Monday, November 28, 2005

Pilih mana? ngomong "alhamdulillah..." atau "kacrut !" ???

yap, sebuah pagi yang biasa di Kota Bandung...

Sejak setengah tahun terakhir pada tahun pertama kuliah, saat masih gundul baru selesai di-OS, ritual pagi di Bandung buat saya masih belum berubah, dan tidak pernah kehilangan kenikmatannya...

Sebatang Dji Sam Soe, satu mug kopi kental racikan sendiri (kadang tambah susu kalau sedang lapar), dan sepotong roti seharga 500 perak dari warung di sebelah kosan (isi roti disesuaikan dengan yang tersedia di warung, kadang-kadang kalau roti habis bisa diganti dengan bakpia isi keju yang harganya sama, 500 perak). Semua itu dinikmati dalam waktu kurang lebih setengah jam setelah sholat subuh dan olah raga pagi (jalan kaki ke warung di sebelah kosan), sambil menonton acara-acara ga jelas di tipi atau duduk di luar menikmati hawa dingin yang mulai merayap naik (ini kalo bangunnya pagi, sebelum jam setengah 6. Kalo bangunnya siang, menikmati pemandangan keluarnya anak2 kosan sebelah yang khusus perempuan untuk pergi kuliah, sebelum menyadari kalo ternyata saya sendiri udah telat buat kuliah pagi, sekali lagi, dan lagi-lagi...telat...). Kadang memeluk gitar sambil memetik senar-senarnya dengan lembut juga jadi pelengkap. Menyanyi agak kurang bisa dinikmati, berhubung pita suara dan tenggorokan masih mengkerut sisa dinginnya udara malam... yap, itulah sarapan saya setiap pagi waktu masih kuliah di Bandung... Ini sebabnya saya paling merasa aneh kalo ada orang yang sarapannya nasi atau makan berat lainnya...

Aaahh... pagi yang indah... salah satu sebab kenapa saya selalu merindukan bandung, dan biasanya setiap akhir pekan masih bulak balik jakarta-bandung, adalah ingin merasakan lagi pagi seperti itu, walaupun hanya 2 hari (sabtu dan minggu)... salah satu suasana yang pas untuk dapat inspirasi, dan cara yang efektif untuk mendorong perut supaya cepat mulas (perpaduan antara kehangatan kopi, kentalnya asap rokok, dan dinginnya angin pagi di bandung yang masuk ke pusar...).

Tapi pagi ini... masih di Bandung... semuanya berubah dalam sekejap....

Semua hanya karena... INI HARI SENIN !!!!

Pulang malam dari ujung berung ke Dago, baru sampai ke rumah jam setengah 11, hati ini ga kuasa menahan keinginan main NBA Live di komputernya si fahmi, padahal besok subuh harus ke Jakarta, kalau bisa naek kereta parahyangan jam 4, paling lambat jam 5, dan kereta parahyangan jam 6 adalah bencana, karena terlalu ngepas! Pasalnya, hari ini saya harus presentasi didepan direktur POD (pak Dedy), jajaran kasubdit di direktorat POD (mami, papi, dan oom), dan kawan-kawannya... Mitra kerja menyusun bahan presentasi di tempat lain, sehingga harus ada koordinasi dulu sebelum presentasi! Yang lebih parah adalah, presentasinya belum jelas jam berapa!!! (disesuaikan dengan jadwal bapak2 dan ibu hari ini...).

Mestinya tadi malam saya bertindak cepat, sesuai rencana yang telah saya buat, nyalakan komputer fahmi, burn file2 bahan presentasi yang sudah diketik 2 hari sebelumnya, JANGAN MELIRIK ICON NBA-Live, dan segera pergi tidur supaya bisa tidur dengan nyaman, bangun jam setengah 3, sarapan (sesuai ritual, dan sambil manasin air), mandi air hangat, pergi ke stasiun jam 3.15 subuh, pesan kereta, kereta berangkat jam 4 pas, sholat subuh di kursi kereta, sampai jakarta jam 7 (paling lambat jam setengah 8 lah), sampai kantor cek e-mail dulu, siapkan bahan2 yang belum selesai diketik sampai jam 9an, lalu koordinasi dengan mitra kerja saya, dan jam 11 semestinya kami sudah siap untuk presentasi pukul berapapun!!! Ya, namanya juga alumnus planologi ITB, sejak dulu saya sadari, saya seorang PERENCANA YANG HEBAT !!!!!!

Tapi ternyata...
Manusia seperti saya bisa berencana kapan saja... dan bisa melanggar rencana saya sendiri itu kapan saja... hiks...

KESALAHAN PERTAMA adalah ketika tadi malam baru sampai rumah, jam setengah 11, menyalakan komputer fahmi, ICON PERTAMA yang menggantung di mata saya adalah... NBA-Live... dan saya tergoda, oleh godaan syaitan yang terkutuk, untuk main NBA-Live, sampai lupa waktu. Begitu saya melihat HP saya, ternyata sudah jam... SATU !! "Kampring!!"

Keputusan langsung saya ambil (yang ternyata menjadi KESALAHAN KEDUA saya). "Burn CD-nya besok subuh aja, sambil sarapan (soalnya agak lama nih), sekarang langsung tidur!!!"

Alarm di HP langsung saya stel, jam setengah 3! langsung naik tempat tidur, dan letakkan HP di sebelah kepala. lalu tidur... nyenyak... nyenyak sekali...

tiba-tiba, kepala saya bergetar... bergetar hebat... saya terbangun dengan malas... ternyata HP yang bergetar-getar, ada yang menelpon... "jam segini?", pikir saya.

"Assalamualaikum..."
"wa'alaikum salam... Wan, udah nyampe mana? udah di kereta kan?"
"Ha???"

saya masih belum sadar apa yang terjadi, sampai saya menyadari ada seberkas cahaya yang masuk ke kamar saya melalui jendela... CAHAYA MATAHARI !!!! ini jam 6.15 !!!

"......" (tidak mampu bereaksi... terbayang sudah presentasi yang hancur siang ini...)

KESALAHAN KETIGA saya ternyata adalah... sehebat apapun HP saya menggetarkan kepala saya jam setengah 3 tadi, SAYA TIDAK BANGUN! atau... saya bangun, mematikan alarmnya, lalu tidur lagi tanpa sadar (wallahualam).

Suara di telpon berusaha memberi harapan...

"Ha? Baru bangun? tenang yah, tenang !!! Ntar di-sms-in jadwal kereta!"

SMS masuk, ada kereta jam setengah 9, parahyangan... ada alternatif lain, ArgoGede jam setengah 8. Selisih 35 ribu... untuk presentasi, menyelesaikan pekerjaan, dan menyelamatkan integritas (kalau masih ada) !! SAYA HARUS NAIK ARGOGEDE ITU !!!!

kopi dan rokok tinggal angan-angan... selamat tinggal ritual pagi... =((

Sholat subuh (dengan ditemani matahari pagi) selesai! Langsung mandi!!!

ternyata... si teteh lagi nyuci baju di kamar mandi... TIDAAAAKKKK!!!

"teh, punten, harus mandi sekarang nih"
"eeeh, mas awan, teu didamel? di Bandung keneh ? (eeeh, mas awan, ga kerja? masih di Bandung?)"
"Justru itu teh! saya harus mandi sekarang... punten pisan..."

Seluruh proses yang tidak perlu saya ceritakan disini selesai pada pukul 07.00, dan saya siap berangkat pukul 07.05 WIB.

Sebuah pikiran bodoh terlintas... "Sekarang saya tau apa yang ada di dalam pikirannya Nicolas Saputra saat memerankan Joni dalam Janji Joni"
dan kebodohan itu terwujud...

