Sunday, October 07, 2007

Keajaiban (episode 1)

Agak ragu sebenarnya untuk posting kali ini....

Tapi sesuai judul blog ini, nampaknya ini juga jadi salah satu perjalanan pulang.

Nah, sebelum membaca postingan ini, sepertinya saya harus memperingatkan Anda dulu. Kalau kira-kira tidak siap untuk agak tergoncang sedikit prinsip hidup dan pemahaman beragamanya, mending jangan baca.


MENYERAMKAN BUKAN PEMBUKAANNYA??? =))


Sebenarnya mungkin tidak semenyeramkan itu sih. Cuma ya... sepertinya akan banyak yang menasihati saya setelah postingan ini, terutama soal pemahaman beragama, hadits-hadits, atau mungkin ada yang menuliskan ayat-ayat Qur'an untuk saya =p
Ya kalau ada yang berbaik hati untuk melakukannya, saya akan sangat berterima kasih, walaupun mungkin belum tentu mengubah pandangan saya =D

Mari kita buka dengan sebuah pertanyaan...
Pernahkah Anda mengharapkan... begitu mengharapkan... hadirnya sebuah "keajaiban". Mukjizat. Atau apapun namanya.
Kadang bentuk keajaiban yang Anda harapkan itu sudah Anda tentukan sendiri... atau kadang Anda tidak tahu akan seperti apa keajaiban itu nantinya. Yang jelas Anda tahu bahwa Anda sangat membutuhkannya. Apapun namanya itu.

Lantas, apa yang Anda lakukan untuk itu?
Berusaha? Harus...
Tapi kalau Anda tidak tahu harus berusaha seperti apa, lantas apa yang Anda lakukan?
Tentu kembali pada langkah awal dan akhir Anda bukan?
Ya! Berdoa...

Akan mudah untuk menentukan apakah doa-doa Anda sudah "dijawab" atau belum kalau Anda sudah mengetahui bentuk pasti keajaiban itu akan seperti apa. Lha kalau Anda tidak tau apa yang Anda mau... lantas gimana?

Bingung?
Sama...
Saya meracau apa sih?

Oke, kita ambil contoh...
Menurut Anda, ketika Nabi Musa AS dulu memohon keajaiban Allah untuk menghindarkan dirinya dan ummatnya dari kejaran Firaun, apakah beliau tau kalau bentuknya adalah laut merah tiba-tiba terbelah?

Sejujurnya... saya rasa tidak.
Tapi jelas, keajaiban/mukjizat itu ternyata turun dalam bentuk menakjubkan seperti itu.


Sekarang pertanyaannya, itukah kekuatan doa?

Apakah doa-doa itu akan terjawab sesuai keinginan kita?

Atau pertanyaan mudahnya, benarkah bahwa Allah akan mengabulkan SEMUA doa?

Sekarang kalau misalnya begini....
Ada seseorang (kita sebut namanya Budi, bukan nama sebenarnya) yang punya hutang ke orang lain (kita sebut namanya Joni, juga bukan nama sebenarnya). Nah, si Budi tidak bekerja, dan tidak punya uang sama sekali untuk melunasi hutangnya itu. Padahal sudah jatuh tempo. Di lain pihak, Joni juga lagi butuh uang, dan uang tercepat yang bisa didapatnya adalah dari pembayaran hutangnya Budi.

Maka jadilah kedua orang ini berdoa, karena sudah bingung mau bagaimana lagi. Si Joni berdoa supaya Budi sadar dan cepat bayar hutang, karena dia sama sekali tidak enak kalau harus menagih. Sementara Budi berdoa supaya Joni lupa atau tidak keberatan kalau memberi perpanjangan waktu, tapi dia juga tidak enak kalau harus minta perpanjangan waktu.

Menurut Anda, doa siapa yang akan dikabulkan?

Contoh lain...
Anda tentu pernah bepergian naik kendaraan kan? Pernah naik pesawat? Anda berdoa dulu sebelum lepas landas supaya Anda selamat?

Nah sekarang... apakah doa Anda akan menyelamatkan Anda ketika Allah sudah menentukan bahwa sekarang adalah saatnya Anda pulang (pulang ke rahmatullah maksudnya) ??
Maksud saya, kalau Anda mendengar berita tentang kecelakaan pesawat yang menewaskan semua penumpangnya, apakah menurut Anda tidak ada satupun dari penumpang pesawat itu yang berdoa memohon keselamatan sebelum mereka lepas landas?

Jadi... doa seperti apa yang dikabulkan?

Atau... benarkah bahwa doa-doa itu dikabulkan?
Pertanyaan aneh bukan?

Lucunya, pertanyaan aneh itu ternyata berpotensi untuk memunculkan jawaban-jawaban aneh juga.

Maksud saya, bisa saja bahwa sebenarnya Allah tidak memberi pengabulan atas doa.
Yang diberikan adalah... HIKMAH.

Nah loh... apa pula maksud racauan si Awan ini??


Hikmah adalah pemaknaan kita atas kuasa takdir bukan? Jadi misalnya ada kejadian yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan Anda, suatu saat Anda biasanya akan bisa berkata... "ternyata semua itu ada hikmahnya". Bukankah begitu?

Tentu saja, karena manusia bisa berkehendak sesuka hatinya, tapi toh akhirnya kehendak Allah saja yang terjadi kan? Yang tersisa dari kita hanyalah bagaimana kita mengambil hikmah dari itu. Toh kita tidak perlu khawatir karena Allah saja yang maha mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Kita tau apa? Sejujurnya, kita memang tidak tau apa-apa.


