Friday, December 30, 2005

"Gue Banget" ??? Yakin Lo ???


Doa Nabi Yunus Assalamualaikum Kalau berita 'lain' mudah di forward , harap yang di bawah ini pun bisa di forward ke rekan - rekan lain juga JGN DELETE !!! walaupun sebelum ini udah pernah terima semacam ini dan juga udah pernah fwd pada kawan-kawan . Kerja baik buat selalu .. Doa Nabi Yunus saat terperangkap di dalam perut Ikan Nun... "LAA ILA HA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINAZ ZHALIMIIN" Kirimkan kepada 10 orang, insyaallah Allah akan memecahkan segala kesulitan dan kebuntuanmu!”

“FRIENDS DAY : Katanya Hr ini adl hr persahabatan s'dunia, krm pesan ini ke smua sahabat2 kamu, jika aku salah satunyanya, kirim blik pesan ini! Liat brp banyak kamu dpt pesan blik.Klo lbh dr7 mk km adl org kesayangan.”


Anda pernah mendapat pesan-pesan seperti di atas ???
Untuk teman teman yang cukup aktif menggunakan fasilitas Yahoo Messenger, saya rasa pernah menerima pesan semacam ini.

Tak bisa disangkal, yahoo messenger dan e-mail saat ini terbukti bisa menjadi salah satu media penyampaian pesan sekaligus pengopinian massa yang cukup dominan. Bayangkan, dalam hitungan detik (yang tidak mencapai 60) setelah saya menerima pesan-pesan semacam itu, rata-rata bisa 4 kali kemudian saya menerima pesan yang sama, dari orang yang berbeda. Tentu teman2 tidak asing dengan fenomena ini.

Berarti yang terjadi adalah :
seseorang menulis sebuah pesan, memiliki list teman yang lumayan banyak, lalu mengirim pesan tersebut ke semua temannya. Teman2nya yang mendapat kiriman tersebut, mungkin sekitar 20%nya, memforward pesan tadi ke semua teman2nya yang ada di listnya masing-masing. Begitu seterusnya sehingga sampai ke saya. Nah, kalau saya juga memforward pesan itu ke “all in group”, tentu termasuk orang yang tadi mengirimkannya pada saya. Nah, artinya, kalau saya menerima kembali pesan tersebut sebanyak... sebutlah 5 kali... berarti ada 5 orang dalam list YM saya yang meneruskan pesan itu ke semua orang dalam list YM-nya, yang didalamnya termasuk alamat saya.

Nah, kalau pesan itu bisa sampai kembali ke saya dalam hitungan detik. Artinya, setelah saya melakukan proses forward, hampir tidak ada waktu yang digunakan oleh orang yang kemudian memforward pesan itu untuk melakukan satu proses filterisasi atau perenungan mendalam mengenai isi pesan tersebut, sebelum ia memforwardnya kembali.

Begitu seterusnya...

Lalu kenapa??

Lalu... anda yakin dengan apa yang disampaikan dalam pesan2 itu??

YM dan e-mail ternyata telah berkembang menjadi satu fasilitas pewartaan massal yang terbukti efektif dalam hitungan waktu yang tergolong sangat singkat. Hitungan detik! Walaupun tentu saja, ia hanya efektif pada kalangan urban atau mereka yang akrab dengan internet. Kalau anda ingin melakukan pengopinian massa, media seperti koran, majalah, tivi, atau bahkan radio, saya rasa masih kalah efektif dibanding YM (untuk kasus masyarakat urban).

Masih ingat bagaimana dulu jumlah konsumen Hoka-hoka Bento bisa langsung drop setelah berkembang e-mail yang mempertanyakan kehalalannya? Atau bagaimana jumlah konsumen teh celup sariwangi berkurang cukup signifikan setelah beredar e-mail mengenai bahaya chlorox pada kertas pembungkus teh celup? (yang lucunya dalam selang beberapa hari diikuti dengan kemunculan satu produk teh bernama NutriTea yang berupa serbuk, dan tentu saja terlepas dari bahaya chlorox).

Tapi, kenapa ya para pengguna internet bisa sedemikian percaya pada internet?? (ya Allah, dimana sabdaMu ditempatkan dalam urutan kebenaran yang dipercaya oleh manusia saat ini??? à teringat pada tulisan Kendi mengenai ”baso tikus”) Padahal, berita di internet sangat sulit dikonfirmasi atau dicek kebenarannya...

Menurut saya, kelebihan YM dan e-mail justru terletak pada kesulitan untuk mengkonfirmasi itu!!! Kalau misalnya saya bilang bahwa produk X itu haram melalui TV, tentu produsen produk X akan segera menghubungi saya, kemudian mengklarifikasi hal itu melalui TV juga. Tapi internet?? tidak... orang biasanya tidak terlalu peduli mengenai benar/tidaknya... pengguna internet cenderung mengambil kesimpulan sendiri, atau cukup berhenti pada pertanyaan ”bener nggak ya???”. Nah, pertanyaan ”bener nggak ya?” inilah yang menjadi kekuatan utama e-mail dan YM, karena ia tidak memunculkan keputusan, tapi menimbulkan keraguan. Dan keraguan adalah pintu yang terbuka lebar bagi pengopinian massa... Maksud saya, misalnya untuk kasus Hokben, bukanlah kepastian mengenai halal/haram yang membuat orang sempat berhenti mengkonsumsinya, tapi justru keraguan yang tidak berusaha dipecahkan.

Para pelaku pasar nampaknya sudah mempelajari celah ini, dan memanfaatkannya. Saya cukup yakin, dalam tahun2 kedepan, kemunculan sebuah produk sebelumnya akan diawali dengan satu bentuk pengopinian yang bisa menimbulkan keraguan terhadap produk serupa yang sudah lebih dulu mapan...

Ini untuk konteks ekonomi...

Siapa yang bilang bahwa hal ini tidak bisa dimanfaatkan dalam konteks lain?? Politik jelas bisa memanfaatkan hal ini. Dan kalau politik sudah bisa masuk, artinya semua aspek juga bisa masuk disini...

Sekarang coba perhatikan contoh pesan ”doa nabi Yunus” diatas...
Ada yang tau itu referensinya dari mana??
Yang ilmu tafsirnya hebat, ada yang tau doa itu artinya apa??

Kalau tidak ada yang mempertanyakan, artinya, dengan sidikit bungkus dan bumbu ”agama”, saya bisa memainkan pemahaman orang kapan saja bukan?? Maksud saya begini, kalau misalnya saya menuliskan satu doa yang isinya jelek, misalnya sebutlah saya mendoakan supaya setan merajalela di dunia (ini contoh loh!), lalu saya bahasakan dalam bahasa arab, lalu saya bilang bahwa ini adalah doa yang baik untuk diucapkan pada pagi atau sore hari, lalu saya bilang kalau anda menyampaikan ini ke orang lain, maka anda sudah berdakwah... bagaimana ya hasilnya???