LARI PERTAMA dimulai dari depan pintu ke perempatan terdekat yang ada ojegnya. Naik ojeg 2000 rupiah sampai depan jalan Bangbayang. "Angkot tercepat yang bisa mencapai Stasiun dari sini adalah angkot Dago-Stasiun", pikir saya. Ternyata, mungkin berhubung hari senin, kemacetan terjadi mulai dari simpang sampai depan Bangbayang, dan tidak ada satupun angkot Dago-Stasiun, yang ada Kelapa-Dago.

LARI KEDUA kemudian dimulai dari bibir jalan Bangbayang sampai ke pasar Simpang, cukup dekat, tapi cukup ngos-ngosan karena tidak sempat sarapan.

Dengan sigap saya melompat ke dalam Angkot Caringin Sedang Serang yang baru saja mau pindah ke gigi 2 setelah menurunkan penumpang di pasar Simpang...
"Saya tidak akan sempat..." pikir saya... entah berapa kali saya beristigfar dalam angkot itu, sambil mengutuk NBA Live di komputer Fahmi...

Subhanallah, jalan tidak macet, dan si supir ngebut!! (sepertinya dia juga lagi terburu-buru, mungkin ingin buang air kecil, atau mungkin juga dia bisa telepati, karena didalam otak saya beberapa kali terlintas sebuah pikiran... "kalo ni supir ngebut dan gw selamat sampe stasiun sebelom setengah 8, ni supir gw bayar 5 rebu deh, kalo perlu 10 rebu"). Satu-satunya halangan adalah anak2 mahasiswa yang turun di kampus tercinta untuk kuliah pagi, sehingga menghambat laju angkot.

Dan ternyata benar, 7.18 WIB, angkot berbelok ke arah RS Mata Cicendo. Sangat cepat !!! Tapi ternyata, tepat didepan RS Mata Cicendo, MACET!!! mungkin macetnya sampai stasiun...

"Sialan! tinggal 1 belokan lagi!!"

LARI KETIGA kemudian dimulai dari depan RS Cicendo sampai Stasiun Bandung.... Secepat apa saya tidak tahu, tapi mengingat kemeja dan celana saya sama2 berwarna hitam legam (ditambah jaket dan tas yang juga hitam), mungkin saya hanya terlihat seperti bayangan yang berkelebat di trotoar...

07.29 WIB! Gerbang Stasiun!
Lari lebih cepat!!!

07.31!! depan loket ArgoGede....
alhamdulillah.... sepertinya saya pembeli terakhir, terdengar panggilan TERAKHIR untuk penumpang Argogede jam 07.30... LARI KEEMPAT, menuju gerbong empat di kereta, kursi 8-B!

"Wah, gimana sih ni kereta, perginya terlambat 5 menit... ckckck... hehe, alhamdulillah, terima kasih Allah"

Jakarta, 10.30 WIB :
"ojeg mas?"
"....." (biar cepat lah!) "ke Taman Suropati berapa?"
"Taman Suropati ya? 15 deh!"
"HAH!!?! Emang bensin udah jadi 10 rebu??"
"yah, mas, 10 ribu deh?"
"...." (biar cepat lah!) "oke"

Ruang ILGR, Bappenas, 10.40 WIB, integritas saya terselamatkan... rekan kerja saya belum datang, dan para petinggi belum menelpon untuk mencari saya... cepat ! segera masukkan CDnya, lalu perbaiki yang belum selesai, lalu bikin presentasi, lalu... blablabla, lalu...

"CD??? GW LUPA NGE-BURN CD!!!!"

lemas... sia-sia sudah ketikan 2 hari...

TIDAK!!! SAYA HARUS BERJUANG!!!

SMS masuk, dari rekan kerja, "wan, kita presentasi jam 2! bahan2 saya kirim via e-mail ya, saya datang jam setengah 2!"
Wah, berarti tidak bisa koordinasi, tapi gapapa, berarti ada waktu untuk mengetik ulang sebisanya.

saya ketik ulang semuanya, harus bisa... dan jari ini tidak berhenti menari sampai jam setengah 2, sampai tiba2 ada telpon untuk saya... seorang petinggi mencari saya... "mampus gw, belom beres, teman belom datang pula"

"halo pak?"
"halo, wan? gimana persiapan presentasinya?"
(glek) "siap pak" (tangan menggeplak jidat... "mati gw")
"blablabla"
"blablabla"
"iya nih wan, lagi pada di daerah, cuma ada saya doang, presentasinya diundur ajalah, minggu depan kayanya baru pada ada lagi... kamu benerin aja lagi ya.."
"..."
blablablabla
blablabla

Berhubung sebelum menulis postingan ini, saya baca postingan si Kendi (www.maryandi.blogspot.com) tentang sepak bola dan kehidupan... saya sepakat sama kendi, hidup ini kadang-kadang sama dengan sepakbola. sekarang ini mungkin analoginya, saya sedang mencoba menembak bola ke gawang, ketika hampir gol, ternyata gawangnya dipindah orang!! tapi alhamdulillah juga, karena sebenarnya, bola yang mau saya tendang itu sebenarnya masih kempes, belum sempat dipompa, paling-paling kalo saya tendang juga bakal ketangkep sama kiper...

Pilih mana? ngomong "alhamdulillah..." atau "kacrut!!" ???

Senin, 28 November 2005!!!

Friday, November 25, 2005

Seorang Wanita Yang Luar Biasa, Sungguh Luar Biasa... (salah satu tulisan yang agak ngelantur kemana-mana)


Aaah... seorang wanita yang luar biasa...
sungguh luar biasa...

ketika SMA dulu, pada masa jahiliyah pribadi... Saya agak bingung juga, untuk apa punya agama, karena toh surga dan neraka juga belum tentu ada... lagi pula, orang sabar memang disayang Tuhan, tapi diinjak orang... Jadi, ketimbang mengikuti agama yang mengajarkan untuk sabar, lebih baik tidak ambil pusing...

Sampai suatu ketika saya ke Gramedia Bogor, dan (seperti biasa) membaca-baca tanpa membeli, sampai tiba-tiba saya membaca baris-baris kalimat ini...

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu,
karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalam neraka.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
campakkanlah aku dari dalam surga.
Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau,
janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu,
yang Abadi kepadaku.


Rabi'ah al Adawiyah... wanita yang luar biasa, sungguh luar biasa... Ketika ia membawa sebuah obor dan berkata akan membakar surga, serta ingin membekukan neraka... karena memang, orang-orang seperti saya, mungkin lebih mencintai surga ketimbang Allah, lebih menakuti neraka dibanding mencintai Allah, dan lebih sombong untuk berkata-kata bijak ketimbang mengakui bahwa hanya Allah yang Mahatahu... Kebijakan yang dipaksakan.

Seingat saya, ketika membaca bait2 itu... reaksi saya adalah... tidak, seingat saya, saya tidak bisa bereaksi apa-apa... hanya kaki saja yang bergetar-getar, ga jelas karena kalimat-kalimat itu atau AC-nya yang terlalu dingin...
Tapi yang jelas, memang kata-kata itulah yang membuat saya tidak bisa tidur malam itu, dan, untuk pertama kalinya dalam hidup, ingin belajar Sholat.

Dan tokoh ini pulalah yang kemudian mengantarkan ketertarikan saya pada Rumi dan Al-Ghazali. Jalaluddin Rumi mungkin lebih dekat pada Rabi'ah, dalam hal aliran pemikiran mahabbatullahnya (cinta/mahabbah ilahi). Tapi Al-Ghazali, secara inovatif, telah selangkah lebih maju dengan usahanya mengembalikan ajaran-ajaran sufistik pada rel dan koridor syariat. Usaha yang tidak sia-sia, karena Al-Ghazali kemudian menjadi salah satu rujukan yang mampu tampil secara umum di hampir semua aliran. Baik yang kagum dengan tassawuf maupun yang secara text-book menjalankan syariat berdasarkan tulisan dan bukan konteks (frase yang muncul dari perbincangan beberapa hari yang lalu dengan seorang sahabat saya yang kampring, Adi Nugroho Onggoboyo, dengan tajuk perbincangan : "Kebimbangan-kebimbangan Spiritual"), Al-Ghazali tetap mampu tampil sebagai salah satu referensi.

