Monday, October 26, 2009

Tiga Batang Rokok dan Segelas Besar Kopi-Moka


And here I am... having a date with myself...

Makasih Nov, dari dulu saya emang ingin coba saran kamu ini.
Ya tidak sepenuhnya sendiri juga sih. Ada teman-teman, tapi saya memilih duduk sendiri supaya bisa merokok... dan menulis ini dengan tenang.

Ada baiknya juga berkesempatan sendiri dalam keramaian seperti ini. Mengizinkan kita untuk berpikir dengan lebih tenang, lebih jernih. Kalau sendiri yang memang sendiri, kadang lintasan-lintasan pikiran yang mengganggu itu justru lebih kuat. Kalau ada sesuatu yang kurang, itu adalah alunan musik hidup yang tadinya saya harapkan di tempat ini. Baru mulai minggu depan katanya.

Lantas apa kiranya yang membuat saya ingin melakukan hal ini? Tentunya, ketika alasan itu tidak bersifat begitu pribadi, saya tidak membutuhkan kesunyian untuk berkontemplasi, dan bisa dengan seenaknya berbagi bersama teman-teman. Maka mungkin sekedar apa yang saya pikirkan saja. Ini tentang hidup -tentu saja, seperti biasa- dan apa yang bisa dilakukan hidup kepada kita, atau apa yang bisa kita lakukan terhadap hidup.


Semua kisah tentang hidup tak pernah mengenai hasil atau resultan akhir yang didapat. Karena hasil baru akan didapat ketika hidup itu berakhir. Dan itu berarti cerita tentang kematian.

Hidup selalu mengenai proses. Mengenai bagaimana dia dijalani. Mengenai kenyataan, mengenai harapan, mengenai bagaimana menghadapi kenyataan untuk membangun harapan.

Kita hidup di sebuah bumi yang berputar. Di sebuah massa cair dengan inti yang cair, yang begitu rapuh tapi kita tidak ada pilihan selain hidup diatasnya karena suatu gaya tak kasat mata yang kita sebut gravitasi. Bumi itu berputar bersama planet-planet lain mengitari matahari dengan kecepatan dalam sebuah galaksi yang kita sebut Bima Sakti. Bima Sakti bersama galaksi-galaksi lain juga berputar mengelilingi sesuatu dalam suatu sistem yang sudah terlalu besar untuk kita bayangkan. Dan mungkin, sistem itu juga berputar dalam suatu sistem lain yang jauh lebih besar.

Bila kita bayangkan itu semua... bila kita bayangkan seluruh sistem itu... dan menyadari bahwa kita adalah sebuah partikel yang begitu kecilnya sehingga mungkin tidak berarti lagi... maka eksistensi kita menjadi sesuatu yang absurd.

Kita hidup dalam pemahaman kita bahwa segala sesuatu terjadi untuk kita, karena kita, dan oleh karenanya kita merasa berhak untuk berpikir hanya dalam skala itu. Yang kita kadang tidak menyadari adalah bahwa dalam hidup itu kita sebenarnya hanya selalu berusaha meraih... menjangkau... dan mengharapkan sebuah ketidakpastian suatu saat akan memihak pada kita. Terlihat sia-sia. Tapi kadang memang hanya itu yang bisa kita lakukan, setidaknya untuk bangun setiap hari dan merasa bahwa hidup kita ini memang ada artinya.

"Sometimes we just reach out, and expect... NOTHING... in return." (Dari film “The Martian Child”)

Dalam konteks besar ini jugalah kemudian segala sesuatu yang kita pikirkan, yang kita rasakan, kita jalani, menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak berarti. Tidak signifikan dalam keseluruhan sistem itu. Apapun yang kita jalankan itu, segala emosi, semua kebahagiaan, kesedihan, harapan, amarah, kasih sayang... apa artinya itu?