Tentu ada yang bisa menafsirkan do’a itu.
Tapi tentu ada yang tidak bisa toh?
Nah, kalau yang tidak bisa itu (dan tidak memfilternya/berusaha mencari tau dulu) kemudian memforwardnya, dan prosesnya terus berantai kemana2 dalam hitungan detik... bukankah saya telah berhasil membuat semua orang mendoakan kejayaan setan??

Satu hal yang sepertinya menjadi fenomena umum, budaya klarifikasi dan filterisasi nampaknya telah dilupakan dalam dunia YM dan e-mail....

Pertanyaannya sekarang adalah... Kenapa para pengguna YM begitu ringan tangan untuk melakukan proses forward tadi?

Memang, kalau e-mail2 atau pesan2 dalam YM yang berisi permohonan bantuan (misalnya, butuh darah, atau butuh dana untuk operasi, dsb), atau berita duka cita (ada yang meninggal, dsb), biasanya cepat disebar, tanpa filter (ini jelas lebih efektif dibanding sms). Ini wajar saja.

Tapi kalau yang lucu2 seperti ... contoh ”hari persahabatan sedunia” diatas (plis dong), atau e-mail2 yang bernada mengancam seperti... ”kalau ga dikirim ke 10 orang, anda akan bernasib buruk”, atau e-mail2 yang bernada memberi pepesan kosong seperti... ”kirim ini ke 10 orang sekarang, 7 hari lagi bakal dapet duit” atau ”kirim ini ke 25 orang, besok dapat kejutan atau dapat keberuntungan”, atau yang bernada memberi perasaan ga enak seperti... ”kalau anda menghapus ini, anda ga punya hati!” atau yang memberi perasaan enak seperti... ”kalau ngeforward ini dan orangnya ngeforward balik ke anda, berarti anda sangat berarti bagi teman2 anda...”... Kalo yang beginian, kenapa ya orang ngeforward???

Dari survey kecil2an yang saya lakukan, didapat beberapa kesimpulan...
Pendapat terbanyak, tentu saja alasan ”iseng”. Iseng dalam pengertian, ”yaaah, apa susahnya sih, tinggal klik kanan, pilih send to all in group, copy paste, selesai!” ato... ”yaaah, daripada ga ada yang dikirim, milis sepi gini...” ato... ”pusing mikirin ah, bodo! Tinggal forward aja kok repot”...
Nah, inilah yang biasanya mengemuka. Mungkin inilah satu-satunya alasan yang ”aman” untuk diucapkan, tapi justru ”berbahaya” untuk dipraktekkan. Alasan iseng inilah yang bisa menumbuhsuburkan penyimpangan2 dalam pengopinian massa seperti yang saya tulis diatas. Bener ga???

Yang kedua... ini dia... itung2 bantu orang, atau... yaah, itung2 dakwah, atau... yaaah, itung2 nunjukin perhatian ke temen.

Dari beberapa diskusi bersama beberapa kawan, alasan2 inilah yang kemudian membuat kami membuat beberapa turunan mengenai alternatif alasan2 lain yang bisa muncul. Misalnya untuk e-mail2 yang bernada mengancam (”kalo ga ngeforward, anda akan sial!”), nah, dia ngeforward ini bisa karena setuju dengan content, atau simply karena takut sial. Untuk e-mail2 yang bernada memberi pepesan kosong (”kalo forward ini, anda akan beruntung dalam 7 hari kedepan”), nah, seseorang bisa ngeforward ini karena setuju dengan content, atau simply karena pengen beruntung, pengen duit, dsb2. Dan alternatif terakhir yang masuk dalam diskusi kami (thanks to: Ipin) adalah : ”PENCITRAAN”.

Lho? Maksudnya pencitraan?? Maksud saya adalah, misalnya untuk e-mail2 yang bernada persahabatan (”kalo lu ngeforward ini, lu best friend bangat dah”) misalnya, kemungkinannya ada 2. Pertama, dia setuju dengan content dan ingin menyampaikan salam pada sahabatnya, atau simply karena ”saya ingin dicitrakan/dilihat sebagai orang yang bisa bersahabat dengan siapa saja”. Untuk e-mail2 yang bernada bikin ga enak (”kalo lu ga forward ini, lu ga punya hati!”), bisa karena memang dia baik hati, bisa juga karena tidak ingin dicitrakan sebagai orang jahat...

Dan untuk e-mail2 atau pesan2 YM yang bernada ”relijius”, terlepas dari seseorang paham substansinya atau tidak, seseorang bisa memforward karena ia memang relijius atau memang senang berdakwah, sedang belajar untuk menjadi relijius dan ingin belajar menapaki jalan dakwah, atau simply karena... ia ingin dicitrakan sebagai seorang yang relijius...

Urusan ”pencitraan” ini nampaknya adalah alasan yang paling terselubung. Bahkan bisa jadi seseorang tidak tau atau tidak menyadari bahwa jauh di lubuh pikirannya, ia sedang berusaha melakukan hal ini. Inilah yang sebenarnya justru paling berbahaya, karena mungkin inilah yang paling berpotensi untuk menggerus sesuatu yang biasa kita sebut...keikhlasan.

Hmmmm.... YM dan e-mail... dalam hitungan detik, anda sudah bisa menjangkau seluruh dunia (yang memiliki akses internet tentunya =P )

Bagaimana dengan blog?? Bukankah blog pun adalah sebuah sarana pencitraan diri??

Seandainya di blog ini saya tidak pernah menceritakan bahwa saya merokok, dan isi tulisan saya misalnya mengutuk orang2 yang merokok... tentu anda tidak akan tau kalau saya seorang perokok bukan??? Dan pencitraan saya berhasil...

Dalam dunia maya, perkaranya seringkali bukanlah ”siapa saya”, melainkan ”siapa saya di mata orang lain..”


Bagi saya, hidup itu ......

Bagi saya, hidup itu .....

mmm....

eeeuuuu....

Bagi saya... HIDUP itu .... mmm.... APA YA ???

Monday, December 19, 2005

Kumis = Siksa Kubur ???

Oke, ini sebenernya postingan lama yang sy simpan di SideBlog... tapi, dengan beberapa modifikasi dan pembaharuan, sepertinya udah cukup buat naik pangkat ke halaman blog utama...