Membaca buku-buku ketiga orang tokoh besar ini pada minggu-minggu setelah syair-syair Rabi'ah tadi terngiang di telinga, adalah masa-masa yang mungkin paling indah dalam hidup saya. Ya, setidaknya saat itulah saat pertama AKHIRNYA saya membeli buku di Gramed diluar buku pelajaran yang disuruh guru. Masnawi dan Diwan Syams-i Tabriz dari Rumi menjadi pilihan pertama saya ketika itu. Dan memang, getaran yang terasa dari dunia sufistik, berbeda dari getaran lain yang pernah saya rasakan sebelumnya. Membaca keekstriman, konsistensi, dan kecintaan mereka yang besar terhadap Allahnya, adalah sebuah pengalaman yang mengguncangkan.

Anda pernah merasa tiba-tiba ada hawa dingin yang muncul di perut? hawa itu kemudian seperti menyebar, menjalar ke seluruh tubuh, dan sampai di ubun-ubun kepala bersamaan dengan sampainya hawa itu di ujung jari kaki... berulang kali. Seluruh bulu kuduk kemudian terasa berdiri, rambut di kepala anda terasa kaku, dan anda merasakan kedinginan yang amat sangat di dalam tubuh anda hingga tanpa kuasa anda tahan, seluruh tubuh anda akan bergetar dengan hebat... Seiring setelah getaran itu berakhir, ada sebuah tekanan luar biasa pada sebuah titik diantara kedua mata anda, dan tiba-tiba anda hanya akan merasa... nyaman... begitu nyaman dan tenang dalam hati anda, sehingga satu-satunya kata yang akan keluar dari mulut anda adalah... Subhanallah...

Kejadian semacam itu sebenarnya seringkali saya rasakan ketika dulu pernah belajar beberapa metoda meditasi dan hipnotis diri, yang pada dasarnya juga berusaha mengejar tahap trance itu. Tapi ini lain... ini terjadi bukan dalam alam meditasi/bawah sadar. Ini terjadi justru ketika anda sedang sadar, dan anda tiba-tiba akan merasa sedang berlari mengejar sebuah titik eksistensi, titik kesadaran tertinggi sebagai seorang manusia. Kesadaran bahwa sebenarnya eksistensi kita itu hanyalah semu, dan kesejatian hanya datang dari Allah.

Itulah yang akan anda rasakan... ketika anda terguncang.
Dan guncangan itu, secara sejati akan anda rasakan pada momen-momen tertentu, dan dipicu oleh impuls yang tepat. Ayat-ayat suci Al-Qur'an adalah impuls yang paling efektif. Dan impuls kedua yang paling efektif setelah itu, adalah mengingat tentang mati. Tapi tetap, yang perlu anda cari lebih dulu adalah momentumnya. kalau tidak ketemu, ciptakan!

Dan memang, setelah membaca buku-buku ketiga orang itu, seolah buku-buku "cinta" lain terasa hambar... sehambar sayur tanpa diberi garam dan terlalu banyak kentang (karena kentang menyerap garam). Pada saat itulah kemudian saya mulai mencampakkan buku Kahlil Gibran yang sebelumnya begitu populer sehingga saya pun tertarik untuk membelinya. TIDAK! Gibran tidak mengajarkan cinta yang sejati. Ia lebih banyak mengajak pembacanya untuk menjadi melankolik tragis dan menangisi cinta-cinta pada makhluk yang tidak kesampaian. Dan karenanya, justru lebih berbahaya dalam menciptakan berhala-berhala yang tidak kelihatan dalam jiwa. Tapi wajar, Gibran memang lebih dikenal sebagai seorang penyair, bukan sebagai pecinta sejati. Dan membandingkan cinta yang diusung Gibran dalam syair-syairnya, dengan cinta yang diusung Rabi'ah dan Rumi dalam kisah-kisah mereka, adalah seperti membandingkan berenang di sebuah mangkuk, dengan berenang di sebuah danau... dengan kata lain, memang tidak bisa dibandingkan. Tapi toh dua-duanya sama-sama dianggap "indah", setidaknya dari segi sastra dan tata bahasa. Selain itu, keduanya sama-sama dijiplak oleh Ahmad Dhani dari Dewa dalam album-albumnya. Kalau "Sayap-sayap Patah" milik Gibran dijiplak Dewa dalam album "Pandawa Lima", maka "Kisah Keajaiban Cinta" dan "Masnawi" Rumi kemudian disadur dalam album "Laskar Cinta" baru-baru ini... Aiiiiihhh...

Syekh Siti Jenar, kemudian adalah seorang yang mencoba memperkenalkan aliran sufistik ini di bumi nusantara dengan "doktrin kematian"nya. Kematian disini adalah sebuah kondisi dimana kita berusaha "mematikan" kecintaan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi, agar perasaan cinta kita hanya terfokus pada Allah saja. Tapi memang, keekstriman paham yang dibawa Syekh Siti Jenar ini, alih-alih mendapat pengakuan yang sama seperti Rumi dan Rabi'ah, justru mendapat tentangan dan label "aliran sesat". Ia bahkan dianggap sebagai salah seorang dari "wali songo" yang "salah jalan". Begitukah? atau memang ummatnya saja yang belum siap untuk menerima doktrin itu?

Lho... kok jadi ngelantur begini ya....
Katanya sekarang pengennya nulis yang ringan-ringan aja wan???
Jawab Awan : Ya ini kan masih cukup ringan toh???

Tapi memang, do'a Rabi'ah itu, tak pernah kehilangan pengaruhnya... mulai dari pertama saya membacanya saat SMA, sampai kemarin siang, setelah berulang kali... hawa dingin yang bergetar menjalar mulai dari perut sampai ke sekujur tubuh itu masih saja terasa...

Aaaah... wanita yang luar biasa, sungguh luar biasa...

Wallahualam...

Friday, November 18, 2005

Cakap punya Cakap (cerita-cerita dari Kereta, episode 4)

Inilah beberapa percakapan yang sempat terekam dari KRL ekonomi Jakarta-Bogor, baik kereta pagi maupun sore. Sebagian ada hikmahnya, sebagian kosong melompong. Disetiap akhir percakapan ada keterangan mengenai inisial-inisial yang dipakai dalam menulis percakapan tersebut... Selamat banyak cakap...

---
RAHASIA ILAHI

Percakapan terjadi di kereta pagi, jauh lama sebelum guyonan ini mulai tenar di televisi oleh komedian-komedian papan atas Indonesia, tepatnya ketika Ustadz Jefri al Buchori sedang booming, dan sinetron "rahasia ilahi" masih meraih salah satu rating tertinggi.

(Suasana kereta penuh sesak, panas berkeringat. yang berdiri mulai gelisah, yang duduk mulai pura-pura tidur... sebagian yang duduk laki-laki, dan sebagian yang berdiri ibu-ibu)
BB1 : "Man, kemaren nonton Rahasia Ilahi kagak?"
BB2 : (sepertinya namanya Maman) "kagak, kenapa emang?"
BB1 : "Ntu ("itu", dengan logat betawi, red.), episode yang di kereta diulang lagi"
BB2 : "Nyang mana? ("yang", logat betawi juga, red.)"
BB1 : "Ntu, yang ceritanya ada orang di KRL, lagi penuh, duduk kagak gantian-gantian, pura-pura tidur lagi!"
BB2 : "kenapa tu orang?"
BB1 : "Matinya dibelatungin! (dikerubuti belatung, red.)"
PL : (cekakak, cekikik, maksa nahan ketawa, senyum-senyum, ato pura-pura batuk biar ga ketauan kalo ketawa...)
BB2 : "ah, masa ?"
BB1 : "Iye, kata Ustadz Jefri (al Buchori, red.), kalo duduk di kereta, mesti gantian ! kebangetan kan kalo didepannya ibu2 dia malah pura2 tidur! Kalo kagak, matinya bisa dibelatungin..."
(Adegan ditutup dengan seorang pemuda yang pura-pura bangun dari tidurnya, pura-pura ga denger apa-apa, lalu berdiri dan memberi duduk pada ibu-ibu di depannya... dan PL senyum-senyum lagi...)

