita bahwa pendidikan adalah hak seluruh penduduk tiba-tiba harus digugat dan tiba-tiba pemahaman itu seolah hanya berlaku sampai tahap pendidikan menengah saja ? Mudahnya, mengapa baru sekarang ini status pendidikan tinggi sebagai bagian dari pendidikan formal yang semestinya harus membuka diri terhadap seluruh anak bangsanya menjadi cukup layak untuk dipertanyakan?Perlu kita cermati, apakah sebenarnya perdebatan ini murni perdebatan filosofis atau sebuah wacana perdebatan yang sengaja digulirkan untuk menyusun suatu argumentasi pembenaran terhadap satu pihak.

Baca selengkapnya? klik Link pada judul...

No comments: