Pengkategorian posisi perencana sebagai sebuah "profesi", dan bukan sekedar "pekerjaan", secara filosofis sebenarnya mensyaratkan terpenuhinya beberapa ciri definitif, baik dalam tataran konseptual maupun teknis. Satu konsep pemisahan menyebutkan bahwa kedudukan profesi menjadi berbeda dengan pekerjaan biasa karena ada perbedaan proporsi dalam "mandat moral" yang mengikutinya (Bickenbach-Hendler, 19981). Mandat moral inilah yang diemban oleh para profesional sebagai bentuk pengabdian mereka terhadap masyarakat luas yang pada dasarnya turut melahirkan profesi tersebut.
Dibalik kemapanan posisi perencana di Indonesia dengan keberadaan IAP (Ikatan Ahli Perencanaan), sebenarnya masih tersimpan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai apakah kondisi ini sudah merupakan kondisi yang cukup kondusif bagi para perencana dalam mengemban mandat moral mereka. Atau bahkan apakah mandat moral dari para perencana di Indonesia itu sendiri ?
Pertanyaan-pertanyaan ini secara luas dapat terus bergulir sampai pada gilirannya akan mempertanyakan kontribusi apakah yang telah diberikan oleh profesi perencana bagi masyarakat dan pembangunan di Indonesia. Apabila pertanyaan-pertanyaan ini masih digantungi kegamangan dalam jawaban-jawabannya, maka mungkin eksistensi perencana di Indonesia sebagai sebuah profesi pun masih digantungi oleh kegamangan itu.
Baca selengkapnya? Klik Link pada judul posting ini...
No comments:
Post a Comment