Keterangan :
BB1=Bapak-bapak 1; BB2=Bapak-bapak 2; PL=Penumpang Lain

----
WA'ALAIKUM SALAM MAAAK...

(Kereta Pagi, memasuki stasiun Cawang, penumpang sudah mulai lengang dan memberi kesempatan pada pedagang-pedagang yang mau lewat, termasuk pengemis)

PWTKDN : (masuk dari gerbong sebelumnya, muka memelas dan berjalan gontai sambil menengadahkan tangan) "Salamulekum... pak... bu..."
PWTKDN : (mengulangi) "Salamulekum... pak... bu..."
P1 : (nyeletuk) "wa'alaikum salam maaak..."
PL : (menoleh dengan heran ke P1, lalu ke PWTKDN)
PWTKDN : (agak terkejut sambil dongkol karena ga dikasi uang oleh P1) "Salamulekum..." (dengan suara lirih)
P2 : (dengan suara lirih juga) "wa'alaikum salam maaakk..."
PWTKDN : (suara semakin lirih, sambil berjalan terus tanpa menghiraukan P1) "salamulekum pak... bu..."
P1 : (suara ikut-ikutan semakin lirih) "wa'alaikum salam maaakk..."
PWTKDN : (hampir sampai di ujung gerbong!) "salamulekum..."
P1 : (suara agak dikeraskan supaya kedengaran oleh PWTKDN) "Wa'alaikum salam maaaakkkk!!! "
P2 : "buset dah XXX (sensor nama), kasian ibu-ibu lu becandain!"
P1 : (tersinggung dikit) "lah, sape (siapa, logat jawa, red.) yang becandain? Nah katenye kan kalo ada yang assalamualaikum mesti kita jawab wa'alaikum salam... daripada ni segerbong bedosa (berdosa,red.) semua! lagian gw kagak ada duit, jadi gw bales salam aje..."
SS : (dalam hati : iye juga ye...)

Keterangan :
PWTKDN=Pengemis Wanita Tua, Kasian Deh Ngeliatnya; P1=Pemuda 1; P2=Pemuda 2, SS=Saya Sendiri

----
PERGI PAGI PULANG PETANG, PERAS KERINGAT BANTING TULANG !

(Kereta pagi pada bulan Ramadhan lalu, seperti biasa, PADAT! seorang bapak2 bersama serombongan teman-temannya yang setiap hari selalu naik di gerbong 3 dari belakang, naik dari stasiun Bojonggede. Seorang temannya ada yang naik dari Bogor, sehingga dapat tempat duduk)

BBGPIKKOB : (nada asal, khas orang Betawi) "Wah, si pak Mamat udah enak bener nih, udah ngantuk ye pa mamat? Enak bener kayanya duduk?"
PM : "hehe, iye dong"
T-BBGPIKKOB-1 : "wah, gantian dong pa mamat, nih si mbak Nuning masih bediri aje, kagak kasian ama cewek cantik?"
WCBDBMN : (senyum-senyum ke-GR-an, walaupun... sebenernya...emang cantik sih :p duuh, kalo senyum gitu tambah manis deh, red.)
PM : ”iye, ntar!”
BBGPIKKOB : ”udeh biarin aja, kasian tuh, pak Amat kan udah tua? Iye ga Pak Amat” (sambil menoleh ke Pak Mamat tanpa mengharapkan jawaban) ”Die juga dapet duduk usaha, dateng pagi ke stasiun bogor. Paling pagi ya Pak Amat? Sahur juga di Stasiun kan?”
T-BBGPIKKOB-1 : ”Buset! Saur di stasiun pak Amat?”
BBGPIKKOB : ”iye tuh. Mangkanya kasian, biarin duduk aje tidur... Kasian tu kaya Pak Amat, pergi subuh, pulang malem, ketemu anaknya aje udah jarang ye?” (bertanya iseng ke Pak Amat)
PM : ”Set dah, ribut amat lu!”
BBGPIKKOB : ”eee, ini dibilangin ke orang-orang biar Pak Amat bisa tetep duduk. Kan kasian ye, pergi subuh anaknya belom bangun, pulang malem anaknya udah tidur. Saking jarangnya, anaknya Pak Amat aja sekarang kalo ketemu Pak Amat manggilnya ”Oom”. Ye pak Amat ye?”
PL : (cekakak cekikik nahan ketawa, sebagian pura-pura batuk biar ga ketauan ketawa, sebagian nunduk)
TT-BBGPIKKOB-YL : Tertawa terbahak-bahak
PM : Ketawa juga
SS : Pura-pura batuk
T-BBGPIKKOB-2 : ”iye tuh, sekalinya Pak Amat pulang sore, ketemu anaknya di depan rumah, anaknye lari ke dapur nyari ibunye, katanya : ”Bu, ada tamu tuh bu di depan...””
Semua orang : ketawa ketiwi lagi...
BBGPIKKOB : ”Jadi gimana Pak Amat, Mba Nuning dikasi duduk kagak nih?”
WCBDBMN : ”udah pak, gapapa, ntar saya dimarahin istrinya Pak Amat lagih...”
PM : ”iye, ntar...” (berkata sambil bersandar bersiap tidur lagi...)

Keterangan :
BBGPIKKOB=Bapak-bapak Gendut, Pendek, Item, Kumisan, Kayanya Orang Betawi; PM=Pak Mamat; T-BBGPIKKOB-1=Temennya BBGPIKKOB 1; WCBDBMN=Wanita Cantik yang Belakangan Diketahui Bernama Mbak Nuning; PL=Penumpang Lain; SS=Saya Sendiri; TT-BBGPIKKOB-YL=Temen-temen BBGPIKKOB Yang Lain; T-BBGPIKKOB-2=Temennya BBGPIKKOB-2

----
COPET !!!!

(Kereta Sore, Suasana hening sunyi senyap, semua orang nampaknya tenggelam dalam kelelahan dan bau keringat manusia yang saling menempel satu sama lain... Kepadatan yang diluar kewajaran. Meskipun begitu, semua nampaknya bersyukur masih dikaruniai untuk bisa sedikit bernafas... Lampu di gerbong ini sebagian besar mati, menghasilkan sebuah kegelapan yang alih-alih romantis malah justru menimbulkan kerawanan... Kereta mulai menjauhi stasiun Tanjung Barat ketika keheningan yang mencekam itu dipecahkan oleh sebuah suara menggelegar yang terdengar sampai setengah gerbong...)

BB1 : (Nada Marah) "WOY!!! Copet lu yah???!!!???"
PBM : (Nada terkejut) "hah?? kagak bang... Apaan???"
BB1 : "Na ntu ngapain tangan lu di kantong gw??"
PBM : (Tiba-tiba pucat) "eh, nggak bang, ini abis pegangan mau turun tangannya..."
BB1 : "SETAN lu! gw jg tau dari tadi lu kagak pegangan... tangan lu gerayangan didepan kantong gw!"
PBM : (bersikukuh) "kagak bang, namanya juga kereta lagi penuh"
SSPL : (nyeletuk dengan agak keras) "boong tu bang! yang pake topi merah ya?? minggu lalu juga dia ketangkep basah nyopet!"
SSPLL : (menanggapi celetukan sebelumnya) "bener bang, minggu lalu saya yang dicopet ama dia, ini juga saya belom puas pengen bikin tu orang bonyok!!)
PBM : (muka semakin PUCAT PASI, PIAS seperti orang sakit thypus, tapi dalam keremangan kereta, jadi lebih mirip seperti bulan purnama yang sinarnya redup di tengah gelapnya malam...) "...... kagak bang..." (suara lirih yang lebih terdengar seperti keputus-asaan karena tertangkap basah dalam aksi copetnya)
PL : "udeh turunin aja di stasiun berikutnya!! Woy turun lu XXX (sensor karena bisa dianggap kasar, nama sejenis binatang yang sering dijumpai di mana-mana)"
SSPLL : "iye bang, turunin aja di Lenteng Agung (stasiun setelah Tanjung Barat, red.), saya juga turun disitu, ntar saya bawa ke pulisi!!"