Saya... semestinya... telah belajar bahwa amarah hanya akan membawa kepahitan bagi hidup kita sendiri. Tapi toh saya tetap tidak bisa menghindari kenyataan bahwa dalam jalan ini, kadang kemarahan dan kesedihan adalah bagian daripadanya. Adalah naif apabila saya bilang bahwa pengalaman hidup pada masa lalu bisa membuat kita tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa kini, atau masa depan. Itu tetap terjadi. Marah masih menjadi bagian dari karakter saya. Ya perkara apakah kemudian saya bisa menjalaninya dengan lebih baik atau tidak, itu mungkin hal yang berbeda.

Tapi kadang kita memang harus menerima bahwa sebuah sansak adalah salah satu penemuan paling bermanfaat dalam kehidupan umat manusia. Kesadaran bahwa naluri untuk menghancurkan itu kadang harus disalurkan, dan bahwa dendam itu kadang memang harus terbalas suatu saat nanti. Toh kehancuran yang bisa dihasilkan tangan ini tidak akan cukup kuat untuk merusak keseluruhan sistem tatanan dari apa yang kita sebut alam semesta.

Dalam kadar tertentu, itu lebih menyehatkan dibanding memendam amarah dan membiarkannya suatu saat lepas tanpa kendali. Walaupun kadar itu sendiri tentu besarnya relatif untuk setiap orang.

Pada akhirnya kita hanya akan bisa membiarkan diri kita sendiri, dan orang lain, berpikir masing-masing, dan merasa masing-masing. Ya tentunya suatu saat kita bisa menghibur orang lain dengan kebenaran, agar semua pikiran buruk dan spekulasi di kepala orang itu bisa tereduksi. Karena, spekulasi mengenai berbagai macam kemungkinan adalah hal terburuk yang bisa ada di kepala seseorang. Spekulasi mengenai sesuatu yang diluar pengetahuan membuat kita tidak bisa tidur, bertanya-tanya mengenai mana yang benar itu sebenarnya. Tapi kadang kita membiarkan orang itu berspekulasi, karena kita memang takut mengatakan kebenaran, atau murni karena kita memang ingin menambah sedikit penderitaan di kepala orang lain.


You are what you think”, kata orang-orang sebagai penyederhanaan dari apa yang kita sebut sebagai hukum ketertarikan. Dan pikiran buruk yang melintas dalam suasana penuh amarah adalah sesuatu yang lebih cepat mewujud dibanding kebaikan, kata orang-orang sebagai pembenaran bahwa kadang tidak segala sesuatu berjalan sesuai keinginan kita. Tentunya, ketika itu terjadi, kita akan menyesal begitu rupa mengapa keburukan itu sampai pernah terlintas dalam pikiran kita, dan menyalahkan diri kita sendiri ketika keburukan itu mewujud jadi nyata.

Padahal adalah wajar kalau kita tidak mendapatkan segala sesuatu sesuai keinginan kita. Hidup memang dibangun dari ketidakadilan-ketidakadilan. Begitu tidak adilnya sehingga dalam skala yang lebih luas, semua orang mendapat ketidakadilan yang sama, dan kadang keadilan yang sama, sehingga semuanya menjadi adil. Ya memang dalam kasus-kasus tertentu, pada suatu saat dua orang berbagi ketidakadilan dan saling menguatkan satu sama lain, tapi yang satu kemudian meninggalkan yang lain ketika keadilan datang padanya. Well, that’s just life. Dan kadang, orang yang ditinggalkan memang dituntut untuk bisa mengerti bahwa dalam skala yang lebih luas, tentu semuanya ada alasannya, dan masih dalam taraf adil.

Kita tidak bisa menuntut dia yang mendapat keadilan untuk membangun pengertian yang sama untuk orang yang dia tinggalkan, karena memang tidak ada alasan untuk dia memikirkan hal itu. Dia akan bisa mengucapkan hal yang sama: “Well, that’s just life”. Tapi tentunya dengan standar kelegaan yang berbeda.