Pernah ke Jalan Kendal di Jakarta?
Jalan Kendal ini, letaknya di depan stasiun Sudirman dan berdekatan dengan Kawasan Menteng. Ada sesuatu yang lucu di jalan ini... Ada sekitar 20 kios kaki lima yang menjajakan makanan di tempat ini, dan percaya atau tidak, 12 diantaranya menjajakan jenis masakan yang sama dengan nama yang serupa. Menu favorit disini ternyata adalah masakan khas betawi, yaitu sate kambing, gulai, tongseng, dkk. Nama warungnya pun lucu-lucu. Ada warung H.Soleh Kumis 499, warung H.Tadjudin Kumis 469, H.Saleh Kumis, H.Anduy Kumis, H. Soleh Kumis 299 (mungkin anaknya Soleh Kumis yang pertama), Acang Kumis, Enday Kumis dan lain2 yang tak kalah berkumis... tampilan warung dibuat sama (miriiip bgt) dengan menu yang persis sama.

Kabarnya, dari tukang ojeg setempat, dulu juga pernah ada warung Hj. Siti Kumis, dengan menu serupa, tapi kemudian tutup karena tidak laku (mungkin karena pengunjungnya kecewa lantaran si pemilik warung, Hj Siti Kumis, ternyata tidak benar-benar berkumis...).

Melihat kejanggalan ini, jadi teringat dengan sinetron-sinetron jaman sekarang... Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Insyaf, Taubat, Hidayah, dan kawan-kawan sesama penyaji siksa kubur yang lain...

Pola seperti sate kumis tadi sepertinya berlaku juga untuk dunia persinetronan kita...
Menyusul kesuksesan sesaat Hidayah dan Rahasia Ilahi, kemudian muncullah sinetron-sinetron lain yang secara generik mengambil pola sama. Ada orang yang soleh, dan ada orang yang jahat yang kemudian mati dan dikerubungi belatung (dalam film, sebenernya yang ditampilin itu ulat keket, bukan belatung, mungkin karena dilihat lebih menjijikkan, tapi toh tetap disebut belatung...), mayatnya bedarah-darah, atau apapun yang bisa menggambarkan siksa kubur.
Dari segi alur cerita pun tak kalah generiknya... Hampir di tiap episode (di semua sinetron2 itu), pasti ada adegan dimana si orang jahat menolak Sholat, menghina orang Sholat, lalu ada adegan dimana ada seorang pengemis atau orang miskin yang datang meminta sedekah, lalu ditendang oleh si orang jahat. Yaaa, semacam-semacam itulah, kejahatan yang generik...

Dan semakin kesini, sama seperti rasa sate peniru yang makin lama makin jauh dari rasa sate kumis asli, kualitas per episode pun makin tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sinetron Insyaf di T***s T* misalnya, yang mengusung profil "diilhami oleh kisah-kisah nyata", dalam salah satu episodenya menayangkan judul "Si Manis Jembatan Ancol"... Lho?? kok?? berarti secara kasar si pihak produser telah mengambil asumsi bahwa legenda hantu cantik di jembatan ancol itu memang ada, dan kisahnya juga nyata... ini... eeeuuu... gimana ya??? Dan sinetron-sinetron lain pun tak kalah kurang kreatifnya. Cerita APAPUN mereka masukkan, dengan harapan sudah cukup untuk bisa disebut sebagai "sinetron religius" (orang mana yang ngasih ini istilah??) kalau diakhiri dengan pengerubutan mayat si orang jahat oleh belatung...

MUNGKIN, awalnya kemunculan sinetron2 ini adalah seperti yang sempat diutarakan oleh salah seorang teman saya... "dunia sinetron lagi pada insyaf", katanya... Benarkah? Buat saya, fenomena ini tak lebih dari menunjukkan kalau rating masih dianggap sebagai dewa, dan sifat mengekor kesuksesan tayangan yang sudah ada itu adalah sebuah cara pemujaan terhadap rating.
Apa yang dulunya MUNGKIN ingin digunakan sebagai sarana "dakwah" lewat media, sekarang tidak lebih sebagai sebuah lelucon yang biasa terdengar di gerbong-gerbong kereta (baca salah satu postingan saya : "cerita-cerita dari kereta, episode 4").

Ini tambah memuakkan lagi, ketika pada hampir selama prime time (jam 7-10), hampir semua stasiun TV menayangkan sinetron-sinetron semacam ini, yang membuat kita SETIAP memindahkan channel akan berkata... "buset dah, beginian lagi, kagak ada yang laen apa??? lama-lama muak juga nih..."

iya kan??




IYA KAN ???!!!???




NGAKU!!!


Kecenderungannya sepertinya sama saja di bangsa Indonesia ini. Kalau ada satu yang dianggap sukses, yang lain berlomba mengikuti. kalau bisa persis sama selama tidak ada yang protes. Baru-baru ini di Bandung, sepertinya sedang ada trend wiraswasta jualan burger ya? Tapi kalo diperhatikan, trend ini muncul setelah publikasi besar-besaran mengenai suksesnya seorang entrepreneur, yaitu pemilik "Burger EDAM". Betul?
Padahal syarat utama seorang entrepreneur, konon adalah kreatifitas dan berani mencoba sesuatu yang baru... Seiring dengan banyaknya pelatihan kewirausahaan di Bandung belakangan ini, para pesertanya ternyata masih hanya bisa meniru, dan berharap usahanya bisa sesukses burger edam, dengan cara menjual produk yang sama...
(hellllooooo, CRE-A-TI-VI-TY, where are you????)


Dan ternyata juga, kultur ini dimiliki semua kalangan, mulai dari para tukang sate yang mengira bahwa kesuksesan datang dari kumis, sampai kalangan agak elit, para produser sinetron yang mendewakan rating, dan (saat ini) mengira bahwa kesuksesan datang dari eksploitasi jin, tuyul, peri, bidadari, setan, hantu, gendoruwo, dan tentu saja... siksa kubur...
Jadi... bisa kita simpulkan bahwa dalam konteks ini, kumis dan siksa kubur diperlakukan sama, yaitu (diharapkan) menjadi pembawa rezeki...

Thursday, December 15, 2005

Wahai Sahabat...

Oke, ini untuk SEMUA orang yang pernah mengeluh, bertanya, curhat, dsb2 ke saya tentang kelakuan teman/sahabat mereka... atau yang mengeluh karena dikecewakan oleh teman2 mereka...

