Thursday, April 03, 2008

Es Krim (Seri Makanan Untuk Jiwa)


Anda suka es krim?

Saya tidak tahu sejak kapan saya menyukai benda dingin yang lumer di lidah dan menghangat setelah melewati tenggorokan ini. Tapi yang jelas, memakan es krim dalam jumlah yang lumayan banyak ternyata memang menyenangkan.

Lucunya, semua peristiwa memakan es krim yang cukup memuaskan biasanya justru terjadi tanpa saya rencanakan sebelumnya. Kalau direncanakan, biasanya malah justru tidak terlalu memuaskan, atau bahkan tidak jadi. Merencanakan makan es krim biasanya disertai dengan mengajak beberapa orang teman untuk menemani, atau merencanakan pergi ke tempat-tempat tertentu yang katanya menjual es krim. Perkaranya, saya (sebenarnya) adalah tipe orang yang penyendiri (yeah... right...), dan makan es krim yang paaaaaaling enak dan ketika (mengutip kata-kata seorang teman saya) “memang ada sesuatu yang sedang harus didinginkan”. Nah! Proses pendinginan inilah yang biasanya tidak terlalu berhasil apabila saya berada di tengah-tengah banyak orang yang saya kenal.

Lho? Mengapa?

Karena di tengah banyak orang yang saya kenal sebelumnya berarti saya harus berinteraksi dengan mereka. Dan ketika ada sesuatu yang harus didinginkan (di dalam tubuh saya maksudnya), pertama-tama saya harus berusaha dulu agar ke-“panas”-an itu tidak menular ke orang lain, atau setidaknya, saya tidak ingin orang lain menjadi sasaran ke-“panas”-an saya itu. Alasan lain, bisa jadi beberapa orang tidak suka es krim dan menyarankan untuk pergi ke tempat lain atau membelokkan rencana makan es krim itu.

Maka, saat-saat paling menyenangkan untuk makan es krim untuk saya adalah ketika sedang sendiri menatap langit ditemani hembusan angin yang syahdu (kadang-kadang saya ingin muntah membaca gaya bahasa saya sendiri yang seperti ini), atau sambil teriak-teriak bernyanyi ditemani suara gitar, atau bersama satu orang teman makan yang memang saya undang atau saya harapkan cukup tahan mental untuk berada di samping saya ketika sedang dalam masa-masa seperti itu. Catat bahwa semuanya akan jauh lebih baik apabila terjadi pada malam hari.

Tapi toh tidak banyak orang yang mendapat keistimewaan seperti itu, untuk bisa saya menemani saya makan eskrim ketika saya sedang membutuhkan (semacam selebriti begini ya saya? Geuleuh!). Alasannya bisa bermacam-macam. Bisa karena dia tidak suka es krim (jarang ada orang kaya gini), takut gemuk (yah, no komen, yang jelas buat saya alasan ini absurd), sibuk (no komen juga, mau gimana lagi kalo orangnya emang lagi sibuk kan?), malas jalan (karena jalan-jalan bersama saya biasanya memang berarti “jalan” secara denotatif : melangkahkan kaki banyak-banyak), atau alasan yang paling sederhana : tidak tahan untuk bersama saya (Nah! Alasan inilah yang sebenarnya paling banyak menjadi sebab utama tidak banyak yang bisa menjadi teman makan es krim saya =p).


Pertanyaannya sekarang adalah... “seberapa banyak es krim sebenarnya yang diperlukan untuk mendinginkan hari seseorang?”

Yah, jawabannya akan sangat relatif. Tapi untuk saya (tentu saja saya mengambil diri saya sendiri sebagai contoh, karena ini adalah blog saya =D), jumlah 1 liter adalah jumlah yang rasional. Tapi ya jelas, karena memakan 1 liter es krim tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu 10 menit, harus ada cara supaya esnya tidak keburu lumer. Biasanya, kalau Anda membeli es krim literan di sebuah supermarket anda bisa meminta es batu atau es serut untuk dimasukkan kedalam plastik, dan Anda membawa es-krimnya dalam plastik itu. Nah, metode ini bisa digunakan. Jangan keluarkan wadah es krim dari kantung plastik itu selama Anda memakannya.

Meski begitu, cukup jarang saya membeli es krim 1 liter ini. Selain cukup mahal, biasanya memakan 1 liter es krim sendirian membuat Anda sakit perut setelahnya (meskipun pelampiasan sakit perut itu juga adalah salah satu bagian dari kepuasan yang dapat menenangkan Anda). Jadi saya rasa, harga adalah alasan utama ya? Untuk saya, ya. Apalagi kalau saya sering panas, maka alokasi untuk es krim bisa membengkak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sayah (APBS).

Maka di Jakarta ini biasanya kemudian saya beralih pada ukuran 350ml atau 400ml. Dimakan sendirian, volume ini seperti mencukupi ketika Anda pertama membelinya. Tapi setelah suapan terakhir, ternyata sendok yang saya gunakan masih saja belum berhenti mengais-ngais tiap tetes yang ada di wadahnya. Seandainya tidak saya kendalikan, lidah saya juga sepertinya ingin segera menjilati dasar wadah itu. Aaaahh... KURAAAAAANG !!! Tapi ya mengingat kondisi finansial, dimana eskrim 350ml atau 400ml (merk Wall’s atau Campina) masih seharga kurang lebih 15 ribu rupiah, maka saya terpaksa mencukupi diri dengan itu. Tapi apakah dapat mendinginkan hati? Dengan sangat berat terpaksa saya katakan... mmm... belum.