“Sansak” kemudian memang menjadi penemuan yang hebat untuk menghadapi kasus semacam ini. Blog ini pun akhirnya menjadi sansak saya.


Maka, kencan dengan diri sendiri ini bisa kita tutup dengan sebuah perintah... “Enough babbling!”

Mari kita memandangi bintang-bintang...



Ket.: Gambar diambil dari http://www.stfc.ac.uk/PMC/PRel/STFC/Universe.aspx?pf=1

Wednesday, October 07, 2009

I Walk The Line

(Mohon maaf untuk para pembaca yang sebelumnya mengakses tulisan ini tapi banyak yang tidak terbaca. Sudah saya perbaiki. Semoga sekarang terbaca semua. Terima kasih.)



I Walk The Line

- Johnny Cash (1955) -

I keep a close watch on this heart of mine
I keep my eyes wide open all the time
I keep the ends out for the tie that binds
Because you're mine, I walk the line

I find it very, very easy to be true
I find myself alone when each day is through
Yes, I'll admit that I'm a fool for you
Because you're mine, I walk the line

As sure as night is dark and day is light
I keep you on my mind both day and night
And happiness I've known proves that it's right
Because you're mine, I walk the line

You've got a way to keep me on your side
You give me cause for love that I can't hide
For you I know I'd even try to turn the tide
Because you're mine, I walk the line

I keep a close watch on this heart of mine
I keep my eyes wide open all the time
I keep the ends out for the tie that binds
Because you're mine, I walk the line



Dari Wikipedia:
"I Walk the Line" is a song written by Johnny Cash and recorded in 1956. A 1970 movie drama of the same name, starring Gregory Peck, featured a soundtrack of Johnny Cash songs including the title song. In 2005, a biographical film entitled Walk the Line was produced starring Joaquin Phoenix as Johnny Cash and Reese Witherspoon as June Carter, directed by James Mangold.

Lebih lengkapnya, bisa dibaca saja di: http://en.wikipedia.org/wiki/I_Walk_the_Line

Siapa (mendiang) Johnny Cash, bisa dibaca juga di: http://en.wikipedia.org/wiki/Johnny_Cash

Saya suka Johnny Cash, terutama lagu ini. Lagu-lagun
ya sederhana, dengan lirik lugas dan tajam, selalu diilhami dari apa yang dia alami dan rasakan. Lirik yang emosional di setiap baitnya, terutama bila kita mendengarnya dan berbagi perasaan yang sama (seperti saya waktu membuat postingan ini misalnya). Lirik memang kekuatan utama lagu-lagunya, disamping aksi panggung yang, pada waktu itu, memukau. Dari lagu-lagunya kita mendapat kesan bahwa dia sudah merasakan macam-macam. Ring of Fire adalah salah satu lagu lainnya dari Cash yang saya suka. Johnny Cash menjadi salah satu artis yang musiknya kelak membawa perubahan revolusioner pada musik dunia. Gayanya membawa gitar di punggung dengan terbalik bahkan menjadi ikon tersendiri sampai sekarang.

Ada banyak versi dari lagu ini. Saya sertakan beberapa v
ersi yang saya suka:
  1. Versi Johnny Cash muda (23 tahun) waktu menyanyikan lagu ini pada tahun 1956, bisa dilihat di: http://www.dailymotion.com/video/x1o9sk_young-johnny-cash-i-walk-the-line_music
  2. Versi dinyanyikan ulang oleh grup band Live sekitar tahun 2005an. Versi yang cukup kuat. Saya lebih suka versi ini dibanding versi aslinya. Bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=9_daJjRrv0A
  3. Versi dinyanyikan oleh Chris Daughtry pada American Idol tahun 2006. Versi yang paling saya suka. Sangat kuat. Ketika dia membawakan lagu ini, saya berpendapat dia seharusnya bisa jadi juara tahun itu. Bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=vkbK175J5oA