Nah, mungkin ini bisa menjadi referensi... berhubung di sekitar saya ga ada KBBI, jadi dari thefreedictionary.com aja ya =P

Friend (N) :
1. A person whom one knows, likes, and trusts.
2. A person whom one knows; an acquaintance.
3. A person with whom one is allied in a struggle or cause; a comrade.
4. One who supports, sympathizes with, or patronizes a group, cause, or movement: friends of the clean air movement.
5. Friend A member of the Society of Friends; a Quaker.
tr.v. friend�ed, friend�ing, friends Archaic
To befriend.

friendless adj.
friendless�ness n.
Word History: A friend is a lover, literally. The relationship between Latin amcus "friend" and am "I love" is clear, as is the relationship between Greek philos "friend" and phile "I love." In English, though, we have to go back a millennium before we see the verb related to friend. At that time, frond, the Old English word for "friend," was simply the present participle of the verb fron, "to love." The Germanic root behind this verb is *fr-, which meant "to like, love, be friendly to." Closely linked to these concepts is that of "peace," and in fact Germanic made a noun from this root, *frithu-, meaning exactly that. Ultimately descended from this noun are the personal names Frederick, "peaceful ruler," and Siegfried, "victory peace." The root also shows up in the name of the Germanic deity Frigg, the goddess of love, who lives on today in the word Friday, "day of Frigg," from an ancient translation of Latin Veneris dis, "day of Venus."

Thesaurus :
Noun 1. friend - a person you know well and regard with affection and trust; "he was my best friend at the university"
2. friend - an associate who provides assistance; "he's a good ally in fight"; "they were friends of the workers"
3. friend - a person with whom you are acquainted; "I have trouble remembering the names of all my acquaintances"; "we are friends of the family"
4. friend - a person who backs a politician or a team etc.; "all their supporters came out for the game"; "they are friends of the library"

Yah... kira2 begitu versi inggrisnya...
kalo versi Indonesia, friend=teman, best friend=sahabat.
nah... SEHARUSNYA... dia yang bisa disebut teman itu adalah yang memenuhi pengertian2 di atas... kalo anda merasa dikecewakan oleh teman, maka berkacalah, apa anda sendiri sudah bisa memenuhi pengertian2 di atas... dengan kata lain, apakah anda sendiri sudah pantas untuk disebut sebagai seorang "teman"?

Anyway...
mau tidak mau, untuk berteman adalah untuk siap merasa bahagia dan bersedih sekaligus...
hadapi saja nak, saat ini kita hidup di zaman munafik! zaman dimana ketulusan dan keikhlasan tidak pernah jadi ukuran, apalagi kejujuran. kalau anda bisa mendapat satu orang teman yang memang ikhlas berteman dengan anda, selamat, anda sangat beruntung! Kalau tidak, maka bersabarlah, karena itu wajar! Kalau anda sendiri termasuk orang-orang yang berteman tanpa keikhlasan... semoga anda mendapat apa yang anda cari.

yaaa... orang2 jaman sekarang, cari teman karena gengsi kalo dibilang kuper, atau ingin memperluas jaringan MLMnya, atau karena malas jalan2 sendiri, atau karena mau bikin usaha tapi kurang modal, atau supaya dapet jaringan buat nyari proyek, atau sekalian nyari jodoh, atau... ya... apapun lah...

tenang... kondisi tidak separah itu kok...
pasti ada yang namanya teman... buktinya, berkali2 anda dikecewakan teman, anda tetap mencari teman kan? teman baik/sahabat itu pasti ada... bisa jadi belum saatnya ketemu, bisa jadi sudah ketemu tapi andanya sendiri yang belum menganggap dia sebagai sahabat... Dan ini juga bukan berarti kita tidak boleh mendapat keuntungan dari persahabatan itu... contoh2nya seperti yang saya tulis di atas tadi (jodoh, proyek, atau apapun)... yang kacrut adalah kalau permulaan anda berteman atau tujuan utama anda berteman adalah untuk itu... Keuntungan hendaknya ditempatkan sebagai sebuah eksternalitas, bukan maksud dan tujuan.

tapi ya itu, seperti kata saya dulu (dan belum berubah),hari gini, pertemanan atau persahabatan adalah sesuatu yang naif. Dan kalau anda bisa percaya pada seorang teman, maka anda luar biasa naif... silakan bersiap untuk kecewa. Kekecewaan yang wajar kita rasakan kalau kita berharap dan percaya pada apapun selain Sang Pemberi Harapan itu sendiri...

Sepakat?

Monday, December 12, 2005

TIMUN !!!

oke, ini sudah keterlaluan !!!!

Seperti biasa, sabtu dan minggu lalu saya berada di Bandung... biasa... refreshing...
Yang tidak biasa adalah, tidak tanggung-tanggung saudara2, hampir SEMUA orang yang saya temui mengatakan :

-"wah, wan, tambah gendut lu!! enak ya duit hasil korupsi?" --> SETAN ALAS!! SIALAN!! Eh, salah... semoga bisa menjadi pengingat bagi saya di dunia birokrasi yang penuh kebobrokan ini, bahwa yang haram itu biasanya enak, tapi tetap haram!

-"eeeh, kang awan... agak gemukan ya??" --> set dah, dah lama ga ketemu, nanya kabar kek apa, maen langsung tembak perut aje nih...

-"eh, awan, assalamualaikum... wah, badannya jadi... (sambil memeragakan kedua tangan melebar, mirip kingkong, maksudnya, badan saya tambah lebar) --> ckckck, ni anak ketemu gw sebulan sekali aja jarang kali... bisa-bisanya dia tau saya tambah ndut...

-"Nah, mun posisi kitu, katingali pisan maneh nambah gendutna!! (nah, kalo posisi gitu, kelitan banget lu tambah gendut!)" (posisi saya sedang duduk malas, punggung bungkuk, diatas sepeda motor teman) --> mungkin karena duduknya tidak tegak, buncitnya perut jadi jelas kentara...

-"gapapa kok, biar tambah gendut juga ****(sensor nama) tetep *****(sensor satu kata sifat) kok..." ---> ya, tetep ***** sih bagus, tapi ga usah nyinggung perut dong...

-"tuh, si mas awan mah, badannya dari dulu gituuu aja, paling berubah dikit juga di perut." --> okey, okey, gw gendut! PUAS?

-"Buset dah lu wan! kalo pake baju sih masih ketutupan... lu jangan ganti baju di depan gw lagi dah! bisa mimpi buruk gw! keliatan banget gendutnya lu!!!" (seorang teman kos) --> semoga mimpi indah....

-"huahahahaha, ntu kan bajunya si **** (sensor nama, seorang teman kos yang sudah lebih dulu gendut dibanding saya) yang lu pake... pas wan, berarti badan lu udah sama ama si **** (orang yang sama)" --> tau gini gw ga minjem baju ini dah...

-dll dll...

MEMALUKAN !!! GUA HARUS DIEEEEEEETTTTT !!!!!!!

heh??
awan??
diet??