(Sang copet kemudian diturunkan (didorong keluar secara paksa) di stasiun Lenteng Agung, penumpang lain yang juga turun di Lenteng Agung terlihat mendorong dan menarik si copet tadi sambil sesekali mendaratkan pukulan ke arah muka dan perut, serta tendangan ke arah kaki dan pantatnya. Orang-orang lain yang sedang menunggu kereta di stasiun itu, beserta para pedagang asongan, turut bergabung dalam aksi pengadilan jalanan itu...)

ODSS : (terbangun dari tidurnya karena ribut-ribut, nampaknya orang ini cukup berpengalaman di kereta, karena bisa tidur sambil berdiri) "ada apaan sih bang? ribut amat?"
SS : "Copet, ketangkep, digebugin di Lenteng Agung"
ODSS : "yang pake topi merah ya? saya juga udah curiga tuh... bego juga tu copet, sering amat ketangkep..."
SSPLL : (celetukan iseng, disambut penumpang-penumpang lain sambil senyum) "ayo...ayo... tangannya ke atas semua ya... ayo pada keatas ayo..." (dengan nada seperti seorang guru TK memberi instruksi pada anak2 TK)

(Adegan ditutup dengan kesunyian gerbong yang kembali merayapi keremangan gerbong... beberapa orang masih mendiskusikan kejadian yang kembali terjadi... tapi toh itu selalu terjadi di kereta...)
Moral of the story : JANGAN JADI COPET !! Minimal, kalo nyopet jangan sampe ketangkep kalo ga mau bonyok... dan kalo jadi copet, jangan memakai aksesoris yang mudah dikenali orang!!

Keterangan :
BB1=Bapak-bapak 1; PBM=Pemuda Bertopi Merah; SSPL=Salah Satu Penumpang Lain; SSPLL=Salah Satu Penumpang Lain Lagi; PL=Penumpang Lain; ODSS=Orang Di Sebelah Saya; SS=Saya Sendiri

----
BANTING AJA ANAKNYA PAK !!

(Kereta Pagi, kereta sedang beranjak dari stasiun Citayam, seorang ibu-ibu sedang beradu badan dengan seorang bapak-bapak sambil berdesak-desakan dan secara bersamaan menggencet tubuh saya ke arah depan... maaakkk....)

II : "aduh! Ati-ati dong pak! Kaki saya jangan diinjek. Geser dikit pak!! Kegencet nih...”
BB : ”yah, bu, maap, ga sengaja, ini juga saya kegencet... kalo bisa sih sy juga ga mau gencet ibu.
SS : (Menahan untuk mengeluh karena digencet dua orang)
BB : ”yah... namanya juga naek kereta bu... ya begini...”
II : ”iya ya pak... duh...”
BB : ”sabar aja bu... lagian... ngapain juga ya kita kaya gini tiap pagi???”
II : ”tau tuh pak, apa sih yang dicari??”
BB : ”iya ya, apa sih yang dicari sampe kegencet-gencet gini?? Duit doang paling... Kalo udah gini sih saya inget anak saya bu, kemaren tawuran, udah gitu saya nasehatin malah bilang saya kolot. Kurang ajar bener... mana terus malah minta dibeliin motor... duh...” (kepala menggeleng seakan tidak percaya dengan kenyataan)
II : ”Wah, kalo anaknya gitu sih, banting aja pak!! Ga tau apa orang tuanya banting tulang buat ngidupin die, terus malah kurang ajar lagi.... Kalo anak saya kaya gitu, kagak saya kasih makan dah” (Nada emosi memuncak)
BB : ”iya ya bu, padahal kita begini2 buat dia juga...”

Keterangan:
II=Ibu-ibu; BB=Bapak-bapak; SS=Saya Sendiri
Moral of the story : hormatilah orang tua kita, apapun profesinya, bagaimanapun nasibnya...

-----
HIDAYAH DAN PANTAT YANG MENGEBUL

(Kereta pagi, sebenarnya ceritanya agak mirip dengan cerita "Rahasia Ilahi", tapi pemerannya adalah bapak-bapak yang jadi peran utama dalam cerita "Pergi Pagi Pulang Petang, Peras Keringat Banting Tulang")

BBGPIKKOB = (melirik ke arah seorang pemuda yang sedang duduk disebelah pacarnya sambil ngobrol, sementara didepannya ada 2 orang ibu-ibu yang berdiri tanpa berpegangan karena tangannya tidak cukup panjang untuk meraih pegangan) "Eh, lu udah baca majalah Hidayah yang baru belom?" (bertanya ke teman di sebelahnya)
T-BBGPIKKOB = (nada malas) "Kenape lagi? ada mayat dibelatungin lagi?"
SS = (yah, bakal ada yang disindir lagi dah, kasian amat yang pada duduk...)
BBGPIKKOB = "Bukan, dibelatungin mah udah standar... ini beda lagi, tu mayat pantatnya ngebul..."
T-BBGPIKKOB-YL = "ngebul bagemana?"
BBGPIKKOB = "ya ngebul, pantatnya berasep (berasap/mengeluarkan asap, red.)... kebakar kali pantatnya ya..."
T-BBGPIKKOB = "kenapa? duduk di kereta kagak gantian? Lu kagak boleh gitu 'tong (singkatan, entah singkatan dari Gentong, Lontong, atau Otong)... siapa tau tu orang duduk mulu gara-gara sakit ato kakinya pincang, ato belom sarapan... lu maen nyepet orang aje..."
BBGPIKKOB = "lah, abisnya tu orang duduknya TIAP HARI 'cing! (singkatan juga, entah singkatan dari Encing atau Kucing) Kalo sekali dua kali sih wajar... ini sih TIAP hari, kan gw apal. Masa didepannya ada ibu-ibu dua juga kagak bediri. kan kebangatan (kebangetan, red.). Tu orang seger buger kok (segar bugar, red.), masih muda lagi..." (nada membela diri)
SS = (dalam hati : "emang tu orang seger buger sih, dia ama pacarnya kan turun di Sudirman, bareng saya, seger-seger aja kayaknya... pacarnya jg keterlaluan, ga pernah berdiri juga...)

(Tak lama kemudian, si pemuda yang dilirik oleh BBGPIKKOB berdiri dan memberi tempat duduknya pada ibu-ibu didepannya. Selang beberapa menit, pacarnya juga berdiri, dan seorang ibu-ibu lain kemudian duduk...)

BBGPIKKOB = "noh, kan, udah gw kasi tau cerita Hidayah sih dia berdiri... hihihi" (berbisik pada teman-temannya, disambut senyum-senyum kecil oleh teman-temannya)

(Si Pemuda tetap ngobrol dengan pacarnya, pura-pura tidak mendengar sindiran yang jelas-jelas tadi diarahkan padanya...)
Moral of the story = kalo duduk di kereta gantian !!

Keterangan :
BBGPIKKOB=Bapak-bapak Gendut Pendek Item Kumisan, Kayanya Orang Betawi; T-BBGPIKKOB=Temannya BBGPIKKOB; T-BBGPIKKOB-YL=Temannya BBGPIKKOB Yang Lain; SS=Saya Sendiri

----
SINI ROKOKYA!! BIAR SAYA INJEK TERUS SAYA BUANG !!!