Sekarang kita bicara rasa.

Kalau ditanya eskrim rasa apa yang saya paling doyan, itu agak susah dijawab. Tapi standarnya, karena saya juga suka coklat (mengenai coklat akan kita bahas lain kali), maka saya juga suka eskrim coklat. Tapi saya juga terbuka untuk semua varian rasa =D

Kalau bicara merk, ini sangat tergantung dari Anda suka yang seperti apa. Campina menawarkan es krim yang padat, rasa yang kuat, dan kelebihannya, dia agak lama lumernya. Karena padat, Campina lebih mengenyangkan dibanding eskrim umum lain dengan volume yang sama.

Wall’s, di sisi lain, lebih tepat untuk Anda yang menyukai rasa yang lebih lembut. Eskrimnya juga tidak terlalu padat (bahkan agak gembos). Kalau dibiarkan dalam suhu kamar, dia lumernya agak cepat.

Merk lain... mmmm... biasanya sy ga pilih. Hehe, jadi kaya promosi dua merk gini sayah =D

Ya ada juga merk-merk lain yang enak. Baskin-Robbins dan Haagen-Dasz (bener ga sih nulisnya dua merek ini? Bodo ah) juga enak. Saya hanya sempat mencicipi sekitar satu sendok makan untuk kedua merk itu, minta dari teman yang punya uang cukup untuk dihamburkan demi eskrim. Itulah sebabnya kedua merk itu, meskipun saya ingin sekali memakannya, belum pernah saya beli.


Singkat kata singkat cerita (karena tulisan ini memang sudah panjang), Salah satu keinginan saya yang belum terwujud mungkin adalah makan satu liter eskrim coklat sendirian di atas gunung pada malam hari, sambil bermain gitar dan bernyanyi keras-keras, ditemani sebungkus rokok kretek, satu gelas besar kopi kental panas racikan sendiri, dan seseorang untuk berbagi eskrim itu. Satu orang saja =)

Susahnya untuk mewujudkan keinginan itu adalah... kalau sudah di puncak udaranya mungkin sudah cukup dingin, tapi waktu naik gunungnya, gimana caranya menjaga supaya eskrimnya tidak lumer ya?


Eniwey...

Mungkin Anda juga bertanya-tanya mengenai judul postingan ini. Apa yang saya maksud dengan “makanan untuk jiwa”? Banyak orang mungkin akan mengartikan ungkapan ini dengan sesuatu yang berbunga-bunga dan konotatif. Akan ada yang mengartikan ungkapan ini sebagai siraman rohani, sesuatu yang religius, atau apapun yang seolah abstrak. Tapi untuk saya, makanan ini bermakna lebih denotatif. “Makanan” yang saya maksud ya makanan beneran. Sesuatu yang bisa dimasukkan melalui mulut ke perut kita. Tapi saya sebut “makanan untuk jiwa” karena efeknya. Makanan-makanan yang saya kategorikan sebagai “untuk jiwa” ini adalah makanan-makanan yang bisa memberi satu sensasi, meskipun mungkin semu, keindahan atau ketenangan. Mungkin semu, tapi saat ini bahkan keindahan yang semu saja begitu sulit untuk dicari.

Yah, sebenarnya kesukaan saya terhadap eskrim bisa jadi merupakan sebuah pelarian. Pelarian dari dunia mungkin ya? (duuuh... bahasakuuuu....)

Apakah dunia ini memang sudah begitu gila sehingga kita harus terus berlari? Atau mungkin semua orang itu waras dan kita yang gila? Kalau memang begitu, mungkin saya tidak keberatan menjadi gila, apabila melihat ukuran waras orang kebanyakan saat ini.

Di kota ini (Jakarta), orang merasa “waras” ketika mereka merasa telah berbuat apapun (APAPUN!) untuk mengejar dan mendapatkan uang. Uang, uang dan uang. Bentuk kewarasan lain bagi masyarakat urban ini mungkin adalah mereka seolah merasa bahagia apabila mereka merasa, atau mendapat kesan, bahwa ada orang lain yang hidupnya lebih tidak baik dari mereka. Saya rasa itu sebabnya begitu banyak yang mencintai gosip atau sindiran-sindiran sarkastik bukan?

Menarik.

Kita hidup di dunia dimana kejujuran dan kesederhanaan mengenai sesuatu yang sifatnya hakiki sangat sulit diterima. Kita hidup di dunia dimana manusia hanya bisa mendengar apa yang mereka mau dengar.

Maka mungkin yang bisa mendengar sebuah kejujuran, sesederhana apapun itu, memang bukan manusia. Hanya Allah? Ya, mungkin hanya Allah.

Tapi Allah juga menciptakan banyak hal untuk menjadi teman bagi manusia saat ingin meneriakkan isi hatinya. Angin malam, bulan dan bintang, gunung-gunung dan pepohonan, dan semua yang tidak akan memilih mengenai apa yang akan mereka dengar dari kita, tapi tetap setia menemani kapanpun kita butuhkan, dan bisa membuat kita tersenyum dengan berhias ketulusan.

Makanan? Ya makanan juga salah satunya =D


Sampai jumpa di seri selanjutnya =)

Selamat menikmati hidup, dalam satu liter eskrim.



NB : Sayang... adakah yang lebih sederhana dari cinta dan sebentuk mimpi?


Keterangan: gambar dari sini dan sini. Iya, ga ijin. Maap.