Sampai sejauh ini, hal-hal yang paling efektif membuat saya kurus adalah : OS, jadi panitia OS, studio, kabinet dan kongres KM ITB. sialnya, hal-hal itu sudah ga ada lagi dalam hidup saya... Olahraga? JANGAN TANYA!! selama di jakarta, mungkin yang paling membuat saya mengeluarkan keringat cuma kereta, tapi kata si ipin, mengeluarkan keringat ga efektif buat bikin orang jadi kurus...

Sebenarnya proses sehingga saya menjadi seperti sekarang ini... seingat saya... dimulai ketika saya ke papua selama 2 minggu pada bulan maret 2005 lalu. Tepatnya ke Kabupaten Yahukimo yang sekarang lagi bencana kelaparan. Waktu itu, hampir semua orang yang kami temui mengingatkan kami (tim surveyor) tentang bahaya malaria. dan cara termudah mencegah malaria (selain ngemil kina tentunya) adalah dengan JANGAN PERNAH membiarkan perut kosong. "Kalau perut kosong, malaria mudah masuk toh!!?? jadi bapak lapar sedikit, ah sudah, makan saja apa yang ada di depan bapak, jadi kuat toh??!!". Dan jadilah, perut kami di sana selalu diusahakan diisi, apalagi saya ga perlu memikirkan soal uang makan, segalanya ditanggung pimpro... hahahahaha!! mana makanannya?? sini saya makan toh??!!

Dan sepulang dari Papua... ya begitulah... pipi agak gendut, perut agak tembem... sangat berbeda dengan 3 minggu sebelumnya, dimana perjuangan hidup seorang mahasiswa kos-kosan masih melekat...

Dan kemarin, ketembeman perut bertambah... hanya karena 2 minggu terakhir pola hidup saya agak berubah...
29 November-1 Desember lalu, nginep di Hotel Bidakara, jadi panitia seminar... yap, makanan tersedia tanpa batas, dan enak2 pula... segala macam protein hewani dan nabati tersedia... tidak perlu saya sebutkan menunya, karena saya juga tidak tau... tapi pola itu berlangsung selama 3 hari. Yap, 3 hari di hotel, 3 hari tidak naik kereta. Setelah itu, ada selametan mbah saya karena akan pergi naik haji (doa dari saya mengiringi mbah...). Namanya selametan... yah, buat mantan anak kos, artinya tentu... MAKANAN!!!

minggu depannya, selama 3 hari 3 malam kemudian saya menginap di sebuah hotel di puncak, diminta jadi fasilitator sebuah diklat untuk kelompok2 masyarakat peduli tata ruang di bodetabek (bogor,depok, tangerang, bekasi)... itung-itung bantu teman, dan tambah pengalaman bagaimana memimpin sidang yang pesertanya bapak2 tua2 semua... jauh berbeda dengan memimpin mahasiswa ternyata... Dan, walaupun makanannya tidak seenak di bidakara, tapi konsumsi snack dan kopi tersedia tanpa batas, ditambah udara dingin yang membuat kami selalu lapar :p Seminggu itu, saya sama sekali tidak naik KRL ekonomi... Lalu sabtu minggunya ke bandung.

dan akhirnya... beginilah...

Pipi agak buncit... perut jadi semakin tembem...


Bagaimana cara diet yang baik??
Mungkin saya harus mengikuti metode teman SMA saya...

Mulai sekarang saya hanya akan makan TIMUN!!
satu timun untuk sarapan... 2 timun untuk makan siang... mungkin 2 timun juga untuk makan malam...

Haditsnya... katanya kita adalah apa yang kita makan...
Apa artinya, badan saya bakal mirip timun ya??

Yah.... mungkin penyikapan terhadap hal ini yang paling bijak adalah...
Kalau saya gendut... alhamdulillah, berarti rizki saya sedang dilancarkan...

awan?
diet?
plis deh...

Saturday, December 03, 2005

Ketika Sholat Maghrib pun Menjadi Sebuah Kemewahan (Cerita-cerita dari Kereta, episode 3)

Stasiun Manggarai Jakarta, jam 5 sore.

Para calon penumpang KRL ekonomi Jakarta Bogor sudah mulai gundah gulana gelisah tak karuan menunggu kereta yang nampaknya datang terlambat...
KRL sore memang sering terlambat, berhubung kereta-kereta ekspres sudah mulai banyak, baik yang ke bogor, ke bandung, ke jawa, kemana-mana. Akibatnya, begitu KRL datang, semua orang bergegas berebut masuk. Yap, berebut, dorong mendorong tak kenal ampun. Kadang, penumpang didalam KRL yang mau turun di Manggarai malah terdesak kembali masuk, ga bisa keluar...

"Noh, kereta noh!! (Tuh, kereta tuh!!)"
"Mana? ekspres itu mah..."
"Bukan. Kaleng! Beneran, tu kaleng yang dateng" (KRL Ekonomi memang sering disebut "kaleng" oleh para penumpang, berhubung logam material KRL yang sudah tak terawat dan banyak coret-coretan mirip kaleng kerupuk di warung-warung sekitar stasiun)

Kedatangan KRL ekonomi memang bisa dirasakan oleh para calon penumpang. Kalau ada kereta yang sudah kelihatan kepalanya, berarti itu KRL ekonomi. "Kepala" disini maksudnya adalah kepala orang-orang yang duduk atau berdiri di atap-atap gerbong KRL, dan kepala orang-orang yang bergelantungan di pintu menantang bahaya keserempet dinding peron. Kepadatan orang-orang yang bergelantungan di pintu kereta ini mungkin setara dengan kepadatan orang-orang yang berada di dalam... sama-sama saling jepit.

KRL berhenti, penumpang yang mau turun langsung berhamburan keluar, saling dorong dengan calon penumpang yang memaksa masuk. Tidak bisa tunggu menunggu layaknya angkutan normal lain (biasanya kan didahulukan yang turun dulu, baru yang naik...) berhubung kereta tak berhenti lama. Tak jarang, karena saking semangatnya, orang-orang yang turun langsung jatuh terjerembab di lantai peron begitu keluar dari desak-desakan itu. Yang paling ribet, adalah kalo ada pedagang atau orang-orang yang membawa barang bawaan besar, baik itu keranjang besar penuh mangga, salak, kereta bayi, box tivi, atau apapun yang bisa membuat orang tertimpa dan berteriak : “Sialan!! Ati-ati dong kalo bawa barang!!”. Dan dengan tenaga yang melebihi badak bercula satu di ujung kulon, sebagian calon penumpang akhirnya masuk, dan sebagian lagi gigit jari harus menunggu kereta berikutnya….