(Kereta sore, kereta baru saya beranjak dari stasiun Citayam ke arah Bojonggede... Suasana sudah agak lengang, orang-orang yang dari jakarta berdiri beberapa mulai mendapat tempat duduk... ALHAMDULILLAH, akhirnya saya juga merasakan duduk di kereta itu... seorang anak gerbong tiba-tiba masuk ke gerbong dan memulai aksi dengan sapu lidi di tangannya, membersihkan lantai gerbong kereta sambil meminta uang receh ke orang-orang... penampilan anak ini diatas standar anak gerbong kebanyakan, dia memakai pakaian dan tampak segar, mungkin baru mandi...Seorang tukan rokok lewat didepan saya, dan seorang pemuda di sebelah saya membeli sebatang rokok, menyalakannya, lalu menghisapnya dalam-dalam)

PDSS ="dapet duduk juga ya mas?"
SS ="iye, nyicipin sebelom nyampe Bogor"
PDSS = "haha, biar ntar kalo ditanya orang rumah, di kereta duduk apa nggak, bisa kita jawab duduk ye..."
T-PDSS = "iye, terus kalo ditanya, dari Jakarta ke Bogor jauh apa kagak, bisa kita jawab, deket banget, baru duduk udah nyampe..."
KS = hahahihihuhuhehehoho...

(tiba-tiba si anak gerbong yang baru masuk tadi mengganggu keasyikan kami mengobrol... dua tangannya memukul-mukul paha pemuda di sebelah saya)
AG = "bang, bagi duitnya bang"
PDSS = (merogoh-rogoh saku kemeja dan celananya, tapi tidak ada uang receh) "wah, maap 'tong (singkatan yang tadi), kagak ada..." (lalu meneruskan obrolan dengan temannya)
AG = (memukul-mukul lagi paha PDSS, lalu menengadahkan tangannya)
PDSS = "set dah, maap tong ! kagak ada duit receh"
AG = "seribuan juga gapapa bang!"
PDSS = (terkejut) "Hah??!! Serebuan, tinggal 2 rebu, buat ongkos... laen kali aja ya!"
AG = "Laen kali gimana bang? emang besok abang di sini lagi?"
PDSS = "ya kagak tau, ntar aje kalo kita ketemu lagi, lu gw kasih duit"
AG = "yah, bang, sekarang aje..."
PDSS = "buset dah ni anak..." (lalu tidak mau ambil pusing lagi, meneruskan merokok)
AG = (memukul-mukul lagi paha PDSS, lalu menengadahkan tangannya)
PDSS = (agak kesal) "Apaan sih?? lu minta yang laen napa? baru juga masuk lu, belom kerja nyapu lu udah minta-minta! noh minta yang laen noh! orang segerbong banyak, yang lu mintain gw doang..."
AG = "ntu buat beli rokok ada???"
PDSS = "ya tadi gw ada gopek (500, red.), terus gw beli rokok... lu datengnya telat sih, gw beli rokok duluan. mana gw tau lu bakal dateng?"
AG = "nah, berarti tu uang 500 mestinya buat saya dong bang?"
PDSS = "ya bukan! tu duit berarti rejekinya tukang rokok tadi! Kan duluan dia yang dateng!"
AG = (Keukeuh/bersikukuh) "ah, kagak, tu duit berarti jatah saya"
PDSS = "ya ampuuuunnn... kagak ada duit lagi gw tong!"
AG = "ya udah, biar adil, tu rokok saya minta, biar saya injek-injek (injak-injak) terus saya buang, jadi kan adil???"
PDSS = (terkejut pengen ketawa) "hah!!??! adil apaan? Lu kalo ngemis jangan maksa dong! kagak bakal ada yang ngasih kalo lu maksa gitu mah, pura-pura cacat kek! sedih kek! malah maksa?!"
AG = "ya adil, tu 500 kan mestinya buat saya, jadi tu rokok saya minta, saya buang, jadi adil!"
PDSS = "gimana lu lah..." (menyerah, lalu bersandar duduk, dan tidak lagi mempedulikan anak gerbong tadi yang masih saja memukul-mukul paha PDSS)

(anak itu kemudian akhirnya menyerah juga... AKHIRNYA, dia mulai meminta-minta ke penumpang lain yang banyak di gerbong itu...)

Keterangan :
PDSS=Pemuda di Sebelah Saya; SS=Saya Sendiri; T-PDSS=Temannya PDSS; KS=Kami Semua; AG=Anak Gerbong...

----
BALIKIN SAPU GUA !! GUA BUNUH LU !!!

(Kereta sore, stasiun Bojonggede, suasana lengang... seorang anak gerbong bertelanjang dada berambut botak bercelana pendek merayap di lantai gerbong sambil menyapu-nyapu lantai dengan sapu lidi kecil di tangannya. Badannya kotor oleh debu dan keringat... bau... dengan sesekali meminta uang dari semua orang... sapu lidinya sengaja disentuhkan ke kaki orang-orang untuk menarik perhatian... Tiba-tiba, seorang anak gerbong lain yang badannya lebih besar masuk, sama-sama bertelanjang dada... Sepertinya jauh lebih tua dari anak gerbong yang pertama.)

AG-2 : "heh!!, tu sapu gw ya?? Balikin !!! (nada marah memerintah)
AG-1 : (takut, pucat) "bukan, gw pinjem dari si Anto..."
AG-2 : "yang di si Anto itu punya gw, XXX (sensor, nama binatang)!!! Balikin!! Kalo kagak, GW BUNUH LU!!

(Seluruh penumpang yang melihat kejadian itu (ya iyalah, orang kejadiannya di tenah gerbong) kontan terkejut. Dan kami lebih terkejut lagi ketika si AG-2 yang badannya besar itu tiba-tiba merebut sapu lidi dari tangan AG-1, kemudian memukul kepala AG-1... Beberapa penumpang pria kemudian melerai dua orang anak itu)

SSP : "set dah, temen lu mau lu bunuh gara-gara sapu doang??!??"
(kedua anak diam)

(tiba-tiba seorang anak gerbong lain masuk membawa 2 sapu, lalu memberikan salah satunya pada AG-1... ternyata anak yang ketiga itulah yang bernama Anto... AG-2 yang telah memperoleh sapunya secara paksa kemudian pergi... Anto juga pergi... Dan si AG-1 kembali memasang tampang memelas, kembali menyapu lantai gerbong dan meminta-minta, seolah tidak terjadi apa-apa... Para penumpang hanya bisa diam sambil menggelengkan kepala...)

Keterangan :
AG=Anak Gerbong; SSP=Salah Seorang Penumpang

----

Tuesday, November 15, 2005

SAYA GAK MAU MAKAN ES KRIM LAGI...


Manggarai, 15 November 2005...
Jam 5.45 sore. KRL ekonomi Jakarta-Bogor tak kunjung lewat.
Para penumpang, yang sudah menumpuk sejak pukul 5 mulai resah...
Untunglah masuk kereta balik. Kereta balik ini adalah KRL ekonomi dari Bogor menuju Jakarta yang menghentikan perjalanannya di Manggarai untuk kemudian kembali ke Bogor.
Kedatangan kereta ini selalu ditunggu oleh para commuter dari jakarta ke bogor, karena ada kesempatan untuk dapat tempat duduk. Masalahnya adalah, kereta balik ini tidak akan berangkat sampai pukul 6 nanti. Dan karena saya beserta puluhan calon penumpang lainnya nampaknya sudah kebelet ingin pulang, kami masih setia menunggu kedatangan KRL dari Jakarta, karena kereta dari Jakarta ini akan berangkat lebih dulu dari Manggarai.. Meskipun kondisinya dari Jakarta tentu akan luar biasa padat (mengingat keretanya terlambat), tapi toh sama saja, kami laki-laki tidak akan dapat duduk di kereta balik sekalipun. Dan setelah mencapai Pasar Minggu, kereta balik akan nyaris sama padatnya.