Saya rasa, itulah mengapa doa yang sering diajarkan ke kita adalah "agar kita diberi yang terbaik" oleh Allah. Dengan kata lain, kita serahkan semua pada Allah, dan berharap agar Allah memberi yang terbaik untuk kita.
Tapi toh doa ini menurut saya tetap absurd. Mengapa? Karena menurut Anda, pernahkah Allah memberi kita sesuatu yang bukan terbaik untuk kita? Apa? coba sebutkan satu dari diri Anda yang bukan terbaik untuk Anda! Apakah Anda pernah memintanya pada Allah atau tidak, saya insyaAllah yakin bahwa Anda memperoleh semua yang terbaik untuk Anda dari Allah.

Kalau Anda merasa tidak... saya rasa Anda hanya belum menemukan hikmah dibalik itu. Dengan kata lain, Anda belum berkata... "ternyata semua ada hikmahnya ya..."
Dan biasanya, itu hanya soal waktu. Kalaupun tidak, biasanya kitanya yang tidak mencari (hikmah) itu.

Jadi kesimpulannya apa?
Apakah doa itu tidak ada gunanya?
Atau doa seperti apa yang dikabulkan itu?
Apakah ada doa yang salah dan yang benar? Siapa yang menentukan kebenaran dan kesalahan dalam hal pembicaraan kita dengan Allah?

Dalam benak saya sekarang... gunanya doa tak lebih dari memberi kita ketenangan. Kepercayaan diri. Itu saja. Kalau doa Anda tidak memberi ketenangan pada diri Anda, baru saya rasa ada yang salah dengan itu. Dan biasanya, kesalahan itu ada pada ketidak-siapan kita untuk menghadapi kenyataan kalau memang bukan kehendak kita yang akan terjadi.

Apakah itu yang namanya "Ikhlas"?

Kalau ya... mungkin itulah keajaiban terbesar yang bisa diberikan Allah dalam hati setiap manusia. Mungkin sama nilainya dengan terbelahnya laut merah. Atau kalaupun dulu Allah berkehendak lain pada Nabi Musa AS dan ternyata Nabi Musa AS beserta ummatnya kembali tertangkap oleh Firaun, maka keikhlasan dalam hati sang nabi akan kejadian ini bisa jadi lebih ajaib dibanding terbelahnya laut merah itu.

Perkaranya, hanya Allah yang bisa menentukan kapan keikhlasan itu akan diberikan pada kita. Manusia hanya punya satu senjata potensial yang secara "default" sudah dimilikinya sejak lahir. Senjata itu mungkin adalah apa yang kita sebut dengan "sabar". Saya sebut potensial karena apakah senjata itu akan digunakan atau tidak tergantung pada keputusan pemiliknya.


Jadi, apakah postingan ini sedang menyuruh Anda untuk melupakan doa karena doa itu tidak ada gunanya?

Mmmmm.... bisa diartikan seperti itu....

Atau bisa juga Anda artikan lain.
Kalau kita konsisten meminta suatu keajaiban, maka doa adalah satu-satunya yang kita punya untuk berharap pada Allah. Tapi yang jelas saya hampir sudah melupakan doa-doa "konvensional". Ketika saya berdoa memohon sesuatu... sesuatu yang sangat saya inginkan sekalipun... saya sadar bahwa pada akhirnya kehendak Allah-lah yang akan terjadi (bahkan saya jadi bingung harus berdoa seperti apa kalau mau naik pesawat, toh kalau tiba saatnya saya mati, saya akan mati). Ketika saya memohon untuk diberikan yang terbaik, saya malah tertawa karena seolah tidak yakin bahwa Allah memang SELALU memberi yang terbaik, terlepas dari apakah kita memintanya atau tidak.

Maka doa-doa saya sekarang lebih seperti sebuah perbincangan. Ngobrol. Saya akan resisten kalau ada yang memberi tahu saya bahwa cara saya ini salah, dan bahwa setiap doa seharusnya selalu penuh dengan permohonan-permohonan. Mengapa harus ada yang mengajari saya bagaimana cara saya berhubungan dengan Allah saya?

Satu hal yang jelas... saya tetap seorang manusia...
Saya jelas bukan malaikat yang terbebas dari hasrat (semoga saya tidak lebih dekat pada sifat-sifat setan). Saya belum bisa lepas dari keinginan-keinginan akan keajaiban...

Sedemikian naifnya permintaan akan keajaiban itu, terkadang saya melupakan betapa besar keajaiban yang diberikan pada setiap desahan nafas, pada setiap helai rambut, pada setiap denyut jantung, pada tiap sel di tubuh saya, pada keajaiban siang dan malam, pada keajaiban alam, pada keajaiban takdir... Saya lupa.

Saya tetap meminta terbelahnya laut merah... dan mengesampingkan keajaiban dalam bentuk keikhlasan.

Saya tetap menatap nanar pada langit dan memohon Allah untuk menuntaskan segala kebimbangan, dan terkadang tak sabar ingin segera kembali pada segala kepastian di sisiNya...


Keajaiban...

Ya Allah... kuatkanlah kami...


Wallahu'alam bish-showab


NB : tulisan ini belum selesai... tapi sudah terlalu panjang... kita lanjutkan lain kali. semoga pembuka ini tidak mengarahkan pembaca pada persepsi yang "salah".

Sumber gambar dari id.wikipedia.org