Di Manggarai, setiap sekitar pukul 5.30 dan 7.00 biasanya memang ada kereta balik. Kereta balik ini adalah KRL ekonomi dari bogor yang mengakhiri perjalanan hanya sampai Manggarai, lalu kembali ke Bogor. Tapi, kereta balik biasanya akan ngetem di manggarai sampai setengah jam (memang ketentuannya begitu, untuk mendahulukan kereta yang dari Kota/Tanah Abang). Meski begitu, karena kereta balik start dari manggarai, tentu saja kereta kosong melompong, dan kesempatan untuk dapat tempat duduk jadi terbuka lebar. Akibatnya, dorong-mendorong, saling sikut, tendang, dan saling menjatuhkan tetap terjadi di kereta balik ini. Begitu ada kereta balik masuk, sebelum kereta berhenti total, orang-orang sudah mulai berloncatan masuk demi tempat duduk. Ketika kereta mulai berhenti total, para pedagang di stasiun akan berteriak : ”satu.... dua...SERBUUUUU!!!!!!”. Dan benar saja, para calon penumpang, secara denotatif, benar-benar menyerbu pintu masuk, saling desak, saling tendang (dikit), sikut sana-sini agar dapat tempat duduk. So pasti, setiap hari ada saja orang yang terpaksa mencium lantai gerbong kereta balik... Disinilah bisa kita lihat kesetaraan gender dan emansipasi wanita secara ekstrim. Tidak ada perbedaan antara pria-wanita, sama-sama saling sikut, dan ga ada istilahnya pria mengalah pada wanita dalam hal tempat duduk ! (kecuali si wanita itu cantik luar biasa atau ibu-ibu tua atau ibu-ibu yang membawa anak kecil digendong). Yaaah, tapi ada saja orang baik yang gantian duduknya setelah sampai Pasar Minggu atau Depok Baru.

Saya sendiri, mau naik kereta balik atau kereta sarden dari Jakarta, tetap GA PERNAH dapet kursi, karena malas berdesakan dengan kaum wanita (walaupun sebenarnya cukup mengasyikkan, hehe). Dan lagi, biasanya saya beserta segolongan penumpang lain tetap memilih kereta sarden dari Jakarta dibanding menunggu kereta balik berangkat jam 6 sore, berhubung sudah kebelet ingin pulang cepat-cepat...

Singkat cerita (SEGINI SINGKAT???!!), di dalam gerbong, hhhhmmmm, gimana mendeskripsikannya ya?? Gini deh, suka lari pagi atau olah raga? Nah, bayangkan anda lari pagi jam 11 siang di Lapangan Bola Sabuga selama 1 jam atau 1 jam setengah. Setelah itu, buka baju anda yang masih basah oleh keringat, dan bekapkan di muka anda! Nah, kira-kira seperti itulah baunya! Kalau anda bisa menahan pose itu selama kurang lebih 1 jam, baru anda boleh naik kereta sore. Karena kalau anda tidak tahan, bisa dijamin anda akan muntah, atau minimal ga tahan dan turun di stasiun Cawang atau Pasar Minggu. Yap, setiap hari pasti ada saja yang muntah di semua KRL ekonomi jakarta bogor. Yang tidak pasti cuma di gerbong mananya, siapa orangnya, dan siapa orang apes di sebelahnya yang terpaksa kena muntahan... Biasanya, orang-orang yang muntah ini adalah : orang yang baru/tidak biasa naik kereta, atau orang yang belum makan siang sehingga perutnya kosong, atau orang yang terlalu banyak makan sejam sebelumnya, atau orang yang terlalu capek, atau orang yang memang sedang masuk angin.

Kepadatan di dalam gerbong? Yaaah, tau lah saya bakal bilang apa... Kalau di kereta pagi, kepadatan 12 jiwa/meter persegi adalah kepadatan puncak, maka di kereta sore, itu adalah kepadatan MINIMAL. Kepadatan puncak mungkin bisa mencapai 15-16 orang per meter persegi... Loh, masa sih? Segitu sih buat kaki aja ga cukup! Ya siapa bilang anda akan bisa berdiri dengan dua kaki secara normal? Beruntunglah kalau anda cukup tinggi, karena kepala anda bisa menghirup udara lebih bebas. Tapi kalau anda seorang wanita atau berukuran kurang dari atau sama dengan 160 cm, bersiap-siaplah berada dalam kondisi dimana kepala anda menempel dengan punggung orang di depan dan ketiak orang di belakang... Bau? Tahan!

Soal keringat, tak perlu diragukan lagi... Seringkali, ketika saya sampai di Bojong, baru saya perhatikan kalau baju saya yang coklat muda tiba-tiba sudah berganti warna total menjadi coklat tua seperti kalau saya sedang berjalan tanpa payung dalam kondisi hujan badai. Keringat itu bukan milik saya semata. Lebih banyak keringat orang-orang yang menempel dengan tubuh saya... Tapi alhamdulillah, mungkin kereta sore adalah tempat dimana anda akan sangat banyak mendengar asma Allah disebut, dan istighfar bersahutan... ”Masya Allah, panasnya...”, ”astaghfirullah”, ”Ya Allah ya rabbi, banyak amat sih orang?”, dsb-dsb... Masyarakat kereta memang cukup religius ternyata...

Seorang pria kereta pernah berkata... ”yaaah, terima aja pak, sesama saudara... kita semua udah besodara disini...”. ”Sodara bagemana maksudnya?” ”sodara satu keringet, bukan satu darah lagi... satu keringet...”. Benar... kami semua bersaudara... dan mungkin persaudaraan senasib sependeritaan itu adalah ikatan terkuat kedua setelah persaudaraan sedarah.
Orang kereta saling memperhatikan satu sama lain. Kalau ada satu orang kecopetan dan copetnya ketangkep, maka sebagai saudara, satu gerbong akan turut menggebuki si copet (kecuali kalo ga ketauan). Kalau ada saudara perempuan yang terlihat pegal, seorang saudara laki-laki biasanya akan memberikan tempat duduknya...dan tanpa perlu meminta maaf, orang-orang kereta akan secara otomatis memaafkan (memaklumi) saudaranya yang mendorong atau menyikutnya untuk mendapat udara lebih atau sekedar ingin masuk/keluar kereta... kami memang bersaudara. Titik.

Berbuka puasa kemudian juga adalah suasana yang penuh kehangatan persaudaraan. Pada bulan Ramadhan lalu misalnya... mungkin kereta adalah tempat terhangat kedua setelah rumah saya sendiri dimana saya merasakan kehangatan kekeluargaan saat berbuka puasa... Berbagai cerita dan legenda terlintas saat bulan puasa ini. Mulai dari seorang bapak yang membawa sekantung besar aqua gelas untuk dibagikan ke penumpang lain, atau seorang bapak yang membawa banyak kue untuk dibagikan sebagai hidangan berbuka, sampai seorang tukang jeruk yang mengikhlaskan sekitar 25 buah jeruknya yang masih tersisa untuk orang-orang berbuka secara gratis... Seorang pedagang yang bersedekah pada penumpang lain, karena mereka tau, di kereta, tidak ada yang lebih kaya atau lebih miskin... semua bersaudara.