Judul lagu ini juga menjadi judul film tentang biografi Johnny Cash muda. "Walk The Line" (2005) dibintangi oleh Joaquin Phoenix sebagai Johnny Cash dan Reese Witherspoon sebagai June Carter yang kelak menjadi istri Cash. Film ini mendapat 5 nominasi oscar, tapi hanya 1 piala yang akhirnya didapat, yaitu pada kategori Best Actress. Trailer filmnya bisa dilihat di:http://www.youtube.com/watch?v=GsvZGwd8vrI

Mengenai arti dari frase "walk the line" sendiri, ada banyak perdebatan disini. Banyak pendapat mengatakan bahwa frase ini berarti "melakukan hal yang benar", berjalan di jalan yang "lurus", mempertahankan sebuah keseimbangan yang rapuh antara satu sisi ekstrim dengan sisi ekstrim lainnya. Dalam konteks lain, frase ini kadang juga berarti "menjalani hukuman", dalam pengertian menjalani proses pengadilan atau menjalani status sebagai terdakwa atau "rela" masuk penjara. Pendapat lain yang lebih romantik menghubungkan frase ini dengan komitmen. Komitmen dalam hal percintaan misalnya, dimana seseorang memantapkan komitmennya untuk mencintai seseorang dan rela menjalani "apapun" untuk mempertahankan kesetiaannya pada cinta itu. (aiiiiih... romantik sekali kan pemaknaannya?)

Untuk Johnny Cash sendiri... nampaknya bagi dia lagu ini bisa berarti semuanya. Ini adalah salah satu lagu hit pertama dia, dan masuk dalam album pertamany
a.

Melihat sejarahnya (dihubungkan dengan "kapan" lagu ini diciptakan), lagu ini diciptakan untuk istri pertama Cash, dimana dia berjanji untuk tetap setia.
Versi sejarah ini jelas berbeda dengan versi filmnya. Entah mana yang benar. Yang jelas, dalam perkembangannya, Cash ternyata tidak sepenuhnya "walk the line" pada istri pertamanya itu. Dia bertemu dengan June Carter setelah dia tenar, dan dalam satu kesempatan mengatakan pada Carter bahwa "suatu saat aku ingin menikahimu". Johnny Cash dan June Carter kemudian memang terlibat jalinan asmara, tapi tidak menindaklanjutinya sampai akhirnya Johnny Cash bercerai dengan istri pertamanya tersebut (hal yang kemudian menjadi pembenaran bagi para penggemar Cash untuk setidaknya mengatakan: "tuh... kan... berarti dalam hal ini bisa dibilang bahwa Cash tetap orang yang setia dong?"). Perceraian itu sendiri terjadi karena Cash terlibat dengan alkohol dan obat bius.

Karena kecanduan obat bius itu jugalah, June Carter pun kemudian menolak Cash yang ingin menikahinya. June mengatakan (kira-kira) "You can never walk any line with me in that (condition)". Maka Cash pun berhenti mencandu.
Pada satu kesempatan Johnny Cash juga pernah terlibat masalah hukum. Dia masuk penjara setelah June Carter menasihatinya untuk tidak melawan hukum dan harus mau bertanggung jawab menjalani hukuman atas apa yang telah dia lakukan. Johnny dan June akhirnya menikah, sampai ajal memisahkan mereka di tahun 2003. June Carter Cash meninggal dunia pada 15 Mei 2003. Johnny Cash meninggal tak sampai 4 bulan setelahnya, 12 September 2003.
Well... I guess Johnny sure walked the line with June.

Jadi...
Lagu ini memang bisa berarti banyak untuk seorang Johnny Cash.

Untuk para pendengarnya (termasuk saya), arti yang mana yang mau dipilih, sebenarnya terserah saja, sesuai kondisi yang dihadapi masing-masing. Apapun... ini tetap sebuah lagu yang bagus.




NB: Here's for you, Johnny. Thanks for the song tonight.