Tapi untuk jaga-jaga, kami duduk menunggu di dekat kereta balik. Jadi kalau kereta dari Jakarta ga datang-datang sampai jam 6, ya kami naik kereta balik.

Saya duduk bersama seorang pria dan pacarnya didepan pintu sebuah gerbong. Seorang anak gerbong, mungkin usianya belum lebih dari 7 tahun, duduk di lantai peron, tepat didepan kaki saya. Penampilannya standar anak gerbong. kulit hitam kotor, debu menempel di sekujur tubuh, celana hitam pendek yang sudah bolong dengan tingkat kelusuhan yang sudah diluar batas wajar, baju lusuh luar biasa dan kotor, compang-camping di sana-sini, dan rambut dipotong cepak dengan beberapa borok dan luka di kepala... Sebuah penampilan standar anak gerbong... "standar", karena kita akan menganggap fenomena apapun, betapapun diluar kewajarannya, sebagai sesuatu yang "biasa", kalau kita sudah sering melihat dan mengalaminya.

Dan fenomena anak gerbong adalah sesuatu yang saya lihat setiap hari, setiap pagi dan sore, dengan kondisi yang kadang bahkan lebih buruk dari anak didepan kaki saya itu. Maka, itu menjadi "biasa" bagi saya.

Saya tidak lagi memusatkan perhatian pada anak itu. Toh anak itupun tidak menarik-narik celana saya atau celana pria sebelah saya sebagai tanda ia minta uang sedekah. Ia hanya duduk lesu, setengah berbaring lemas sambil memperhatikan kereta balik yang tegak didepannya... melongok-longok dengan pandangan kosong, melihat kedalam gerbong melalui pintu didepannya. Mungkin mencari temannya...

Agak lapar... koreksi... lapar bgt, perut melilit. Makan siang tadi agak sedikit... mau beli tahu sumedang, uang ribuan tinggal 4 di kantong, pas buat ongkos. Ah, daripada harus mecah duit 20 ribuan di dompet, repot, mending nahan lapar makan di rumah kayanya...

Bunyi klakson kereta tiba-tiba terdengar... Kereta ekspres, Parahyangan dari Jakarta menuju ke Bandung. Mata saya melihat pada jam besar di stasiun. Pukul 6 kurang 15 menit dengan jarum detik tepat menunjuk angka 12. "Parahyangan terlambat setengah jam", pikir saya.

Parahyangan melintas, dan secara otomatis perhatian saya tertuju pada kereta yang melintas itu... Ketika tiba-tiba saya merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh kaki saya.
Dengan sedikit terkejut, saya melihat ke bawah. Si anak gerbong sedang menyentuh kaki saya, lalu menunjuk seorang tukang es krim yang tiba-tiba melintas didepan kami...
Saya bingung... secara reflek, telapak tangan saya terangkat tanpa terlebih dulu berpikir... Sepertinya itu menjadi isyarat penolakan bagi si anak. Ia menyentuh pria di sebelah saya dan pacarnya, mereka pun tidak mengerti...

"Anak ini ingin es krim?" pikiran saya tiba-tiba bertanya...

Merasa tak ada tanda-tanda keberhasilan pada kami, si anak kemudian menarik-narik celana si tukang es yang tepat sedang melintas didepan kami... Tukang es melongok ke bawah, dan memandang sebal. Sebuah penolakan juga?

Anak itu, untuk kedua kalinya, menyentuh kaki saya... tapi saya hanya bisa diam dalam keraguan... Akal saya sedang berperang melawan emosi. Ini sama seperti anak2 penghirup lem yang saya ceritakan dalam postingan sebelumnya...

Tiba-tiba abang tukang es berhenti, dan berjongkok disebelah kami. Dengan cepat ia mengambil satu cone, dan menyidukkan 3 sendok es krim kedalamnya, membalut bagian bawah cone dengan tisu, dan memberikannya pada si anak gerbong. gratis. Ia mengusap kepala anak itu satu kali, lalu beranjak pergi, setelah sebelumnya beradu mata dengan saya dan dua orang di sebelah saya.

Si anak tidak mempedulikan kami lagi. Dengan lahap ia menjilati rezekinya sore itu, sambil berdiri dan melongok-longok ke dalam gerbong.

Ya Allah...
Apa artinya 1000 rupiah didalam saku baju ini???
Anak itu toh tidak meminta uang saya... Ia hanya ingin es krim. Dan saya terlalu lemah untuk merelakan uang ini untuk keceriaan seorang anak gerbong... Ia hanya ingin es krim. Kalau seandainya dia minta uang, saya bisa curiga uangnya dipakai ngelem, tapi ini, dia cuma minta es krim... Persetan dengan rasa lapar ini, toh dia sepertinya lebih lapar... Persetan dengan uang... toh dengan uang saya, saya bisa beli es krim kapan saja...

Mata saya segera melihat kembali jam besar di stasiun. Jam 6 kurang 14 menit, dengan jarum detik tepat menunjuk angka 5. Seluruh rangkaian kejadian itu terjadi TEPAT hanya dalam waktu 25 detik.... Terjadi begitu cepat, tapi mungkin itulah 25 detik terlama dalam hidup saya selama ini...

KRL dari Jakarta masuk... dan saya pun beranjak pergi meninggalkan anak itu.

1 jam berikutnya, dalam kereta penuh sesak dengan keringat, adzan isya mulai terdengar mengumandang. Dan pikiran saya belum bisa melupakan kebodohan luar biasa yang saya lakukan di Manggarai tadi. Kudengarkan kumandang adzan dengan penuh rasa malu...
Ya Allah, maafkan hambamu yang begitu bodoh dan tidak peka ini...

Sialan si abang tukang es krim tadi !!! Sialan !!! ia jauh lebih kaya dibanding saya. Tunggulah tukang es krim! saya akan berusaha untuk menjadi lebih kaya dari kamu !!

Ya Allah, perkayalah hati hambaMu ini...
dan sampai saya bisa memberi es krim pada sekurangnya 20 anak-anak teman senasib anak gerbong tadi, SAYA TIDAK AKAN MAU MENIKMATI SETETES PUN ES KRIM LAGI...

"Kurindu belaian kasihmu,
kurindu belaian sayangmu...
Oh NURANI..."

(Netral)

Nurani, kemana engkau pergi ???

Kutukan didalam Lidah

Beberapa tahun yang lalu, pada suatu waktu yang saya tidak ingat lagi kapan, seorang rekan senator yang cukup bijak pernah berbicara secara pribadi dengan saya... (Buat Ndaru, senator IF, maaf saya baru ingat lagi nasehat Ndaru...)