Dan saya pun beberapa kali menerima kehangatan keikhlasan itu saat berbuka di kereta. Pernah saat saya sedang puasa sunnah, orang di sebelah saya bertanya apakah saya puasa dan merasa kasihan karena tidak ada tukang aqua yang lewat sehingga saya belum bisa berbuka (mungkin orang itu curiga karena muka saya mulai pucat karena lelah berdiri)... ia lalu memberikan aquanya pada saya. Terima kasih pak... Tidak ada liputan televisi, tidak ada gembar-gembor amal sedekah ke panti-panti, tidak ada khotbah mengenai pentingnya beramal atau bahwa perbuatannya itu adalah atas nama kesalehan... di kereta tidak ada basa-basi. Hanya memberi dengan ikhlas, lalu kembali diam setelah berterima kasih... Amal adalah sesuatu yang wajar, tidak perlu ditambah-tambah dengan omongan, khotbah, atau ucapan terima kasih yang berlebihan yang malah bisa menjadi riya’ bagi orang yang beramal. Meski begitu, bersiap-siaplah menunda saat berbuka sampai stasiun UI atau Depok baru... karena mungkin baru di stasiun itulah anda bisa bergerak agak bebas, atau sekedar menurunkan tangan dari pegangan...

”Aqua pak... aquanya yang belum.... udah maghrib nih... yang udah juga siapa tau mau tambah... aquanya pak”
di ujung lain... ”aquanya pak, aqua prutang aqua”
di tengah gerbong... ”aquanya pak, prutang-prutang aqua”
di dekat pintu... ”aquanya pak...”
pedagang aqua lain... ”buset, kalo bulan puasa kok tukang aqua semua ya???”
penumpang... ”tukang tahu mana sih? Lapar gw”
pedagang lain, baru masuk dari gerbong sebelah... ”aqua pak...”
penumpang... ”udah banyak! noh ada 5 di tengah gerbong kagak bisa lewat, padet, aqua semua! Panggilin tukang tahu tong!”

Anyway, berlalu dari bulan Ramadhan, suasana kembali ”normal” dari invasi tukang aqua dan prutang (frutang, red.).

Stasiun Cawang dan Tebet mungkin adalah 2 stasiun kecil yang abnormal, karena jumlah calon penumpangnya hampir sama banyaknya dengan Manggarai. Dorong mendorong yang kuat akan terjadi di 2 stasiun ini... Siap-siap berpegangan kuat !!!!!

”buset dah, yang turun 3 yang naek 30”
”astaghfirullah, pada makan apa ya? Dorongnya kuat amat??”
”set dah bu, pelan2 aja dorongnya! Kejepet nih!”
”Masya Allah, dorong teruuuss!!!”
adalah ucapan2 yang kerap terdengar di 2 stasiun ini. Kepadatan puncak akan terjadi selepas stasiun Cawang sampai kira-kira Lenteng Agung atau UI. Kalau selepas Cawang anda masih bisa berdiri normal, berarti kereta sedang ”kosong”.

Stasiun Depok Baru... seperti biasa, akan terdengar suara dari penjaga stasiun untuk berhati-hati terhadap ”tangan-tangan jahil, copet dan jambret yang berdesakan di pintu”. Penumpang yang turun di stasiun Depok Baru ini memang sangat banyak, mungkin bisa sebanyak penumpang Bogor, atau mencapai 1/3 dari jumlah penumpang KRL. Orang-orang biasanya sudah mulai bersiap turun mulai dari Univ.Pancasila, UI dan Pondok Cina, dan berbaris sampai tengah gerbong. Ketika sampai Depok Baru, anda akan mendengar ucapan dari para penumpang yang tidak turun di Depok Baru : ”yak, yang punya Depok, yang punya Depok, siap-siap!” atau sekali lagi... ”satu.... dua... SERBUUUUU!!!!” karena memang penumpang akan menyerbu keluar (kereta tak berhenti lama lagi). Arus dorong-mendorong keluar ini mirip dengan gerak peristaltik di kerongkongan untuk mendorong makanan masuk ke lambung, dan getaran atau pengaruhnya akan dirasakan di seluruh gerbong, tak terkecuali di tengah gerbong pun, penumpang yang berdiri pasti akan terdorong dengan kuat.

Kesulitan untuk keluar ini biasanya disebabkan oleh para penumpang yang bergelantungan di pintu sehingga menghalangi mereka yang mau keluar. Biasanya orang-orang yang marah akan berteriak... ”udeh, dorong aja tuh yang di pintu!!!” atau ”woy, yang di pintu!!! Minggir!!!” dan sebagainya yang memaki-maki orang-orang di pintu.

Selepas Depok Baru... KRL lebih manusiawi...dan arus penumpang keluar yang cukup besar kemudian akan terjadi lagi di Bojonggede. Karena jumlah penduduk Bojong yang banyak menggunakan KRL inilah, maka beberapa tahun belakangan muncul Bojes (Bojong Ekspres) yang jumlah penumpangnya ternyata memang hampir bisa menyaingi Boges (Bogor Ekspres). Boges dan Bojes adalah 2 istilah yang baru muncul setelah booming AFI 2005 di I**o***r.

Para petugas pemeriksa karcis mulai beraksi, karena tubuh mereka sekarang sudah bisa melewati kepadatan penumpang... Orang-orang mulai memberi karcis yang diminta untuk dibolongi petugas. Beberapa yang pura-pura tidur terpaksa dibangunkan oleh petugas tersebut. Beberapa penumpang yang tidak punya karcis terlihat menyelipkan selembar atau 2 lembar uang seribu rupiahan pada tangan pak petugas. Uang masuk saku, lalu petugas berlalu... sebuah kewajaran dan kemakluman akan terjadi... yah, berapa sih uang yang dimiliki penumpang KRL untuk bisa bayar denda? Atau berapa sih gaji seorang petugas pemeriksa karcis sehingga kita bisa berteriak bahwa hal itu adalah sebuah pungli? Pemakluman yang menyakitkan...bila mengingat banyaknya koruptor milyaran rupiah yang melangkah bebas di bumi republik ini.