Teman (T) : "Wan, kamu nih dikasi karunia sama Allah, dalam lidah dan kemampuan berbicara"
Saya (S) : bingung karena tiba2 dia ngomong gitu... "saya rasa yang mau situ omongkan bukan itu. maksud Ndaru apa?"
T : "maksud saya ya itu, kamu dikaruniai kemampuan untuk mengatakan TEPAT apa yang kamu rasa/pikirkan."
S : masih bingung... "tapi??"
T : "tapi... contohnya, apa yang kamu katakan saat sidang tadi. saya rasa akan ada beberapa yang tersinggung oleh ucapan kamu..."
S : "ucapan yang mana?"
T : "ketika kamu memojokkan beberapa himpunan dengan ucapan-ucapan kamu. Toh kita tau kalau mereka pun mendapat aspirasi itu tidak mudah. memang mungkin ada yang tidak sepenuhnya baik. tapi... mungkin cara kamu bicara yang bisa menyinggung."
S : baru mengerti apa yang dimaksud... "ya, saya tau itu resikonya. dan saya ga bisa menahannya ru. mungkin itu bawaan lahir saya. lagipula, tidak ada yang membantah omongan saya tadi itu, karena saya rasa memang itu kebenarannya."
T : "betul, mungkin memang itu kebenarannya"
S : "dan ndaru pernah bilang ke saya, bahwa kebenaran itu harus dikemukakan. yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah"
T : "betul, tapi kamu perlu ingat juga bahwa tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menyakiti hati saudaranya sesama muslim, maupun membuatnya merasa tidak nyaman. inilah prinsip ukhuwah."
S : "..."
T : "maksud saya adalah, memang benar apa yang kamu omongkan, tapi mungkin tidak benar bagaimana kamu menyampaikannya. kalau memang kebenarannya itu pahit, maka kepahitan itu jangan ditambah lagi dengan menyakiti hati"
S : "maksudnya, saya harus memperhalus cara saya berbicara?"
T : "mungkin... saya rasa kamu cukup bijak untuk bisa menentukannya sendiri. kita tahu, kadang-kadang, justru penyampaian yang salah itu malah bisa membuat maksud kita tidak tercapai. iya?"
S : "mungkin... ya, saya memang merasa bersalah juga karena tadi memang sepertinya omongan saya terlalu keras."
T : "karakter dibentuk bukan dengan selamanya menjadi diri kita sendiri. karakter dibentuk dengan sejauh apa kita berusaha memperbaiki diri, kalau memang kita merasa ada yang perlu diperbaiki dalam diri kita."
S : "apakah berarti diam itu emas?"
T : "saya tidak menyuruh kamu untuk diam. saya hanya mengingatkan bahwa seorang yang hanif selayaknya memikirkan akibat, efek yang ditimbulkan dari ucapannya. Ingat, lidah itu bisa lebih tajam dari pedang. Dan lidah kamu wan, ketika kamu sedang dalam keseriusan yang tinggi, adalah setajam belati. Bisa melukai lebih dari yang kamu maksudkan, atau bahkan yang kamu inginkan."
S : "..."

Mungkin teman saya itu memang benar... Seketika ingatan saya melayang pada beberapa tahun sebelumnya lagi, ketika kelas 2 SMA. Tidakkah cukup lidah ini membawa korban?
Masih segar dalam ingatan, ketika lidah ini begitu kelu untuk menyampaikan salam manis atau ucapan bijak untuk memotivasi seorang kawan baik. Alih-alih, ia justru begitu dingin menyampaikan sebuah aura ketidakpedulian, ketika sang kawan saat itu ternyata sedang sangat membutuhkannya. Keesokan paginya, saya harus hidup dengan kenyataan bahwa kawan saya itu mengakhiri hidupnya sendiri dengan seutas tali di garasi rumahnya, dan kenyataan yang lebih pahit bahwa saya (beserta lidah saya) adalah orang terakhir yang berbicara dengan dia, sebelum keputusan pengecut itu diambilnya...
Mungkin Ndaru benar, saya harus menjaga lidah saya.

Tapi maafkan saya teman. Sampai saat ini, saya gagal. Saya masih belum mengerti bahwa kadang, saat terbaik untuk memilih diam adalah saat kita begitu inginnya berbicara.
Keseriusan yang begitu saya benci. Betapa saya begitu membenci keseriusan itu dalam diri saya. Karena ketika ia datang, maka apa yang lidah ini ucapkan adalah sesuatu yang sepertinya begitu terlepas dari emosi, dari perasaan. Ia menjadi sesuatu yang dingin, dan terkadang seperti kata Ndaru, setajam belati. Saya tidak ingin menjadi serius...

Untuk bapak2 dan ibu2 yang kemarin bersama saya mengikuti rapat di 203, saya mohon maaf. walaupun kemungkinan bapak ibu membaca tulisan saya ini mungkin satu banding satu milyar, tapi toh saya tetap ingin minta maaf.
Tidak, saya sama sekali tidak beranggapan bahwa pekerjaan bapak ibu adalah sampah. Saya tau bahwa butuh perjuangan yang mungkin melebihi kapasitas saya sendiri untuk dapat menghasilkan apa yang bapak ibu presentasikan kemarin. Saya juga pernah merasakan saat-saat itu, ketika perjuangan saya seperti tidak dihargai. Dan adalah sebuah kesalahan besar ketika saya kemudian membuat bapak ibu merasakan hal yang sama.
Sepenuhnya, saya menghargai pekerjaan bapak ibu... maaf... ada hal-hal lain yang saya maksudkan dengan ucapan saya itu. Semoga bapak ibu mengerti.

Untuk Ndaru, terima kasih, dan maaf kalau saya belum bisa menjalankan nasihat Ndaru.
Kadang saya lebih merasa, bahwa lidah ini lebih merupakan sebuah kutukan dibanding karunia.
Yang putih adalah putih, dan yang hitam adalah hitam. Bukankah begitu?

Monday, November 14, 2005

Jiwa ini sedang kekeringan... (untuk kesekian kalinya)


Puisi yang sy ga tau judulnya apa, dari Rendra

Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika semua itu diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan.

Seolah ...semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah ...keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuaikeinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"ketika langit dan bumi bersatu,bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra)


Akhir-akhir ini... entah kenapa, kok jadi buta huruf ya? saya ga bisa menulis...
masih teringat, belum sampai sebulan lalu, begitu banyak judul dan materi tulisan yang menggantung di kepala. Dan tiap hari juga saya kutuki rutinitas dan "kesibukan" yang menghambat saya untuk menulis. Atau lebih tepatnya, yang lebih saya kutuki adalah kemalasan dan cepatnya waktu menggerogoti umur.
Dulu, judul yang menggantung untuk di Blog ini mungkin sudah mau meledak, saking banyaknya.
Artikel/jurnal untuk bikin buku bareng catuy dan koko belum sekalipun saya jamah
proposal2 untuk Fresh Production belum sekalipun saya mulai.
"Saya harus menulis !!!" begitu kata saya tiap hari, setiap duduk di depan komputer mengerjakan pekerjaan kantor yang sepertinya ga beres-beres.

Tapi aneh...
ketika pada 3 hari terakhir, AKHIRNYA, saya memaksakan untuk membuka blog ini, dan duduk di depan keyboard dengan jemari yang siap menari... otak ini tiba-tiba seakan beku, dan jiwa ini seperti merasakan dahaga yang tak tertahan... kekeringan. Dan tarian jemari hanya menjadi harapan...

Apakah rutinitas mampu merampas hasrat saya untuk menulis?
Apakah gairah ini tercerabut karena beban-beban pikiran lain? beban... beban... hanya itu yang tergantung... dan ucapan syukur menjadi sesuatu yang kerap terlupakan.

Apakah saya mengalami apa yang dulu pernah saya keluhkan pada Teguh Prasetya? Sebuah disorientasi visi, disorientasi yang sangat besar... Dan faktor penyebab disorientasi itu...
apakah dosa-dosa saya yang mulai mengejar-ngejar pertanggungjawaban dari jiwa?? Wahai dosa-dosa... suatu saat memang kalianlah yang akan memakan keceriaan ini. Diri ini mampu berbuat dosa, kapan saja, tapi menangis saat dosa-dosa itu seolah menuntut bayaran di dunia. Entah bagaimana rupa diri ini saat menghadap Sang Kekasih...

Dan sampai akhirnya saya kembali membaca bait-bait tulisan kisah-kisah mengenai Rabi'ah al Adawiyah yang dulu pernah menghujani jiwa dengan tanda tanya, dan membimbing saya untuk kembali merindukanNya...
dan menemukan puisi Rendra diatas... yang juga menampar kebodohan akal ini.
Sungguh, manusia adalah makhluk yang teramat bodoh dan dzalim.

Sampai sekarang, kekeringan itu belumlah terpuaskan lagi...
apakah teman-teman merasakan dahaga yang sama?