”Abu pak!” jawab seorang penumpang, dan si petugas berlalu. ”Abu” adalah singkatan untuk abudemen, karcis terusan kereta seharga 60 ribu rupiah untuk trayek Jakarta Bogor selama 1 bulan. Biasanya para petugas sudah mengenali orang-orang ber-abu ini. ”Abu pak!” jawab seorang penumpang ragu2... ”Mana abu?”, ”mmm, ada pak di tas, susah ngambilnya.”, ”Mana coba liat?”..... si penumpang mengalah, karena dia memang tidak punya abudemen, dan menyelipkan 2 ribu rupiah ke tangan si petugas... ada-ada aja orang nih...

Yaah...bernafas lega... Selepas Citayam sampai Bogor, para penumpang yang merokok akan meninggalkan tempat duduk mereka dan berdiri di dekat pintu... menyalakan rokok dan mulai menghisapnya dalam-dalam... sedalam lautan. Merokok di tengah guyuran keringat di tubuh dipadukan dengan angin dingin Kabupaten Bogor adalah kenikmatan yang teramat sangat bagi seorang perokok... Rokok kretek sekualitas Djarum Coklat 76 bahkan terasa nikmat disini. Tidak ada yang protes, toh mereka juga biasanya urung merokok kalau di sebelah mereka ada wanita atau anak kecil. Kami (para perokok) juga punya hati...dan sedikit otak. Tidak ada yang protes, karena semua memahami bahwa kepenatan yang dirasakan adalah luar biasa... sebagian menghilangkannya dengan tidur, sebagian dengan aqua, sebagian dengan tahu sumedang, dan sebagian dengan rokok... semuanya saling menghormati satu sama lain.

Ketika sampai Citayam ternyata hujan turun... maka lengkaplah sudah cobaan para penumpang kereta... setelah basah berpanas-panas dengan keringat, sekarang basah berdingin-dingin dengan air hujan yang menyerbu gerbong melalui pintu-pintu dan jendela yang biasanya menjadi sahabat penumpang karena menjadi tempat masuknya angin. Semua bergeser ke tengah gerbong sambil berdiri... kursi-kursi kosong, dan hanya diisi oleh orang-orang yang saking lelahnya, tidak peduli lagi dengan air hujan yang mulai membasahi kursi-kursi sekaligus tubuhnya.

Setelah semua itu... ternyata semua masih bisa berucap ”alhamdulillah” ketika kami menjejakkan kaki di peron stasiun Bogor... semua bersyukur karena walaupun dengan perjuangan, semua bisa pulang, semua bisa memparipurnakan jihadnya hari itu... berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah, yang menjadi alasan mereka berjuang setiap hari.

Pukul 7 kurang 15. Masih sempat untuk Sholat Maghrib... Puluhan penumpang, baik pria maupun wanita, berlari-lari kecil menuju mushola stasiun Bogor. Cepat-cepat karena takut adzan isya keburu datang.

Sholat maghrib adalah sesuatu yang langka bagi para penumpang kereta sore ini. Penumpang kereta balik, atau penumpang kereta pukul setengah 6 yang turun di Bogor biasanya tidak akan sempat untuk sholat Maghrib tepat waktu. Menjama’ sholat adalah sesuatu yang lumrah bagi kami.

Seorang teman saya, Dani MM, pernah berkata pada saya ketika saya menanyakan perihal jama’ menjama’ sholat ini. Kira-kira ia menjawab begini... ”wan, kalo lu ada tamu ke rumah lu, lu suguhin, lu lebih seneng kalo suguhan lu itu diterima ato ga diterima?”. ”diterima”. ”Nah, katanya sih, Allah senang dengan orang2 yang melakukan perjalanan. Para musafir itu adalah tamu Allah, dan menjama’ Sholat itu adalah jamuan Allah untuk tamu-tamu itu”.

Yaah...mungkin benar (berhubung saya tidak tahu dalilnya atau apakah hadits itu shahih atau tidak). Tapi, kalaupun benar... Bagi kami, para penumpang kereta, kerinduan itu selalu ada. Kerinduan untuk bisa menyapa Sang Kekasih dalam forum wajib minimal 5 kali sehari. Kerinduan untuk mengambil air wudhu dalam rangka Sholat Wajib 5 kali sehari. Kerinduan untuk melapor dan berdo’a... ”Ya Allah, demikian jihadku hari ini, semoga Engkau merahmati, dan bisa menjadi barokah bagiku dan keluargaku...”. Kerinduan untuk bisa Sholat Sunnah 2 rakaat setelah Maghrib, kerinduan untuk tilawah sambil menunggu datangnya adzan isya... Kerinduan yang mendorong setiap penumpang untuk berusaha menaiki kereta jam 5 atau 5.20... hanya supaya, setidaknya 1 atau 2 kali dalam seminggu, bisa bersholat Maghrib pada waktunya secara berjamaah...

Dan mushola stasiun adalah salah satu tempat dimana saya bisa merasakan getaran ketika sholat maghrib... lebih dari ketika bersholat di Masjid Salman atau Istiqlal sekalipun... tidak, getaran ini lain... Aura orang-orang yang ikhlas menunda waktu pulangnya sekitar 15 menit di stasiun untuk sholat. Bau keringat yang tiba-tiba menjadi wangi ketika berbaur dengan kesejukan air wudhu...Kekhusyukan para jama’ah...dan senyum ikhlas yang memancar dari wajah-wajah penuh cahaya ketika kami berjabatan tangan sebelum meninggalkan tempat sholat... Beda, semuanya terasa berbeda... Kepenatan seketika hilang, panas keringat tak lagi kami rasakan... dan hanya kesejukan yang mengisi hati kami... Alhamdulillah, hari ini kami bisa sholat Maghrib... maafkan kami ya Allah, karena tidak mengambil jamuanMu karena rindu yang tak tertahan...

Setelah sholat, meskipun sebagian jama’ah masih belum puas, ingin memanjatkan doa dan berdzikir, ingin rawatib, tapi semuanya dengan ikhlas bergegas meninggalkan tempat sholat ketika orang-orang di belakang kami mulai melantunkan iqamah untuk memulai shalat berjamaah berikutnya. Semua ikhlas, semua sadar, bahwa kerinduan bukan milik kami saja, dan mempercepat perpaduan kasih kami dengan Sang Khalik adalah sebuah amal, agar orang-orang di belakang kami juga bisa segera memadu kasih dengan Allah. Sebuah sholat Maghrib yang singkat, tanpa surat-surat atau cara baca yang dipanjang-panjangkan atau difasih-fasihkan. Tidak ada basa-basi, dan tidak diperlukan adanya pengakuan atau pencitraan kesalehan. Biarlah Allah, Rasulullah, dan orang-orang saleh yang menilai...

Kami pulang... dan besok pagi, kami akan kembali, insya Allah...